KAMPUS “TURUN GUNUNG” TAWARKAN SOLUSI KEMASYARAKATAN

 LAPORAN UTAMA

INDIKATOR Kinerja Utama (IKU) bertumpu pada ajakan berjangka masa depan dan berkelanjutan. Bagaimana tidak? IKU, terdengar seperti kata penunjuk “itu” dalam bahasa Jawa, menandakan ungkapan penunjuk yang jauh di luar penutur—mengacu pada harapan, cita-cita, atau kehendak. Di balik singkatan kata ini pula tersembunyi konotasi kesiapan administratif sebuah perguruan tinggi untuk mengukur kinerjanya.Sebuah ukuran yang menggadang kampus supaya turun gunung, menghadirkan solusi atas masalah sosial kemasyarakatan.

IKU punya delapan aspek penilaian. Berbagai aspek ini ditandaskan untuk menjadi tolok ukur pemberian insentif sebagaimana tertuang dalam Merdeka Belajar Episode Keenam: Transformasi Dana Pemerintahan untuk Pendidikan Tinggi. Kemendikbudristek, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, menyiapkan tiga skema anggaran: competitive fund, matching fund, dan insentif IKU. Anggaran ini diharapkan mengembangkan tiga sektor. Pertama, meningkatkan relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan industri, dunia usaha, dan dunia kerja. Kedua, memberikan kebebasan kepada perguruan tinggi untuk memilih keunggulan yang ingin dikembangkan. Ketiga, memprioritaskan sasaran agar perguruan tinggi dapat fokus mengejar perubahan yang paling penting.

Pada tahun 2045 Indonesia akan berusia satu abad. Capaian ini kerap disebut sebagai Indonesia Emas. Para ahli memprediksi akan adanya bonus demografi pada tahun itu. Ekonom meneropong di usia emas Indonesia menjadi negara maju dengan perolehan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kelima di dunia. Peluang ini membersitkan tantangan. Prediksi di bidang ekonomi semestinya seirama dengan pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Benar! Pendidikan menjadi tumpuan sebab ia merupakan investasi peradaban. Pada kesempatan itulah perguruan tinggi harus ambil bagian untuk turut merajut sejarah. Bukankah perguruan tinggi adalah tempat di mana produksi pengetahuan, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat dihela?

Membangun manusia melalui jalur pendidikan mustahil memperoleh hasilnya dalam sehari satu malam. Membangun manusia berarti merupakan kerja-kerja kebudayaan. Ir. Soekarno pernah menuturkan: “Jika ingin memetik hasil dalam waktu tiga bulan tanamlah jagung. Jika ingin memetik hasil dalam waktu tiga tahun, tanamlah kelapa, dan jika ingin memetik hasil selama sepuluh tahun, maka didiklah generasi mudamu.” Persis seperti inilah mandat di balik tujuan IKU. Standardisasi yang diberikannya kepada perguruan tinggi merupakan proposal hari depan. Meskipun, tentu saja, mandat ini dirumuskan sedemikian rupa secara ketat.

Pertengahan tahun ini Universitas Negeri Yogyakarta telah menyabet empat kategori nilai IKU. Capaian ini didasarkan atas penilaian tahun 2021. Pertama, UNY meraih posisi tertinggi (Top 10%). Kedua, keunggulan pada tiga kategori IKU, yakni IKU 3, 4, dan 8. Prestasi ini merupakan bukti kinerja kolektif civitas akademika UNY. Capaian akhir tetapi bukan berarti berakhir, keempat predikat yang diraih UNY tersebut diharapkan menjadi motivasi sekaligus energi untuk menyiapkan strategi lebih matang. Bukan hanya untuk IKU. Melainkan melalui IKU kampus UNY dapat berkontribusi nyata dalam mengatasi permasalahan sosial kemasyarakatan di Indonesia. (Rony K. Pratama)

No Responses

Comments are closed.