Groundbreaking Serentak, Semua Gedung Dipacu Siap Pakai Tahun Depan

 LAPORAN UTAMA

Tantangan dan penjadwalan ulang hadir sepanjang proyek IDB bergulir. Pasca groundbreaking, UNY hadir untuk memastikan hal yang sama sejak 2006 tersebut tak terulang kembali. Belajar dari tantangan yang dihadapi di masa lalu, diiringi perencanaan yang matang jadi kunci utama. Karena peningkatan kualitas pembelajaran sebagai taruhannya. Targetnya jelas, 14 bulan sejak kontrak ditandatangani pada 14 Juli 2017 yang lalu di gedung Kemristekdikti.

“Dan kami optimis dengan target itu. Bagaimana kita belajar, dari yang sudah-sudah, agar kita menjadi lebih baik,” tegas Prof. Sutrisna Wibawa, Rektor UNY. Ketegasan yang juga diamini Dr. Slamet Widodo, Direktur IDB PIU UNY, dan harus dibayar dengan menilik kembali segala tantangan yang pernah dihadapi.

 

Tantangan Sekaligus Harapan Besar

Gedung Laboratorium Seni Musik dan Tari pada awalnya berada satu paket sumber dana dari IDB. Namun keputusan pemerintah yang mengubahnya bersumber dari dana rupiah murni, membuatnya terbangun dan telah digunakan lebih awal dibanding 13 gedung lainnya. Yang terdiri atas Laboratorium Teknik Sipil dan Struktur, Laboratorium Teknik Mesin dan Otomotif, dan Laboratorium Teknik Elektro dan Elektronika (FT); Laboratorium Ekonomi dan Bisnis (FE), Laboratorium Terpadu Ilmu Sosial (FIS), Laboratorium Terpadu Matematika dan IPA (FMIPA), Performance Stage (FBS), Gedung Perkuliahan Umum, Health and Sport Center, Laboratorium PAUD dan PGSD (FIP), Training Center, dan Digital Library.

13 gedung inilah yang mengalami lengkap tiga tantangan utama pembangunan. Proses pembuatan proposal jadi yang pertama dan utama. Koordinasi lintas kementerian yang memakan waktu dengan tenaga memang tak terelakkan. Begitu pula dengan nahkoda UNY yang silih berganti selama proyek ini bergulir. Almarhum Prof. Sugeng Mardiyanto memang menjadi inisiatornya. Dengan Sutrisna Wibawa waktu itu menjabat sebagai Pembantu Rektor II mengkoordinasi langsung perencanaan proyek ini.

Ketika Prof. Rochmat Wahab menggantikan Sugeng, penyesuaian dilakukan dibawah arahan sang rektor. Penyesuaian yang juga dilakukan oleh Sutrisna sendiri dalam posisinya sebagai Direktur IDB PIU UNY 2014-2015. Tidak ada perubahan drastis bahkan penghentian proyek memang. Akan tetapi Slamet mengungkapkan bahwa terdapat satu dua penyesuaian yang konstruktif bagi tantangan pembangunan di masing-masing era. Tantangan yang harus disikapi dengan sikap siap dan tangan terbuka untuk berpacu dalam proyek ini.

“Almarhum Prof. Sugeng yang mengawali. Pak Tris mengkoordinasi semua di IDB ini untuk mengajukan proposal awal. Tapi memang berganti rektor dan masing-masing yang bersangkutan punya program strategis dan skala prioritas tersendiri yang sama unik dan bagusnya. Kami menyesuaikan,” ungkap Slamet.

Tantangan selanjutnya juga hadir dalam perubahan skema proyek. Dari yang awalnya program individu masing-masing kampus untuk diusulkan kepada pemerintah, hingga akhirnya disatukan sebagai satu kesatuan 7 in1 bertajuk The Support Of Development Higher Education In Indonesia. Penyatuan yang berlangsung pada tahun 2010, dan harus membuat rencana awal yang ditelurkan sejak 2006 tersebut berubah total.

“Artinya kita harus membuat konsorsium 7in1. Bertemu, koordinasi, membahas bersama, dengan teman teman tujuh  universitas. Sinergi ini tidak mudah. Tapi tidak ada kata berhenti dan menyerah,” ungkap Slamet.

