“Kamilia mewakili Indonesia ke Tiongkok. Tampil perdana di luar negeri langsung menyabet peringkat kedua. Prestasi gemilang tingkat internasional kategori bela diri kungfu”
Perempuan berpakaian olahraga dengan corak warna merah-putih itu menenteng bunga di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya membawa medali seraya diangkat sedada. Medali itu mengalung di leher tanda meraih juara. Perempuan berkucir itu bernama Kamilia Lituhayu, mahasiswi Ilmu Keolahragaan, FIK, UNY.
Kamilia baru saja diberi predikat juara kedua dalam kompetisi FISU World Wushu Championship 2018 di Macau, Tiongkok. Setelah bersaing dari pelbagai negara pada 2-5 Agustus 2018, ia mendapat medali perak untuk kategori Women’s Tajiquan. Mengungguli Ang Guat Lian, Brunei Darussalam, Kamilia menyabet poin 9,23. Sementara Ang meraih 9,00 poin. Tapi ia kalah tipis dengan Mok Uen Ying Juanita, Hongkong, juara pertama, dengan perolehan 9,30.
FISU merupakan akronim dari Fédération Internationale du Sport Universitaire. Jamak orang juga dikenal sebagai International University Sports Federation. Pertandingan ini sangat prestisius karena bukan sekadar mencari menang-kalah, melainkan ajang diseminasi nilai sportivitas melalui spirit universitas.
Kompetisi bergengsi di kancah internasional itu menjadi negara pertama tempat Kamilia bertanding di luar negeri. Ia merasa bangga atas perolehan itu. Indonesia baru pertama kali bertanding di forum dunia. Kamilia adalah perwakilan perdana yang langsung mendapat predikat tiga besar. “Mendapat juara kedua sangat membanggakan bagi saya. Ini pertama kalinya saya mewakili Indonesia pada kejuaraan internasional,” ucapnya.
Usaha Kamilia untuk mencapai titik final pertandingan tak berjalan mulus. Ia sangat rajin berlatih sebelum bertanding. Hampir tiap hari Kamilia mengasah kemampuan kinestetiknya. Itu kenapa kunci utama menjadi jawara tak terlepas dari kegigihan yang total dan militan.
Nama Indonesia tentu ikut melejit di gelanggang internasional. Menurut Kamilia, menjadi kebanggaan tersendiri dapat mengharumkan asma Indonesia di negeri tirai bambu. “Saya semakin bangga terhadap tanah air,” ujar perempuan manis yang tempo hari ikut membawa obor abadi Asian Games dari Yogyakarta itu.
Rekam jejak Kamilia udah dimulai sejak 2016. Pada tahun itu ia merebut medali emas untuk kategori duilian pada kompetisi PON XVIII di Jawa Barat. Tahun berikutnya mendapat peringkat kedua untuk kategori taijijian saat Kejurnas Wushu Senior di Jakarta.
Wajar kalau bejibun prestasi Kamilia raih. Ia mulai serius mencintai seni bela diri asal Tiongkok itu sejak masih mengenakan seragam merah putih. Ketika berusia enam tahun, berada di kelas satu SD, Kamilia telah diajarkan wushu oleh orang tuanya. “Sampai saat ini berarti sudah hampir 13 tahun,” ujarnya.
Sejak kecil Kamilia terkenal aktif. Kecenderungan inilah yang membuatnya,”Nggak bisa diam. Jadi, kalau ada pertandingan wushu, saya pasti lihat.” Baginya, wushu bukan perkara gerakan unik di panggung, melainkan juga memiliki makna khusus. “Wushu itu tidak melulu soal fisik. Tapi pakai hati,” katanya.
Wushu secara etimologis terdiri atas dua kata, yakni wu (ilmu perang ) dan shu (seni). Istilah bahasa Inggrisnya martial art (seni bela diri). Seperti kata Kamilia, wushu tak hanya seni gerak badan, tetapi juga berpaut erat dengan seni mengatur strategi, manajemen logistik, dan menggerakan pasukan. Istilah wushu lebih populer ketimbang kungfu. Keduanya memiliki arti yang persis.
No Responses