Digital Library UNY hadir bukan untuk menggantikan buku. Semangat literasi tetap menjadi landasannya. Serta E-Book dan digitalisasi karya tulis sebagai tiang pancang. Harapannya, digitalisasi justru menyelamatkan buku sekaligus minat baca generasi muda yang kerap memudar.
Belasan ribu Skripsi, Tesis, Disertasi, dan karya ilmiah, pada Maret 2016 lalu berserakan di samping kiri Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Tumpukan pengetahuan tersebut dilempar begitu saja dari lantai empat gedung, dan terhambur di tanah lapang. Tak lama, beberapa pekerja nampak mengangkat karya-karya tersebut layaknya seonggok kertas tak berguna. Dimasukkan ke truk bak terbuka, dan menurut Mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Quraisy Mathar, kala itu hendak sengaja dimusnahkan.
Namun pemusnahan tersebut, bukan berarti menghilangkan arsip yang berisi peluh keringat para civitas akademika begitu saja. Kampus, ungkap Quraisy, sangat menghargai perjuangan pembuatan karya ilmiah dan melakukan standar pengelolaan arsip. Pemusnahan arsip statis, diikuti dengan mempertahankan arsip dinamis yang telah mengalihmediakan karya-karya tua tersebut kedalam format PDF.
“Sehingga, bisa diakses online oleh siapapun dan dimanapun, dan karya itu lebih abadi, sehingga ini (digitalisasi) menyelamatkan buku dan karya-karya. Bagi yang ingin mengakses skripsi mahasiswa UIN Alauddin versi online-nya di laman web opac.uin-alauddin.ac.id. Dan pada September 2016, UIN Alauddin bersama dengan Kota Makassar menjadi tuan rumah konferensi perpustakaan digital Indonesia (KPDI),” kenang Quraishy atas fenomena yang sempat viral di jagat maya tersebut.
Digitalisasi dan penyediaan koleksi berbasis fisik secara terbatas, sebenarnya juga dilakukan di banyak kampus. Universitas Hassanudin Makassar misalnya, kampus yang bertetangga dengan UIN Alauddin, diungkapkan oleh Quraishy hanya menampilkan koleksi sejak tahun 2005 dan mendigitalisasi yang lama. Senada dengan hal tersebut, Dr. Zamtinah, Kepala UPT Perpustakaan UNY mengakui juga memiliki mekanisme pengarsipan dan penampilan koleksi serupa dengan apa yang dilakukan Quraisy.
“Walaupun kita tidak pernah lho ya, melempar seperti itu. Kita arsipkan dan yang kita tampilkan di Perpustakaan memang yang tertentu, disitu digitalisasi berperan sangat positif. Dan karena keterbatasan ruang memang, tidak semua Skripsi/Tesis/Disertasi (secara fisik) dapat dipajang di ruang layanan,” ungkap Zamtinah yang juga sepakat bahwa digitalisasi berkontribusi beraktif dalam merawat koleksi perpustakaan.
Menginklusifkan Buku
Perpustakaan digital diproyeksikan akan berperan sentral dalam pengembangan universitas. Di dalam perpustakaan yang kelak diproyeksikan tak memiliki buku konvensional sama sekali tersebut, buku elektronik, jurnal internasional, serta Skripsi, Tesis, dan Disertasi sivitas UNY lintas zaman akan disediakan secara daring. Langganan jurnal UNY yang juga terus ditingkatkan seiring waktu, diharapkan dapat mendukung kualitas penelitian maupun tugas akhir para mahasiswa. Sehingga sebagai keluarannya lagi-lagi, ialah grand design universitas di tahun 2018 untuk meningkatkan kompetensi lulusan sekaligus memantaskan diri sebagai World Class University.
“Perpustakaan dalam pandangan saya adalah jantung sekaligus urat nadi menuju World Class University. Karena disinilah lumbung ilmu kita, dan secara bertahap kita menyediakan untuk layanan sekitar 300-400 komputer sekaligus e-library. Sehingga dari mana saja, asal ada koneksi internet, mahasiswa bisa akses koleksi daring perpustakaan,” ungkap Dr. Zamtinah, Kepala UPT Perpustakaan UNY.
Kemampuan untuk mengakses koleksi secara daring inilah, yang kemudian diungkapkan Zamtinah sebagai upaya menginklusifkan koleksi bagi semua. Data dari UPT. Perpustakaan menunjukkan bahwa walaupun UNY memiliki 132.327 judul koleksi buku cetak dengan 283.899 eksemplar, namun setiap harinya rata-rata baru dikunjungi sekitar 800-1500 setiap hari. Jumlah yang didapat pada tahun 2017 lalu, ungkap Zamtinah, baru meningkat sekitar 13,1% dalam setahun. Walaupun di momen-momen tertentu layaknya menjelang tahun ajaran baru maupun ujian dan musim sidang tugas akhir, angka tersebut bisa melonjak drastis.