Tujuh kampus yang disatukan tersebut diantaranya Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dari pulau Jawa, Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dari Pulau Sulawesi, Universitas Tanjungpura (Untan) dan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) dari Pulau Kalimantan, serta Universitas Syiah Kuala dari Pulau Sumatera. Adapun sumber dana dalam proyek ini seluruhnya berasal dari IDB kecuali Unsyiah, yang diperoleh dari Saudi Fund and Development (SFD). Dimana proyek tersebut diharapkan juga meliputi penambahan kapasitas layanan mahasiswa, peningkatan jumlah dosen bergelar doktor dan peningkatan kualitas penelitian dan publikasi ilmiah di tingkat nasional maupun internasional.

“Memang kalau mengandalkan dana dari APBN, tentu tidak akan ketemu. Oleh karena itu manfaatkan sebaik-baiknya agar bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran dan proses pelayanan lebih baik,” imbau Menristekdikti Prof. Muhammad Natsir, dalam penandatanganan proyek 7 in 1 yang diresmikan pada hari Kamis, (14/7/2017) di gedung D Kemenristekdikti.

Sedangkan tantangan yang ketiga dan terberat, datang dari prosedural pengadaan konstruksi. Penggunaan dana IDB berarti UNY harus mengikuti standar yang dijadikan acuan bagi bank tersebut. Termasuk, acuan pengadaan barang dan jasa yang berlangsung lebih detil dan lebih panjang. IDB PIU UNY juga harus mempelajari terlebih dahulu mekanisme tersebut agar bisa melangkah pasti.

“Jika biasanya pakai Perpres, prosesnya 40 hari untuk lelang. Loan agreement ini acuannya IDB Guideline. Sedikit berbeda dengan yang biasa dilakukan di pemerintah. Sesuai SOP IDB, kalau tidak ada kendala saja prosesnya 9 bulan. Realisasi kita justru 16 bulan,”

Slamet juga mengungkapkan, bahwa mekanisme IDB pada dasarnya juga sama baiknya dengan mekanisme pemerintah serta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Salah satu kelebihan IDB adalah proses International Competitive Bidding yang mewajibkan suatu proyek untuk mengundang kontraktor dari seluruh dunia untuk bersaing. Dengan demikian, harga termurah dalam suatu proyek bisa didapatkan dan mewujudkan efisiensi.

“Tapi dari waktunya yang panjang, itu juga jadi setback tersendiri. Akhirnya yang menang juga Waskita Karya (red: perusahaan Indonesia),” pungkas Slamet.

 

Sekaligus Untuk Mengejar World Class University

Tiga tantangan tersebut kemudian tak menyurutkan harapan output pembangunan yang tak kalah besarnya. Merobohkan gedung kecil atau berlantai satu dan dua untuk skala yang lebih besar dan gedung yang makin kokoh, pembelajaran yang lebih optimal dan berkualitas di tengah perluasan ruangan dan penambahan kelengkapan fasilitas diharapkan terjadi.

“Dan ada pula pesan dari Dikti, bisa menambah daya tampung. Walau memang pengadaan SDM itu tidak dibiayai IDB. Menambah mahasiswa itu kan juga menambah dosen, itu belum ada dananya,” ungkap Slamet.

Selain itu, Sutrisna juga mengungkapkan bahwa penambahan kualitas serta kuantitas riset serta publikasi universitas diharapkan terkerek dengan adanya fasilitas laboratorium yang mumpuni. Terlebih lagi, IDB juga menyediakan dana untuk pengembangan riset serta kemampuan sumber daya manusia lewat degree training serta non degree training. Sehingga sebagai muaranya, UNY dapat mempersembahkan karya bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, menelurkan karya bagi kehidupan masyarakat, serta meningkat publikasi internasional sekaligus peringkat dunia UNY berdasarkan QS University. Sesuai dengan Visi UNY 2025 yang mengharapkan UNY untuk berada di peringkat 500 dunia.

“Sehingga dengan program IDB ini, pembangunan gedung lab akan berdampak pada kualitas lulusan. Menyesuaikan dengan pengalaman real life experience, dan pusat riset yang baru ini akan mendukung pencapaian world class university. Bukan hanya gedung bertaraf dunia, tapi  juga jiwa yang bertaraf dunia lewat jiwa dan semangat riset,” pungkas Sutrisna.

 

 

No Responses

Comments are closed.