Presiden Joko Widodo boleh saja diacungi kartu kuning dalam Dies Natalis Universitas Indonesia yang digelar pada awal Februari lalu. Tapi jauh sebelum kartu kuning itu diacungkan oleh Zaadit Taqwa, kartu kuning secara tersirat telah diacungkan terlebih dahulu oleh sang presiden kepada dunia perguruan tinggi negeri ini.
Dalam sambutannya pada Rembuk Nasional Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), di Universitas Esa Unggul Jakarta, Rabu (29/11), Presiden Jokowi menekankan begitu lambatnya perguruan tinggi di tanah air dalam mengantisipasi perubahan global yang sangat cepat. Fakultas Ekonomi misalnya, di banyak universitas selama puluhan tahun hanya berisi prodi yang sama. Padahal, paradigma ke depan di tengah disrupsi digital menurutnya harus berubah jika Indonesia tak ingin ketinggalan.
“Enggak ada yang berani membuka misalnya, jurusan meme,” ungkapnya.
Itulah mengapa Fakultas MIPA pada 2016 lalu secara resmi mengajukan diri kepada Kemristekdikti untuk membuka program studi statistika. UNY yang secara historis dirintis sebagai perguruan tinggi keguruan (LPTK), merasa tetap perlu untuk mengepakkan sayapnya lebih luas lagi. Fokus kepada Matematika Keuangan dan terapan, ditengah pengolahan serta penghimpunan big data yang menjadi sentral dalam pengembangan startup maupun ekosistem berbasis digital, menjadi ladang subur yang dipandang oleh UNY untuk mengembangkan kontribusinya bagi negeri lebih jauh.
“Sehingga itulah makanya, pada 2018 ini kita mulai buka Prodi Statistika. Siapa menguasai data, maka ia menguasai dunia. UNY siap untuk turut berkontribusi sehingga berani keluar dari zona nyamannya untuk menghadapi era digital. Walau kalau jurusan meme, kita belum (memiliki rencana) lah,” ungkap Prof. Sutrisna Wibawa, Rektor UNY.
Era “Big Data”
Sebagai upaya untuk mengekstraksi, mengolah, menyimpan dan menganalisis data dalam beragam bentuk/format yang berjumlah besar serta memiliki pertambahan data dengan kecepatan masif,big data hadir sebagai tantangan sekaligus potensi dalam penguasaan kapabilitas teknologi informasi di tengah disrupsi digital layaknya hari ini. Sehingga membawa filosofi tersebut seiring dengan kebutuhan pasar pada analisa keuangan yang komprehensif, statistika keuangan dan matematika keuangan yang dulunya masuk dalam konsentrasi statistika dalam prodi Makematika Murni akan diboyong menjadi sebuah prodi tersendiri.
Dr. Hartono sebagai Dekan FMIPA UNY kemudian mengungapkan bahwa keputusan yang dilandasi dengan semangat menghadapi tantangan zaman tersebut telah dipersiapkan UNY dengan matang-matang. Selama ini, lima konsentrasi yang ada dalam prodi Matematika: Komputer, Analisis, Aljabar, Terapan, dan Statistika, telah memiliki basis dosen dan pendalaman keilmuan yang cukup mumpuni.
Peminatan konsentrasi yang kerap disorongkan kepada mahasiswa menjelang tahun kedua dan tahun ketiga pun menunjukkan bahwa mahasiswa kerap secara matang mampu menunjukkan konsentrasi apa yang akan didalami untuk pembelajaran selanjutnya sekaligus tugas akhir. Sehingga ketika UNY mendapati bahwa pemilih konsentrasi Stastika cukup besar ditengah keberadaan beragam alumni Matematika UNY yang berkiprah di bidang seputar pengolahan data, Hartono menganggap bahwa sudah saatnya UNY membuka prodi statistika tersendiri. Layaknya telah dilakukan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Makassar (UNM), dan beragam LPTK lainnya, yang telah berhasil membuktikan bahwa LPTK juga mampu untuk berkontribusi secara lebih mainstream di era disrupsi digital.
“Kebetulan juga, pemilih Stastika cukup banyak. Sumber daya manusia dari dosen (Prodi) Matematika, juga banyak yang latar belakang pendidikannya Statistika. Sehingga juga akan terbesit kalau kita bisa bikin prodi sendiri, akan lebih bagus, ungkap Hartono.