“Tapi itu kan hanya momen tertentu saja. Padahal, kita menargetkan peningkatan jumlah mahasiswa yang memanfaatkan fasilitas perpustakaan sebesar 20%. Jalan untuk mencapai optimal sesuai target, menginklusifkan perpustakaan, masih panjang,” ungkap Zamtinah.
Selain itu, target-target yang tertaut dalam Laporan Pelaksanaan Program Tahunan UNY tahun 2017, juga menunjukkan belum terpenuhinya apa yang dicita-citakan oleh perpustakaan. Peningkatan jumlah dosen yang memanfaatkan fasilitas perpustakaan misalnya, hanya 4,3% dari target 6%. Sedangkan peningkatan pengunjung database yang dilanggan UNY melalui e-journal/e-book, yang hendak dipopulerkan UNY dengan adanya Digital Library, baru meningkat 12,1% dari target 20%.
Kekurangan tersebut menurut Zamtinah, selama ini berlangsung karena dua hal. Yang pertama, adalah kurangnya fasilitas komputer yang bisa digunakan untuk mengakses koleksi digital secara langsung di perpustakaan. Mahasiswa dalam mencari rujukan masih gemar mengunduh buku bajakan atau fotokopi milik teman, alih-alih berebut sekitar 20 komputer yang disediakan di lantai 3 gedung perpustakaan. Jumlah 20 komputer tersebut, pada dasarnya tidak proporsional dibanding jumlah pustakawan yang secara rutin mengunjungi perpustakaan UNY, maupun tambahan pengunjung yang sedang ditargetkan universitas.
“Jadi kita berada di lingkaran dilema. Kita ingin meningkatkan pengunjung, tapi pengunjungnya juga susah didatangkan kalau komputer mau pakai saja harus rebutan. Ini sangat tidak seimbang,” ungkap Zamtinah.
Budaya dan Ketersediaan Literasi
Alasan yang kedua, kemudian dikaitkan Zamtinah kepada tugas dosen yang kerap belum berbasis koleksi perpustakaan. Beberapa dosen ungkapnya masih lebih intensif membawa buku ajar sendiri maupun melakukan studi dalam kelas berbasis komunikas verbal maupun power point.
Walaupun hal tersebut tetap baik dan sejalan dengan kebebasan berakademik yang dimiliki para dosen, Zamtinah mengungapkan akan lebih konstruktif jika kegiatan belajar mengajar tersebut dilengkapi dengan kajian literatur yang lebih intensif layaknya me-review jurnal. Himbauan untuk meningkatkan basis budaya literasi telah terus disuarakan oleh Pimpinan UNY bersama dengan UPT Perpustakaan. Jurusan-jurusan di Program Pascasarjana UNY, layaknya diungkapkan Prof. Herman Dwi Sujono, Ketua Prodi S2 Teknologi Pembelajaran PPs UNY, telah rutin menjalankan hal tersebut.
“Ya memang budaya literasi itu penting, dan di Pascasarjana sudah bagus karena tugas kuliah kita minimal review jurnal Scopus lah ya. Sehingga menjadikan perpustakaan sebagai magnet dari mereka. Tapi kadang juga ada jurnal yang belum ada di perpustakaan, maupun koleksi buku yang ingin kita rujuk ternyata belum ada atau mencarinya butuh waktu. Alternatifnya kadang Scihub (website penyedia jurnal bajakan), atau konvensional saja semacam copy teman,” ungkap Herman
Menyikapi hal tersebut, Zamtinah mengungkapkan bahwa penyediaan yang lebih masif melalui Digital Library UNY dapat menjadi solusi. Ketersediaan server berjaringan yang membuat para sivitas bisa mengakses koleksi dari mana saja, diungkapkan Zamtinah sejalan dengan peningkatan akses fasilitas e-library dari gadget pribadi yang berdasarkan statistik sebesar 30% di tahun lalu. Beberapa koleksi UNY yang selama ini masih sulit diakses oleh khalayak sivitas, layaknya koleksi karya disertasi rektor maupun tokoh penting UNY di zaman lampau, juga akan difasilitasi untuk pencarian jejak dan digitalisasi oleh pihak perpustakaan.
Sehingga nantinya, jurnal dan beberapa e-book lainnya yang dilanggam oleh UNY dapat mengakses literasi yang mereka kehendaki bahkan dari rumah masing-masing. Sedangkan beberapa koleksi yang lebih sensitif layanya Skripsi Tesis Disertasi tertentu, disediakan dalam bentuk softcopy (.pdf) yang hanya bisa dibaca dan diakses secara langsung di Digital Library tanpa boleh dicopy/diunduh.
“Untuk koleksi seperti karya rektor maupun tokoh UNY zaman dahulu, akan kita upayakan. Kalau perlu, kita sowan ke rumah keluarga. Mendigitalkan adalah mengabadikan, dan ini bisa jadi langkah kita bukan hanya memupuk budaya dan menyediakan literasi, tapi juga penghormatan kepada beliau,” pungkas Zamtinah.
No Responses