Kampus umumnya hanya memiliki mars, hymne, maupun bendera untuk menyimbolkan institusinya. Dalam Permenristekdikti 25/2017 yang mengatur Statuta UNY, kampus ini punya identitas unik: lagu jawa gending lancaran.
Saron, instrumen gamelan yang berisi tujuh tangga nada, dipukul perlahan oleh para pemainnya dalam Malam Puncak Dies Natalis, Jum’at (21/06) malam. Semua hadirin terdiam menikmati lantunan merdu para penyanyi UNY.
Termasuk Menristekdikti Prof. Mohamad Nasir yang hadir dalam agenda tersebut. Sampai akhirnya pada penghujung lagu, pecahlah tepuk tangan dari Nasir. Serentak bersama segenap hadirin.
Diamnya Nasir pada kala itu, ia sebut bukan karena mengantuk karena malam telah cukup larut. Namun karena ketakjuban sang menteri bahwa budaya Jawa sangat kental di UNY. Gending Lancaran, semacam hymne kampus yang ditulis dan dinyanyikan dengan langgam Jawa, menjadi bukti kekentalan tersebut
“Budaya jawa di UNY sangat kental. Saya bahkan merasa perlu belajar lagi (karena tidak menguasai sepenuhnya bahasa Jawa krama dan makna kesusasteraan yang ada dalam lagu). Gendhing lancaran ini budaya jawa. Semoga dari keunikan UNY ini, budaya kita dapat terus lestari dan go internasional,” ungkap Nasir mengagumi gending lancaran sebagai identitas spesial yang dimiliki UNY.
Tidak Ada di Kampus Lain
Salhefni, Kepala Bagian Organisasi Biro Hukum Kemristekdikti, menjelaskan bahwa ada hal khusus yang memang tak ada di kampus lain. Itulah gending lancaran UNY yang menjadi langgam jawa identitas kampus.
Identitas tersebut ditambahkan oleh Salhefni, tercantum secara resmi sebagai identitas kampus dalam Permenristekdikti 25/2017 tentang Statuta UNY. Tepatnya pada pasal 6 yang mencantumkan gending lancaran UNY , lengkap dengan lirik dan tangga nadanya.
“Ini Hal khusus yang ada di Statuta UNY, yag mungkin tidak ada di statuta universitas lain,” ungkap Salhefni.
Apabila ditilik balik, ide memiliki Gendhing Lancaran telah tercetus di tahun 1999. Saat itu, Prof. Suminto A. Sayuti menjabat Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Dengan rektor Prof. Suyanto. Suminto yang berlatar belakang budayawan dan memang aktif menciptakan karya-karya bernuansa Jawa, termasuk puisi dan sastra, kemudian mengusulkan kepada Rektor bahwa UNY punya gendhing lancaran.
Inti dari ide tersebut bukanlah sekedar memiliki lagu jawa. Tapi lebih kepada agar UNY memiliki partikularitas dan keunikan sendiri. Karena perguruan tinggi seperti UNY, yang tempatnya di Jogja sebagai Kota Budaya, dianggap Suminto harus menunjukkan juga kepedulian dan perhatiannya pada persoalan bagaimana mengembangkan nila-nilai budaya
” Jadi, kalau sebelumnya kan upacara dies, wisuda kan tidak pernah ada pemusik, gamelan, tari live. Sejak saya menjadi dekan, kami perjuangkan: kita harus memiliki partikularitas, memiliki keunikan tersendiri. Yang cocok ya keunikan ke-Jogja-an,” ungkap Suminto.
Keunikan itu diterjemahkan dalam bentuk Gending Lancaran. Ada tiga orang dosen yang secara swadaya menyusun nada sekaligus lirik gending tersebut: Suminto, Saptomo (Alm.), dan Bambang Suharjono.
Ketiganya menghabiskan waktu berbulan-bulan di FBS untuk menyusun lagu tersebut. Kadang di Pendopo, ruang karawitan, ruang seni musik, sampai di taman kampus.
“Yang penting kita bertiga berkumpul dan berdiskusi,” ungkap Suminto.
Setelah tersusun, Suminto bersama rekan-rekan FBS memperjuangkan gendhing lancaran kepada Senat Akademik. Sampai akhirnya diputuskan melalui Surat Keputusan Rektor UNY di era Prof. Suyanto.
Berisi Nilai Tridharma
Isi dalam tembang Gendhing Lancaran, dijelaskan Suminto merupakan penerjemahan atas visi-misi UNY secara keseluruhan. Ambil contoh syair pembuka gendhing ini: “Tri Prakara Ginebeng Dadi Sawiji“. Artinya, tiga perkara disatukan di kampus ini.
“Tiga perkara itu, ya pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat,” ungkap Suminto.
Dalam mengusulkan statuta UNY menjadi Permenristekdikti 2/2019, tim perumus yang dinakhodai oleh Prof. Yoyon Suryono memasukkan gendhingsebagai salah satu identitas UNY yang hendak dicantumkan. Kemristekdikti dan Kementerian PAN/RB selaku otoritas penetatapan statuta, menyatakan sepakat.
“Gendhing tidak jadi concerndalam perumusan statuta. Tidak ada dissenting opinion (opini berlawanan),” imbuh Yoyon.
Melalui keberadaan Gendhing Lancaran, Suminto selaku perumus berharap tembang tersebut dapat menjadi ingatan kolektif civitas akademika UNY. Bahwa kampus ini dalam melaksanakan kewajibannya harus berbasis pada Tri Dharma, dan apresiasi pada kebudayaan ke-Jogja-an.
“Apresiasi dimana kita berpijak. Mensyukuri Jogja dan kewajiban Tridharma,” pungkas Suminto.
No Responses