Wawancara Khusus
Jenderal (Purn) Agum Gumelar, M.Sc.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden
Pertahankan Kerapian, Kebersihan, dan Keberagaman!
Hadir di tengah-tengah civitas UNY, Agum mengaku terkesan dengan kerapian, kebersihan, dan keragaman yang ada di kampus ini. Hal-hal yang menurutnya memang harus ada dan dipertahankan untuk kemajuan pendidikan.
Kepada Redaktur Pewara Dinamika, Ilham Dary Athallah, Jenderal (Purn.) Agum Gumelar, M.Sc. bercerita tentang pandangannya atas UNY dan dunia pendidikan. Sekaligus merefleksikan sejarah dan masa depan bangsa untuk dititipkan ke mahasiswa yang kelak akan jadi pemimpin bangsa.
Dalam seminar di GOR UNY (menyambut mahasiswa baru), Bapak menyebut kompleks UNY serba rapi dan serba bersih. Bisa dijelaskan kepada para pembaca Pewara Dinamika?
Ya, itu kesan saya. Pertama ketika saya masuk ke kompleks UNY, yang saya lihat: serba rapi dan serba bersih. Jadi, saya sangat terkesan dan mudah-mudahan terus bisa dipelihara oleh seluruh mahasiswa UNY karena di satu tempat yang kumuh, kotor, gersang, dan panas, di tempat seperti itu biasanya masyarakat pun gampang panas; senggol dikit berantem. Tapi, di satu tempat yang bersih, sejuk, teduh, hijau, berbunga, di situ sifat masyarakatnya sangat bersahabat. Jadi, tolong dipelihara ini (kerapian dan kebersihan).
Yang saya lihat di kompleks UNY juga adalah keberagaman. Saya bernyanyi (lagu Berkibarlah Bendera Negeriku) bersama Pak Rektor dan para mahasiswa. Ada mahasiswa Papua, ada mahasiswa afirmasi dari daerah terluar lain berbaur dengan anak Jogja.
Keberagaman melengkapi keindahan UNY. Saya tadi tanya singkat: siapa kita? Berhasil dijawab dengan suara keras, patah-patah, namun kompak. Kita Indonesia!
Bagaimana tips dari Bapak agar UNY dapat mempertahankan tiga hal tersebut?
Saya kira pembangunan kalau sekelas bangsa itu namanya nation-building, kalau di kampus mungkin bisa disebut campus-building, pembangunan akan berhasil ketika dilaksanakan di tengah masyarakat yang disiplin. Disiplin adalah kepatuhan setiap rakyat kepada peraturan, perundangan, dan hukum yang berlaku (law abiding citizen, law abiding society).
Tapi, disiplin dan patuhnya bukan disiplin biasa. Generasi muda sebagai masa depan bangsa harus punya idealisme. Tanpa idealisme mau kemana bangsa ini ke depan kalau generasinya apatis.
Wujud idealisme adalah satu sikap mengoreksi, mengkritik segala sesuatu yang tidak benar. Kalau kalian melihat sesuatu yang tidak sesuai idealisme, maka mengkritisi bahkan demo itu bagus. Tapi, kalian harus konsekuen, konsisten pada idealisme. Kalau sekarang kalian menentang yang tidak benar, kalian jangan lakukan waktu jadi pejabat. Jangan sekarang kalian teriak dan caci maki ketidakbenaran, ketika duduk di sana kalian melakukan yang lebih tidak benar.
Ada yang tidak menjaga kebersihan, ya dikoreksi. Tapi kita juga harus jaga attitude: buang sampah di tempatnya mulai dari diri sendiri. Itu contoh sederhananya.
Dalam paparan (kepada mahasiswa baru), Bapak tadi juga menjelaskan implementasi empat pilar. Kenapa empat pilar?
Mahasiswa harus kenal empat pilar. Sarjana bukan hanya tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), menurut saya. Takwa pada Tuhan Yang Maha Esa itu penting. Nasionalisme tinggi juga tak kalah penting. Itulah kenapa empat pilar kebangsaan harus diimplementasikan.
Saya memberikan penekanan pada mahasiswa semua (atas materi empat pilar), karena future belongs to you all (masa depan ada di tangan mahasiswa).
Ketika kemerdekaan diproklamirkan, maka keesokan harinya (18 Agustus 1945) para pejuang berkumpul menentukan apa yang harus dilakukan setelah merdeka. Dengan pertimbangan matang, mempertimbangkan faktor 1) geografis: negara kita kepulauan, dan 2) demografis: negera kita heterogen; multietnis, multibahasa, multiadat, multiagama.
Dengan pertimbangan 2 faktor ini, pejuang kemerdekaan bertekat membentuk NKRI dan mempersatukan bangsa majemuk ini, manjadikan Pancasila sebagai pemersatu, falsafah bangsa, atau ideologi negaranya. Ini adalah hasil perjuangan para pejuang kita, dengan darah, nyawa.
