Mobil listrik adalah masa depan. Bagi UNY, masa depan itu telah hadir sebagian diantaranya di hari ini. Tepat saat diluncurkan oleh Menristekdikti dalam malam puncak dies natalis di Halaman Rektorat, Jum’at (21/06).
Garuda UNY luar biasa. Hal tersebut diungkapkan Menristekdikti dalam peluncuran prototipe mobil listrik Garuda UNY besutan civitas Fakultas Teknik.
Sebutan luar biasa tersebut bukannya tanpa alasan. Sang menteri menuturkan bahwa mobil listrik adalah masa depan karena kemampuannya mengusung hemat energi, ekonomi hijau, dan menghindari polusi udara. Bahkan sejumlah negara di dunia yang telah dan sedang mengembangkan mobil listrik, saat ini sedang bertarung karena persaingan kekuasaan dan teknologi.
“Lihat perang dagang antara AS dan Cina, terkait 5G, itu juga berebut teknologi mobil listrik. Mobil listrik adalah masa depan, siapa menguasai mobil listrik akan bergerak mengikuti perkembangan dunia,” ungkap Nasir dalam malam puncak dies natalis di Halaman Rektorat, Jum’at (21/06).
Ketika masa depan masih diperebutkan di negara lain, Nasir menyebut bahwa sebagian diantaranya telah hadir di UNY. Walaupun demikian, masa depan ini belum sepenuhnya hadir jika belum diproduksi secara masal. Oleh karenanya, Nasir berpesan agar civitas UNY tak lekas puas. Mengoyak sebagian lain dari masa depan yang belum terengkuh, agar UNY dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa!
Karya Inovatif
Rektor UNY Prof. Sutrisna Wibawa dalam kesempatan yang sama menuturkan, mobil listrik garuda UNY menjadi inovasi yang telah teruji dalam kompetisi di Singapura. Inovasi tersebut dilakukan beriringan dengan mobil hemat energi yang juga diproduksi tim Garuda UNY, sebutan kelompok anak-anak fakultas teknik yang aktif di bidang rekayasa otomotif ini.
Khusus untuk mobil hemat energi, UNY telah berhasil menyabet rekor Asia saat berkompetisi di Jepang. Satu liter bahan bakar minyak saat itu membawa mobil buatan UNY mampu menempuh jarak 283 kilometer.
“Mobil cacahipun kaleh (ada dua mobil karya inovasi civitas FT UNY), sampun (sudah) teruji di tingkat dunia,” ungkap Sutrisna.
Menteri Nasir menyatakan bahwa prototipe mobil listrik yang dibuat Tim Mobil Garuda FT UNY adalah upaya anak bangsa yang harus terus didukung dan dikembangkan, mengingat kendaraan bertenaga listrik merupakan mobil masa depan yang ramah lingkungan.
“Dalam hal ini, “green economy” harus kita kembangkan, hemat energi harus kita lakukan, dan menghindari polusi udara,” papar Menristekdikti.
Walaupun demikian, ia berpesan agar inovasi yang sudah dihasilkan jangan sampai hanya sebatas prototipe saja, namun inovasi tersebut harus dapat dikomersialisasikan. Secara teknis, cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan daya siang dan menyesuaikan dengan permintaan pasar. Oleh karena itu, kajian yang harus dilakukan kampus bukan hanya produksi mesin. Tapi juga kajian ekonomi dan material.
Inovasi Baterai dan Produksi
Kajian tersebut disebut oleh Nasir tak bisa berlangsung tepat dan perlu melibatkan multidisiplin dan multisektor.
Baterai menjadi satu sektor yang perlu untuk segera dikembangkan. palagi untuk total pembiayaan produksi mobil listrik, baterai memiliki porsi mencapai 30–35%.
“Ini yang masih cukup signifikan nilainya, maka bagaimana riset di bidang baterai harus kita kembangkan terus,” ungkapnya.