Walaupun demikian, proses UNY untuk membentuk prodi Statistika tak berlangsung layaknya membalikkan telapak tangan. Sebagai PTN berstatus Badan Layanan Umum (BLU), wewenang untuk membuka program studi berada di tangan Kemristekdikti. Sehingga pada tahun ajaran 2016/2017, kehendak UNY untuk membuka prodi tersebut harus tertunda satu tahun karena belum memperoleh restu.
Selama jeda satu tahun hingga akhirnya dibuka pada Juni nanti, penambahan dosen dan tenaga kependidikan yang berbasis keilmuan Statistika digalakkan. Rekrutmen Dosen Tetap non PNS oleh UNY maupun pengusulan lowongan CPNS kepada Kemristekdikti, menjadi sarana untuk menjaring putra-putri terbaik negeri. Satu dosen berlatar belakang S2 Statistika dengan pendidikan S1 yang linier, telah diperoleh pada tahun 2017. Namun di tahun sebelumnya, UNY harus menerima pil pahit karena tidak menerima satupun pendaftar dalam lowongan yang dipublikasikannya.
“Tahun sebelumnya (2016), tidak ada yang daftar (menjadi Dosen Tetap non PNS Statistika). Kelihatannya, lulusan S2 Statistika masih kurang. Sehingga solusi kami karena jumlahnya belum genap sesuai kebutuhan, adalah mengambil dari SDM internal sendiri. Bisa menyekolahkan lagi atau nanti kita lihat perkembangannya bagaimana,” ungkap Hartono.
Semua penyediaan fasilitas dan sumber daya manusia tersebut, diproyeksikan Hartono akan mampu menggaet peminat untuk mendaftar secara cukup kompetitif. Walaupun pada tahun 2018 nanti Prodi Statistika direncanakan hanya membuka 40 kursi, Hartonotetap optimis bahwa pendaftar yang akan masuk di Prodi Statistika, akan lebih banyak dari Prodi Matematika selama ini. Popularitas statistika di kalangan orang awam dan proyeksi kebutuhan dunia industri, membuat Hartono yakin atas hal tersebut.
Walaupun demikian, penerimaan mahasiswa baru bagi Hartono hanyalah awal dari perjuangan. Tantangan terbesar menurutnya adalah reakreditasi yang nantinya menentukan kualitas program studi sekaligus valuasi para lulusan di lapangan kerja. Kurikulum bagus, daya dukung laboratorium, program software, sumber daya manusia, hingga prestasi akan digenjot untuk itu. Karena masa depan mahasiswa akan menjadi taruhannya jika akreditasi dan kualitas perkuliahan yang dihadirkan prodi tak mampu memenuhi harapan.
“Namun tantangannya tidak mudah karena akreditasi ada kriteria Poin Alumni. Kita belum akan punya alumni wong masih prodi baru, jadi belum punya poin. Namun kami menargetkan ketika meluluskan, minimal akreditasi B. Karena kalau C, itu mendzolimi mahasiswa yang telah susah payah belajar. Mereka tidak bisa cari pekerjaan, termasuk tidak bisa jadi PNS,” ungkap Hartono.
Perjuangan lain yang telah menunggu kiprah prodi Statistika, adalah pengabdian pada masyarakat layaknya tergaris dalam Tridharma. Ditengah begitu masifnya data dan upaya pengembangan Yogyakarta menghadap selatan dalam menyongsong Abad Samudera Hindia, kemampuan analisa dan pengolahan data menjadi sentral untuk menjamin bahwa segala keputusan yang ditelurkan pengambil kebijakan senantiasa mengacu pada data.
Kepiawaian mengolah, mendeskripsikan, serta melakukan kajian metodologis tertentu untuk memanfaatkan peluang yang ada, menjadi salah satu anak kunci kesuksesan. Sehingga selain membangun UNY yang lebih baik, penerapan keilmuan secara membumi di masyarakat akan mampu menghadirkan kontribusi dalam kolaborasi Kampung, Kampus, dan Kraton.
“Harapannya kearah situ, prodi ini berkembang baik, dan menghadirkan kebaikan bagi semua,” pungkas Hartono.
No Responses