Aulia Mawwadah: Putri Seorang Penulis Tumbuh Jadi Penyair

 SOSOK

Ilmu pengetahun tidak melulu tentang angka. Literatur menjadi gagasan yang tengah digaungkan pemerintah di tengah perkembangan zaman yang semakin maju. Pengetahuan yang didapat dalam literatur bisa menjadi sumber pengetahuan dan rekreasi. Aulia Mawaddah memilih puisi sebagai bidang literatur yang kini sedang ia kembangankan untuk memaksimalkan potensi yang ia miliki.

Prestasi masih kerap dikaitkan dengan pencapaian individu di bidang ilmu esakta. Angka dan rumus masih menjadi pilihan sekolah untuk mengklasifikasikan peserta didik mereka pada lingkup pengetahuan. Keberhasilan seseorang akan selalu dinilai “wah” saat mereka berhasil memenangkan perlombaan yang memiliki keterkaitan dengan ilmu murni tersebut. Di dunia perkuliahan, prospek kerja jurusan SAINTEK juga dinilai jauh lebih menjanjikan.

Di balik gemilang dunia esakta terdapat bidang pengetahuan bahasa yang di dalamnya memuat cabang keilmuan sastra. Dunia sastra menjadi bidang ilmu bahasa yang masih digemari dari dulu hingga saat ini. Hasil dari produk yang dihasilkan sastra ada berbagai jenis. Puisi, cerita pendek, novel, pantun, dan masih banyak lagi jenis karya sastra.

Dari berbagai jenis karya sastra, puisi lah yang mampu membuat Aulia Mawaddah masuk ke dunia sastra. Mahasiswa semester tujuh Universitas Negeri Yogyakarta Angkatan 2020 ini tertarik memasuki Program Studi Sastra Indonesia setelah ia memenangkan perlombaan puisi yang diadakan saat masih SMA.

Masuk menggunakan jalur mandiri prestasi, Aulia Mawaddah menceritakan bahwa ia menggunakan sertifikat penulis tingkat nasionalnya untuk dilampirkan sebagai portofolio pendaftaran mahasiswa UNY.

“Saya kebetulan masuk menjadi mahasiswa UNY lewat jalur mandiri prestasi. Jadi, dulu saya itu sempat ikut beberapa lomba puisi dan berhasil mendapat sertifikat penulis terbaik di tingkat nasional. Lalu, saya lampirkan sertifikat itu sewaktu melakukan pendaftaran di UNY dan alhamdulillah diterima menjadi mahasiswa UNY. Mungkin itu menjadi salah satu jalan saya untuk masuk ke UNY,” ungkap Aulia Mawaddah saat ditemui oleh tim Pewara Dinamika.

Aulia Mawaddah saat itu masih duduk di bangku SMA saat memenangkan lomba puisi pertamanya. Lomba puisi tingkat nasional ini merupakan lomba yang dibuat dalam program Gerakan Sekolah Menulis Buku Chapter IV: Nasional Tahun 2019. Puisi yang dikirim ke perlombaan ini merupakan karya puisi pertama yang ia buat.

“Jadi waktu masih SMA, sekolah saya pernah mengadakan acara lomba puisi tingkat provinsi. Alhamdulillah, puisi yang saya kirimkan diterima dan mendapatkan juara kedua. Sejak saat itu akhirnya saya jadi suka puisi. Nah, karena itu kan puisi pertama yang saya kirim dan ternyata langsung menang saat ikut lomba. Jadi setelah itu berlanjutlah menulis puisi sampai sekarang,” tutur Aulia Mawaddah.

Setelah kejuaraan pertama yang diikutinya, Aulia mulai gemar mengirimkan karya puisisnya ke berbagai perlombaan. Predikat penulis terbaik kerap ia sandang. Info perlombaan ini biasa didapat dari media internet atau dari tetangganya yang kerap ia panggil dengan sebutan “tante”.

Kemampuan menulis karya sastra Aulia ini ternyata merupakan hal yang dipacu dari ayahnya yang dahulu kerap menulis rubrik di surat kabar. Penanaman kebiasaan membaca diberikan oleh ayahnya yang kerap mengajaknya pergi ke toko buku tiap malam. Setelah beranjak dewasa, Aulia mulai mengembangkan koneksinya dengan tetangganya yang merupakan penulis novel. Bertukar pemikiran tentang sastra dan mencari informasi terkait lomba sering Aulia lakukan dengan tantenya.

“Basic ayah saya sebenarnya seorang penulis. Beliau pernah menulis koran gitu, tapi maksudnya bukan pekerjaan tetap ya. Kaya iseng-iseng aja. Tulisannya itu beberapa kali diterbitkan di Bangka Belitung Post. Kalau untuk kebiasaan, dari kecil mah saya sudah dibiasain tiap malamnya buat datang ke Gramedia. Jadi buku di rumah banyak banget jumlahnya. Udah sampai segudang kayaknya,” ungkap Aulia Mawaddah saat ditanya mengenai pengaruh keluarga dalam kemampuannya menulis puisi.

“Sama saya mendapatkan informasi dari tetangga yang biasa saya panggil tante. Tante ini sudah senior banget. Sudah nulis novel dan macemlah. Saya sering main ke rumah beliau. Terus merasa keren banget karyanya yang sudah dibukukan,” tambahnya. Meski memiliki background sebagai putri dari seorang penulis, Aulia memulai karier kepenulisan tidak dimulai saat berada di bangku Sekolah Dasar (SD) ataupun Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun baru saat ia berada di jenjang Sekolah Menengah Akhir (SMA). Saat ditanya seputar karya yang paling ia suka, Aulia menjawab bahwa karya pertamanya yang paling membuatnya berkesan. Pengekspresian emosi dituangkannya semasa membuat puisi.

“Pandangan saya sastra itu wadah untuk kita menuangkan emosi atau mengekspresikan masalah. Kalau lagi ada masalah atau sedih saya tuangkannya ke puisi. Terus kalau ada lomba saya kirim tulisan tersebut ke lomba,” tutur Aulia Mawaddah. Selain mengikuti perlombaan puisi, ia juga aktif dalam komunitas sastra seperti Bintang Indonesia. Baginya komunitas sastra menjadi wadah ia untuk bertukar pemikiran dengan penulis puisi yang lain. “Pertama itu support orang tua, karena support itu benar-benar berpengaruh banget dalam hidupku. Kalau aku sebagai seorang individunya ya, aku itu selalu suka berbaur sama orang yang baru. Apalagi yang lebih tua dari aku. Karena pemikiran yang berbeda itu nggak selamanya salah. Contohnya pemikiran orang nggak masuk di kita, yaudah kita nggak boleh membatasi diri. Maksudnya jadiin kayak, ‘oh ternyata ada yang memikirkan kaya gini’. Orang itu banyak,” ungkap Aulia Mawaddah.

Sampai saat ini karya yang ia lombakan sudah dimuat kedalam 10 buku kumpulan puisi se-Indonesia.

No Responses

Comments are closed.