Jadi, kalau detik ini ada kekuatan yang ingin mengganti NKRI, Pancasila, itu adalah musuh negara, musuh kita bersama. Jadi, kita ingin mahasiswa mengenali sejarah bangsanya. Bangsa yang besar juga yang menghormati jasa pahlawannya.
Inilah yang harus dipahami mahasiswa. Kalian masa depan bangsa maka kalian harus bela NKRI, bela Pancasila.
Terkait nasionalisme, tantangan apa yang harus dihadapi mahasiswa?
Sekarang, bangsa Indonesia sedang masa transisi. Pertanyaanya: kita mau jadi bangsa yang besarkah atau justru jadi bangsa yang bubarkah?
Kalau itu pertanyaanya, kalian harus berada pada garda paling depan menjawab pertanyaan ini. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang bubar, kita ingin menjadi bangsa yang besar, itu jawabannya. Untuk itu, tekadkan kita semua untuk dapat melewati masa transisi ini, yang rawan, dengan selamat dan berhasil. Mengapa dikatakan rawan? Kita lihat kenyataan. Ada hal yang menyebabkan.
Yang membubarkan itu, ideologi komunisme? (komunisme sempat dibahas dalam paparan)
Mengenai komunis ini, saya malah tidak khawatir akan bangkit kembali. Apalagi melihat komunis internasional, China, sejak Deng Xiaoping penjadi PM dengan filosofi “Tidak peduli kucing itu warnanya hitam kah, putih kah, kuning kah yang penting kucing itu bisa menangkap tikus”.
Dengan falsafah itu, ia berusaha mensejahterakan rakyatnya dengan sepenuhnya mengadopsi sistem kapitalis dan China sekarang menjadi negara kapitalis terbesar di dunia. Jadi, sudah ditinggalkan nilai-nilai paham komunis di satu sisi. Rusia, Puttin, juga seperti itu. Yang masih kekeuh adalah Kim Jong Un, Korut. Tapi dilihat dari bahasa tubuhnya, ia sudah mulai tertarik dengan kehidupan di alam modern ini. Jadi, kita tidak perlu khawatir akan bangkitnya, walau pun tetap kita waspadai.
Nyatanya, secara alami terjadi rekonsiliasi. Tidak ada lagi anak-cucu komunis, mereka sudah bisa bekerja di mana saja. Kebesaran jiwa sudah dan memang harus kita buka: komunis tidak cocok di bumi kita.
Mengenai komunis lagi, pesan saya justru aparat pun jangan terlalu curiga mendalam pada mereka (orang yang dikhawatirkan memiliki atau menyebarkan ideologi komunisme). Karena yang terjadi (dari kecurigaan berlebihan kepada komunisme) justru mewariskan sesuatu yang tidak sehat untuk anak-cucu: perpecahan.
Sudahlah, fokus pada masa transisi bangsa. Fokus pada perbaikan bangsa di era reformasi. Fokus memanfaatkan kebebasan berekspresi yang terkendali dan produktif. Fokus dengan perkembangan IPTEK.
Kaitannya perkembangan IPTEK dengan nasionalisme?
Papua. Fenomena Papua. Saya sering bertugas di tanah Papua dan saya jatuh hati. Kawan saya banyak dari Papua. Karena saya sempat menjadi Ketua Umum di PSSI, yang namanya Ruli Sinere (pemain Timnas Indonesia) sudah seperti saudara saya. Boas Salosa (juga pemain Timnas), saudara saya. Saya terlalu mencintai Persipura. Pada saat Martin Tabo di Jakarta mengalami sakit beberapa tahun lalu sampai meninggal, saya ikut urus karena kecintaan saya pada tanah Papua.
Terjadi kejadian seperti ini (rusuh di Papua), saya menangis, sedih, prihatin. Tapi saya punya keyakinan, itu hanya dilakukan sekelompok yang terkena provokasi. Saya yakin, mereka (mahasiswa asal Papua) yang berada di UNY tidak seperti itu, mereka mencintai UNY.
Kenapa bisa begitu? Karena berkembangnya IPTEK dunia maya menjadi dunia baru yang sangat rawan. Rawan hoaks, rawan paham radikal.
Oleh karena itu, pada UNY ada dua harapan yang ingin saya sampaikan. Yang pertama, mahasiswa UNY, jadilah kalian ujung tombak untuk mempelopori upaya supaya bangsa ini selamat menuju tujuan reformasi.
Yang kedua, jadilah SDM bermutu. Punya jiwa semangat nasionalisme, kompetitif, disiplin, dan idealis!
Related Posts
Guru Itu Tugas Mulia, Penyalur dan Investasi Peradaban
Tilik Rancangan Dasar Hukum PTNBH UNY
Ir. Drajat Ruswandono, MT. (Sekretaris Daerah Gunungkidul) Pemkab Gunungkidul Dukung Penuh Kampus UNY!
Prof. Dr. Lantip Diat Prasojo, M.Pd. – Majukan UNY dengan Kecepatan Cahaya
GKR Hemas – Anugerah yang Sangat Layak
No Responses