Tahun lalu kita dikejutkan dengan viral penggunaan bahasa Jawa halus (krama inggil) di Bandara Internasional Dubai Uni Emirat Arab.Tahun telah berganti, namun fenomena tersebut masih kontekstual dalam rangka memelihara bahasa Ibu. Adalah sosok Wahyu Pratomo, seorang warga Bandung, yang pertama kali mengunggah di Instagram story @wahyupratomo dan akunYouTube. Saat itu Wahyu sedang transit dalam penerbangan Amsterdam-Jakarta.
Begini pengumuman itu berbunyi: “Nuwun Sewu, bapak-bapak soho ibu-ibu, penerbangan emirates EK tigo gangsal wolu dateng Jakarta bade sedoyo…“Artinya: “Permisi Bapak-bapak, Ibu-ibu, penerbangan Emirates EK tiga lima delapan ke Jakarta saat ini akan…”
Sontak boarding announcement ini mengagetkan penumpang Indonesia dan warga negara lainnya. Mereka senyum-senyum sembari mengekspresikan keheranannya. Bahkan, seorang warga Jerman di samping Wahyu bertanya, “What language is this? Sounds nice.” “Javanese, one of our local language in Indonesia,” jawab Wahyu. Keheranan yang dirasakan para penumpang juga dialami para warganet. Rasa kaget bercampur bangga menjadi bahan obrolan warganet. Seketika bahasa Jawa menjadi topik yang menarik untuk dibincangkan.
Pengunaan Bahasa Jawa dan 24 bahasa lainnya di luar bahasa arus utama (Inggris, Arab, Tiongkok, Perancis, dll) di Bandara Internasional Dubai merupakan kebijakan manajemen Bandara Dubai sejak pertengahan 2015.
Di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta, pengumuman dengan menggunakan bahasa Jawa juga telah lazim terdengar. Pengumuman dalam versi bahasa Jawa mulai digunakan pada 17 Juli 2017 dan diucapkan setelah pengumuman menggunakan bahasa Indonesia, kemudian disusul bahasa Inggris.
Kira-kira begini pengumuman itu terdengar, “Nyuwun kawigatosipun. Ngaturaken pamengkasan kagem penumpang Citilink ingkang nomer penerbangan QG setunggal nol gangsal (105) tujuan Jakarta. Para penumpang kasumanggaaken enggal-enggal minggah motor mabur. Matur nuwun.” Artinya, “Mohon perhatian. Diberitahukan untuk terakhir kali kepada penumpang Citilink nomor penerbangan QG 105 tujuan Jakarta. Para penumpang dipersilakan segera naik ke pesawat. Terima kasih.”
Pada bulan Juli 2017 juga terjadi peristiwa yang menuai respon warganet. Kali ini datang dari unggahan akun @sosmedmakassar. Akun ini meng-unggah ulang akun medial sosial @asritnbtr. “Hanya di Kepulauan Selayar, penyampaian oleh pihak bandara menggunakan bahasa daerah, kereen,” tulis Asri dalam keterangan video.
Senior Avsec Bandara H Aroeppala, Ibnu Eka Fardiansyah mengatakan penggunakan bahasa daerah (Selayar) di Bandara H Aroeppala Selayar, Sulawesi Selatan sudah dilakukan sejak bulan Februari 2017. Alasannya untuk lebih meningkatkan nilai kebudayaan, memperkenalkan bahasa Selayar ke orang-orang pendatang, dan banyak orang Selayar (orang kampung) yang baru menggunakan jasa transportasi udara, tapi tidak tahu bahasa Indonesia apalagi Inggris,” kata Fardy kepada KompasTravel (kompas.com).
Fenomena penggunaan bahasa daerah lain di bandara tentu kita syukuri. Betapa tidak, bahasa daerah di Indonesia mengalami ancaman kepunahan. Tercatat 25 bahasa berstatus hampir punah, sementara 13 bahasa daerah lainnya dinyatakan telah punah. Ancaman kepunahan ini juga melanda dunia. UNESCO mengestimasi, jika tak ada tindakan apa-apa, setengah dari 6.000 bahasa yang dipakai di dunia akan hilang hingga akhir abad ini.
Oleh karena itu, kita berharap penggunaan bahasa daerah di bandara-bandara diikuti bandara-bandara lainnya bahkan menjadi kebijakan pemerintah. Bukan untuk siapa-siapa tapi untuk kelestarian kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Kembali pada penggunaan bahasa Jawa. Tentu sebagai pimpinan universitas di Yogyakarta dan juga guru besar bahasa dan filsafat Jawa, saya bersyukur. Di UNY sendiri, penggunaan bahasa Jawa telah menjadi habitus sivitas akademikanya. Bahasa Jawa digunakan di mana-mana, baik di ruang-ruang kuliah, kantin, kantor, lapangan, laboratorium, taman, bahkan tempat parkir. Tak hanya itu, sebagai pada acara-acara tertentu, saya pun berpidato menggunakan bahasa Jawa.
Tak kalah bersyukurnya, pelestarian budaya Jawa di Kampus Karangmalang tidak hanya dalam bentuk penggunaan bahasa Jawa. Bentuk-bentuk tradisi budaya Jawa terus dilanggengkan, baik dalam bentuk tarian, pakaian adat, nyanyian, alat musik, dan lainnya. Alhamdulillah pelestarian budaya Jawa telah menjadi tanggung jawab bersama warga UNY. Mari kita berbahasa daerah (Jawa) untuk bangsa Indonesia yang majemuk.
No Responses