Agenda Dies: Dalang Cilik

 LAPORAN UTAMA

Talenta muda juga dapat panggung di Dies Natalis UNY. Lewat Festival Dalang Cilik (FDC) yang kali ini telah digelar UNY kesembilan kalinya.

Tiga tahun berturut-turut Anggoro Dwi Sadono, dalang cilik asal Salatiga, mengikuti lomba Festival Dalang Cilik (FDC) yang digelar di UNY. Memekikkan narasi cerita dengan suara yang menggelegar sembari sesekali melemparkan peraga wayang kulit ke langit Karangmalang.

 

Anggoro mengaku datang kembali ke festival dalang cilik karena dua hal. Yang pertama, karena ia suka bermain dalang. Dan yang kedua, karena ia ingin menuntaskan rasa penasaran atas kemampuannya yang pada 2017 lalu telah meraih posisi ketiga.

 

Anggoro hendak menguji dirinya sendiri untuk meraih prestasi tertinggi. Dan pada Jum;at (21/06), rasa penasaran itu tuntas kala dirinya ditasbihkan sebagai juara pertama. Menyabet trofi dan uang pembinaan sekitar lima juta, sekaligus pengalaman yang disebutnya luar biasa.

 

Terlebih lagi, ia dapat memetik ilmu langsung dari sesama peserta kompetisi dan civitas UNY. Termasuk rektor yang tanpa ia sadari ikut menyaksikan aksi perannya.

 

“Saya sempat berbincang dengan salah seorang penonton, pakai baju biru muda berdasi biru tua. Ternyata beliau Rektor (Prof. Sutrisna Wibawa, Rektor UNY). Itupun baru dikasih tahu oleh teman, sangat beruntung dapat ilmu langsung karena beliau guru besar bahasa jawa,” ungkapnya bersyukur atas prestasi sekaligus pengalaman yang dipetiknya di UNY.

 

Rutin Digelar

 

FDC digelar selama seminggu sejak Senin (17/06) hingga Jum’at (21/06). Acara tersebut menjadi satu agenda dalam rangkaian Dies Natalis ke-55 UNY.

 

Gelarannya dilaksanakan terpusat di Pendopo Tedjokusumo Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Pada tahun 2019, festival dalang ini sudah masuk tahun kesembilan.

 

“Penyelenggaraan tahun ini sudah sembilan kali. Acara ini rutin digelar oleh UNY,” ungkap Dr. Siswanto, Ketua Panitia Dies Natalis.

 

Acara berlangsung sejak pagi dan dibuka langsung oleh Rektor UNY Prof. Sutrisna Wibawa. 35 orang peserta dalang cilik kemudian secara bergiliran unjuk kebolehan dengan disaksikan dewan juri dan civitas secara bebas.

 

Dalam mementaskan wayang, mereka diwajibkan untuk membawakan cerita dan lakon yang sesuai dengan usia dan dunia anak-anak. Misalnya kisah Gatotkaca atau kisah lain yang inspiratif. Masing-masing diberi waktu 40 menit.

 

Yang menjadi keunikan tersendiri, jumlah peserta pria dan wanita dalam festival relatif berimbang. Hal ini disebut Cipto Budihandoyo selaku Sekretaris Panitia FDC menunjukkan minat dalang cilik yang tidak terbatas pada usia atau gender tertentu.

 

“Riwis membawakan lakon Kresna Dhuta. Tidak sulit karena sejak kecil saya sudah dikenalkan wayang, diajak nonton, dan dikenalkan tokohnya,” tutur salah seorang dalang putri jenjang SMP.

 

35 peserta tersebut bersaing dalam dua kategori berdasarkan jenjang pendidikan. Yaitu jenjang Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka berasal dari sekitar 10 daerah di Pulau Jawa. Mulai dari Surabaya, Wonogiri, Tulungagung, Salatiga, Klaten, Boyolali, Wonosobo, Banjarnegara, hingga sekitaran Yogyakarta.

 

“Pak Tris (Rektor) datang membuka di pagi hari, dan kami juga kagum beliau kembali datang sekadar untuk menyaksikan pentas dalang cilik di siang harinya dan beberapa hari berikutnya,” ungkap Cipto.

 

Setelah dalang cilik beradu, hasil tidak langsung diumumkan. Melainkan menunggu seremonial pengumuman pemenang sekitar Jum’at (21/06) malam. Pengumuman tersebut dibarengkan dengan malam puncak Dies Natalis yang dihadiri oleh Menristekdikti Prof. Mohamad Nasir

 

Dalam pengumuman tersebut, dibagikan trofi serta dana pembinaan dengan total sekitar 20 juta rupiah. Juara satu untuk semua kategori akan menerima hadiah trofi dan uang pembinaan sekitar Rp. 5 juta, juara dua Rp. 4 juta dan juara tiga Rp. 3 juta.

 

Dimenangkan Dalang Cilik Salatiga

 

Untuk kategori SMP, Salatiga keluar sebagai Juara I menyisihkan Tulungagung, Sukoharjo, dan Sleman. Ialah Anggoro Dwi Sadono, perwakilan Salatiga yang merupakan didikan Sanggar Sekar mulyo, asuhan dalang kondang Sri Mulyono.

 

Dalam kompetisi, Anggoro memainkan lakon Brubuh Alengko. Sabetan (teknik memainkan wayang), dan caranya membawakan cerita, disebut Suraji selaku staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Salatiga menjadi keunggulan yang membawa Anggoro juara.

 

Trofi juara dan uang pembinaan diserahkan langsung Rektor UNY bersama Menristekdikti.

 

“Alhamdulillah, dibandingkan peserta lainnya, Anggoro memiliki keunggulan. Dalam seremonial (Jum’at 21/06 malam) hadir Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Sekretaris Dinas, dan Kabid Kebudayaan, menyaksikan penyerahan piala Anggoro. Kami ikut bangga,” tutur Surajo.

 

Atas pencapaian tersebut, Sutrisna mengungkapkan selamat kepada Anggoro dan seluruh peserta. Dengan pelaksanaan festival diharapkan dapat menggugah munculnya dalang cilik yang merawat sekaligus melestarikan kekayaan budaya Nusantara.

 

“UNY ingin menjadi penjaga gawang kebudayaan khususnya kesenian Jawa seperti wayang kulit. Harapannya kami ingin anak-anak milenial saat ini tidak hanya mengerti sebatas teknologi seperti gadget, akan tetapi menerapkan kepada mereka agar mencintai budaya asli bangsanya sendiri, termasuk dengan cara ndalang,” pungkas Sutrisna.

No Responses

Comments are closed.