Agenda Dies: Keteladanan dari Tembang Jawa dan Tokoh Wayang

 LAPORAN UTAMA

Dari pentas wayang kulit Ki Bayu Aji Pamungkas, Menristekdikti Prof. Mohamad Nasir bersama warga UNY memperoleh keteladanan dari kisah para pandhawa. Paduan Suara Rapat Pimpinan menambah kesejukan dalam pentas.

“UNY Ngayogyakarta.. Universitas ingkang anggayu ilmi

Sampun seket gangsal tahun..

Ngadi ing pawiyatan..

Nindakaken wajib tridharma..

Ngudi mrih luhurin bangsa, makarya dateng sesami..”

 

Kutipan di atas bukanlah teks pidato. Prof. Sutrisna Wibawa selaku Rektor UNY melantunkan pesan tersebut dengan sekar pangkur, satu dari sekian tembang macapat yang pola rimanya populer dalam budaya Jawa.

 

Dalam tembang tersebut, Sutrisna mengisahkan di hadapan Menristekdikti dan pemirsa pementasan wayang kulit bahwa UNY telah hadir di tengah-tengah masyarakat selama seket gangsal (55) tahun.

 

Selama waktu berkiprah tersebut, UNY senantiasa menempatkan diri sebagai universitas yang mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, melaksanakan tridharma perguruan tinggi sebagai kewajiban, dan berkomitmen untuk memajukan bangsa dan berkarya bagi kesejahteraan bersama.

 

Lewat iringan dengan paduan suara rapat pimpinan tepat setelah Sutrisna menuntaskan pelantunan tembang, UNY hendak menegaskan komtimennya untuk melanjutkan kerja-kerja mulia tersebut. Melampaui usia yang ke-55, dan melampaui capaian hari ini untuk menjadi universitas kependidikan berkelas dunia. Semua dilandasi dengan nilai-nilai unggul, kreatif, inovatif, dalam ketaqwaan, kemandirian, dan kecendekiaan yang tercermin dalam lantunan tembang jawa dan pementasan wayang besutan dalang Ki Bayu Aji Pamungkas.

 

Malam Puncak Dies Natalis

 

Pentas wayang kulit Ki Bayu Aji Pamungkas menjadi pamungkas UNY dalam rangkaian dies natalis ke-55 yang digelarnya sejak sekitar Bulan April. Acara tersebut digelar di Halaman Rektorat pada Jum’at (21/06) malam. Tercatat ribuan civitas serta masyarakat umum di daerah sekitar Karangmalang, dan 8.000 penonton menyaksikan secara streaming melalui Youtube UNY.

 

Sambutan dari Rektor UNY dan Menristekdikti Prof. Mohamad Nasir kemudian mengawali

agenda tersebut. Secara garis besar, Sutrisna mengutarakan terima kasih atas kehadiran Menteri dan masyarakat yang nampak memiliki animo tinggi untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit tersebut. Sedangkan Nasir mengungkapkan kekagumannya atas nuansa Jawa dalam dies natalis UNY yang menurutnya unik dan tidak banyak ditemui di kampus lain.

 

“Kalau dalam teori Postmodernisme, artinya budaya Jawa ini sudah mendunia. From local, to global. UNY selama ini berperan aktif mengglobalkan dan mengembangkan budaya Jawa. Lanjutkan itu,” pesan Nasir.

 

Selepas sambutan, paduan suara rapat pimpinan menambah kesejukan dalam pentas. Tembang perahu layar dibawakan paduan suara Rapat Pimpinan UNY selepas Sutrisna membacakan serat pangkur. Sembari sesekali menggoyangkan badan ke kiri dan kanan, makna lagu dibawakan oleh para penyanyi paduan suara. Bahwa hidup seperti kapal yang sedang berlayar di lautan ramai: harus tahu arah, dan tidak lupa bahagia dalam mengarungi perjalanan.

 

Berakhirnya paduan suara menandakan naiknya Menristekdikti ke panggung untuk meresmikan agenda penutupan dies. Diselipkan juga peresmian mobil listrik dan mobil hemat energi Garuda UNY.

 

Setelah agenda pembukaan tuntas, Ki Bayu dengan sigap melontarkan wayang kulit Yudhistira ke langit. Menandakan gebyar pentas para Pandhawa dimulai, lengkap dengan perseturuan yang telah dinanti para pemirsa.

 

Pandhawa Kridha Nawung Bawana

 

Bila disederhanakan, pentas wayang yang dibawakan Ki Bayu mengisahkan tentang perjuangan (kridha) para Pandhawa Lima dalam menghadirkan kebaikan di muka bumi (bawana).

 

Perjuangan tersebut terjadi karena Kerajaan Hastinapura yang seharusnya dipimpin oleh Pandawa, saat itu sedang dikuasai oleh orang-orang jahat yaitu Kurawa sebagai pemimpin dan Sengkuni sebagai patih. Mereka memiliki watak iri, dengki, syirik, dan menghalakan segala cara untuk mencapai tujuannya.

 

Pementasan wayang selalu menghasilkan kisah yang hitam putih. Pandhawa sebagai tokoh yang baik akan menang dan menghadirkan kesejahteraan untuk negeri yang dipimpinnya, dan Kurawa beserta Sengkuni yang jahat akan kalah. Walaupun demikian, perjalanan untuk memenangkan pertempuran tersebut tidaklah mudah.

 

Disinilah tangan Ki Bayu berperan untuk menjadikan pementasan selama tiga jam tersebut berlangsung asyik, semarak, dan terselip canda dalam beberapa adegan.

 

“Jadi wayang pada malam ini hendak menjadi tontonan sekaligus tuntunan,” ungkap Sutrisna. Tuntunan yang dimaksud, adalah nilai yang bisa dipetik dari cerita yang dibawakan dalam wayang. Dari gambaran dunia pakeliran yang digambarkan penuh gonjang-ganjing, Sutrisna menyebut bahwa krisis karakter yang dialami Indonesia dapat direfleksikan. Pembawaannya yang menyenangkan dalam bentuk tontonan, membuat tuntunan dalam wayang menjadi mudah diserap masyarakat.

 

Doorprize Sepeda

 

Acara kemudian ditutup dengan pembagian doorprize bagi pemirsa yang beruntung. Lima sepeda dijadikan doorprize dalam agenda ini.

 

Untuk mengikuti undian, peserta diwajibkan terlebih dahulu mengisi kuis kecil-kecilan secara online. Pemirsa yang hadir di tempat maupun menyaksikan melalui Youtube punya kesempatan yang sama untuk memenangkan doorprize.

 

Undian kemudian dilakukan Rektor beserta Panitia di penghuung acara. Lima pemenang kemudian terpilih dan telah mengambil hadiahnya. Mereka adalah Mohamad Fadhli (warga Purbalingga), Kang Trick (warga Luwu Sulawesi Selatan), Danendra (warga Sukoharjo), dan dua pemirsa langsung asal Jogja yaitu Suryanto dan Junica Ismawati.

 

“Kami beri tenggat, hadiah dapat diambil maksimal 1 minggu di Fakultas Ekonomi UNY, dengan membawa Kartu Identitas dan Handphone dengan nomor yang didaftarkan di Kuis. Semua hadiah telah diambil,” pungkas Siswanto selaku Ketua Panitia Dies.

 

No Responses

Comments are closed.