Nasir menambahkan, saat ini Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sedang mengembangkan baterai lithium. Dia mengatakan, baterai lithium tersebut ditargetkan sudah dapat diproduksi lokal tahun pada 2022.
Dalam skala nasional, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku baterai, Nasir mengatakan saat ini pemerintah telah menyiapkan kawasan industri terpadu yang memproduksi baterai mobil listrik di Halmahera, Maluku dan Morowali, Sulawesi Tengah yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2021-2022.
“Kalau nanti di Morowali dan di Halmahera sudah jadi, bahan baku dari situ. Maka sudah ada baterai lokal dari Indonesia. Ini akan menghemat harga satu kendaraan mobil listrik,” ucapnya.
Sedangkan untuk manajemen produksi, Kemristekdikti memimpin inovasi dengan membentuk konsorsium Mobil Listrik Nasional (Molina). Dalam konsorsium tersebut, Kemristekdikti telah menganggarkan Rp 100 miliar setiap tahun untuk mendorong riset di bidang kendaraan listrik hemat energi dan menciptakan kendaraan bebas polusi. industri juga digandeng mengembangkan suku cadang kendaraan listrik tersebut.
Sejauh ini, beberapa perguruan tinggi telah terlibat dalam konsorsium tersebut. Diantaranya Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, dan Udayana Bali.
“UNY akan kita dorong segera bergabung dalam konsorsium ini. Menjadi kolaborasi riple helix antara perguruan tinggi, pemerintah dan industri,”
Kolaborasi Sektor Industri
Untuk makin mempercepat kolaborasi lintas sektor, Nasir mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mendalami pengembangan dua hal. Yang pertama, memperkaya pendidikan vokasi agar SDM untuk pengembangan mobil listrik tersedia melimpah, dan yang kedua menyediakan insentif bagi industri yang lebih menarik lagi agar pemilik modal berinvestasi di sektor ini.
Langkah kedua tersebut sedang disusun dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) pemberian insentif super deductible tax. Apabila perusahaan melakukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui vokasi dan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang), termasuk investasi di mobil listrik, maka pajaknya akan dikurangi sampai 200% dari jumlah pengeluaran yang dilakukan perusahaan tersebut. Meski tidak menyebutkan waktu rilis, ia berharap beleid ini dapat segera diresmikan dan dipublikasikan pada tahun ini.
“Misalnya perusahaan riset mobil listrik 100 miliar, maka bayar pajaknya nanti didiskon 200 miliar. Rancangan aturan ini sudah ditandangani oleh lima menteri. Masih ditunggu, mau ditandatangani Presiden,” ungkap Nasir.
Insentif lain adalah penurunan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Kebijakan ini diubah agar lebih sensitif terhadap emisi. Karena selama ini barang yang berbiaya tinggi begitu saja diberi PPnBM, padahal barang tersebut bisa jadi modal untuk pengembangan dan bahan riset.
“Wong sekarang saja di kampus itu beli buku bagus dari luar negeri, sering kena PPnBM. Buku dianggap barang mewah, orang jadi malas baca buku dan riset. Padahal orang harusnya diberi insentif, jangan dibuat malas riset,” ungkap Nasir.
Rangkaian kebijakan tersebut diharapkan Nasir dapat menyusun dan memperkuat kolaborasi triple helix antara perguruan tinggi, pemerintah dan industri. Kerjasama ini dapat menjadi kunci untuk mewujudkan Indonesia memiliki mobil listrik 2025 yang bisa diproduksi massal.
“Harapannya sampai di tahun 2025 Indonesia sudah punya mobil listrik sendiri. Ini sebenarnya tinggal bangun secara bertahap untuk kolaborasi dengan industri. Sekarang masalah ‘spare part’ (onderdil), maka untuk spare part harus kita gandeng industri yang menghasilkan komponen,” pungkas Nasir.
No Responses