“Abad telah berubah. Manual ke daring menjadi keniscayaan. UNY gayung bersambut dengan modal fisik dan nonfisik. Semua diupayakan demi internasionalisasi kampus”
“Kelak di gedung baru itu,” sambil menunjuk arah barat dari rektorat, “kita bisa terkoneksi satu sama lain secara virtual.” Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd., Wakil Rektor II, memvisualkan kuliah daring di Digital Library. Gedung modern sarat motif artistik itu dibangun untuk menyambut Era Digital. Bangunan besutan IDB ini kelak mempertautkan dua orang beda benua dalam forum seminar internasional.
Edi melihat potensi Universitas Kelas Dunia melalui teropong konektivitas daring. Sebelum abad milenium kampus masih menggunakan pendekatan tradisional. Pelbagai perkuliahan berlangsung tatap muka. Tapi sekarang zaman telah berubah. Fisik bisa terpisah bermil-mil, namun kehadiran dapat ditampilkan secara digital.
Terlepas dari polemik kuliah umum daring, Edi turut menarasikan internasionalisasi UNY. Kampus berbasis kependidikan itu kini diperhitungkan di dunia. Setidaknya di Asia Tenggara sebagaimana menempatkan UNY di peringkat ke-12 versi 4ICU. Kabar baik ini direspons melalui peningkatan kualitas pelayanan mancanegara. Terutama lewat program prioritas tahun 2018.
Rektor UNY, Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., berkomitmen total untuk melanjutkan program tahun 2017. “Yang baik diteruskan, yang kurang baik diperbaiki,” jelasnya. Bila tahun sebelumnya kerja sama di Asia dan Asia Tenggara masih sebatas MoU, tahun 2018 ditingkatkan secara riil.
Sutrisna menjelaskan bukti kolaborasi itu lewat transfer kredit. Baik S-1, S-2, maupun S-3 mendapat kesempatan sama. “Mereka bisa ambil mata kuliah dengan sekian SKS di luar negeri yang ditunjuk, lalu nilainya di sana diakui di sini,” tutur Profesor Filsafat Jawa ini. Program ini diorientasikan agar mahasiswa memiliki wawasan dan pengalaman internasional.
Mahasiswa luar negeri juga demikian. Mereka bisa mengambil SKS di UNY. Akumulasi kuliahnya kemudian dilegitimasi kampus induk. “Ini hakikat transfer kredit,” ungkap Sutrisna. Tegur sapa akademik tersebut menguntungkan kedua belah pihak. Di samping itu juga bukti empiris dari internasionalisasi yang digadang-gadang UNY.
Selain mahasiswa, dosen juga memungkinkan ke luar negeri. “Entah dalam rangka pertukaran atau mengisi kuliah,” tuturnya. Di zaman keterbukaan ini batas-batas antarkampus menipis. Peluang mengundang pakar dari universitas terkemuka di luar negeri terbuka luas. Didatangkan secara fisik bisa, diundang lewat virtual apalagi.
***
Wakil Rektor IV, Dr.rer.nat. Senam., mengupayakan perluasan partner internasional. Ia menggunakan strategi tebar jaring dengan pengintensifan komunikasi. “Apalagi peluang penelitian bersama sangat besar di sini. Dosen dan mahasiswa bisa terlibat,” ujarnya.
Kerja sama dengan Erasmus Mundus terbuka lebar. Senam memprogramkan gelar ganda di sana. “Joint degree, terutama S-3, di Jerman sudah bisa.” Senam mengharapkan agar peluang ini dimanfaatkan bagi mahasiswa doktoral UNY. Selain Eropa, gelar ganda di National Taiwan University (NTU) dan TU President University juga memungkinkan. “Tapi masih untuk S-2.”
Awal tahun ini Senam mengumpulkan Kaprodi unggulan guna membahas transfer kredit di Malaysia. “Sebanyak 12 Prodi diundang untuk membicarakan rencana transfer kredit di University of Malaya,” jelasnya. Bulan Maret, menurut Senam, pihak UNY akan ke negeri jiran.Perwakilan FMIPA sudah dijanjikan bertemu pada 8 Maret 2018.
Penanggung jawab bidang kerja sama luar negeri ini mengatakan ketelatenan merupakan kunci utama relasi internasional. Sebagai contoh, manakala mahasiswa mancanegara ke UNY, beragam corak mereka bawa. Gondrong dan celana pendek biasa mereka kenakan. Mengubah kebiasaan itu, setidaknya menyesuaikan dengan kultur Yogya, butuh proses. “Tapi di sini sisi multikulturalnya.”
No Responses