DESEMBER 2017 – Diaspora Akademik Hardika di Hongkong

 LAPORAN UTAMA

“Dika membawa harapan baru bagi dunia TIK di Indonesia. Alumnus FT itu kini sedang berjuang di tingkat master. Hongkong menjadi pilihannya untuk studi”

DI antara ribuan cendekiawan muda pagi itu terlihat kontras senyuman merekah Dika. Pemilik nama asli Hardika Dwi Hermawan, alumnus Pendidikan Teknik Informatika, FT, UNY, angkatan 2011, itu resmi menjadi mahasiswa Pascasarjana University of Hongkong (HKU).

 

Mengenakan dasi plus almamater serba hijau membuat pria asal Purbalingga ini tampak elegan. Setahun mendatang ia akan menjalani studi di Jurusan Information Technology in Education (MITE).

 

Dika bangga bisa belajar di kampus ternama peringkat empat dunia. HKU masuk ke dalam jajaran kampus top setara Harvard University, Oxford University, dan Standford University. Berdasarkan Times Higher Education (THE) HKU dinyatakan universitas jempolan di Asia.

 

Sedangkan di posisi dunia HKU menempati peringkat 26 kampus terbaik. Predikat demikian semakin mendorong Dika untuk berpacu secara akademik dengan para pelajar mumpuni lain.

 

Sebelum diterima HKU Dika telah mengantongi Letter of Acceptance (Loa) dari perguruan tinggi Eropa, Australia, dan Asia seperti University of Brimingham (UK), Glasgow University (UK), Adelaide University (Australia), Monash University (Australia), dan Mahidol University (Thailand).

 

“Namun setelah berbagai pertimbangan, saya pun mantap memilih HKU untuk melanjutkan pendidikan saya,” ujarnya. Pilihan ini telah ditimbang matang oleh Dika dengan pelbagai konsekuensi logis yang menyertainya.

 

Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan salah satu pertimbangan Dika. Menurutnya, hasil PISA tahun 2016 menempatkan Hongkong menyabet posisi lima besar selain Singapura, Jepang, Korea, dan Taiwan.

 

“Finlandia turun menjadi peringkat 6 dan hal ini menggambarkan bahwa kiblat pendidikan telah beralih ke negara-negara di Asia,” ungkapnya. Potret tersebut menggeser pandangan superioritas Barat yang kini beralih ke Timur.

 

Selama proses pencarian kampus Dika acap dirundung perasaan ketar-ketir. Ia mengisahkan perjalanannya sebelum diterima di HKU. Mulanya Dika dinyatakan tak diterima. Namun, setelah sekian minggu bergulir, kantor internasional mengontaknya.

 

Warta bagus disampaikan pihak kampus: Dika diterima dengan prasyarat kelengkapan berkas. “Setelah melalui proses pengurusan visa, administrasi kampus, dan lain sebagainya, pada Agustus 2017 saya resmi menjadi mahasiswa HKU.”

 

Dari beberapa mahasiswa Indonesia di Hongkong Dika merupakan satu-satunya penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). “Saya juga satu-satunya mahasiswa Indonesia S-2 di sana. Yang lain, semuanya, adalah mahasiswa S-1.” Kenyataan tersebut justru mendorong Dika untuk terus menimba ilmu secara total. Relasi dan tantangan baru cenderung mencambuk Dika menuju kebernilaian perjuangan.

 

Hongkong adalah kawasan metropolitan baru bila disandingkan dengan Tiongkok yang telah eksis beribu-ribu tahun. “Di samping itu,” menurut Dika, “HKU memiliki non-local students yang lebih dari 55% dan seluruh fakultas menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.”

 

Belajar di HKU, bagi Dika, merupakan salah satu kesempatan terbaik yang tak bisa dilewatkan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kapabilitasnya di bidang pendidikan teknik informatika.

 

Hongkong serupa kawah candradimuka. Gemblengan di sana diharapkan Dika dalam rangka mempersiapkan diri untuk berontribusi buat Indonesia di masa depan. Motivasi demikian menandakan daya teropong futuristik Dika. Karena betapapun TIK akan terus menjadi induk ilmu zaman milenial.

No Responses

Comments are closed.