Per 2017, 33,3% Dosen UNY kini telah bergelar doktor. 6,85% di antaranya juga mengemban amanah sebagai guru besar. Angka tersebut melampaui target tahunan yang dirumuskan Sutrisna. Namun, UNY tak pernah ingin berhenti meningkatkan kompetensi tiap insan dosennya.
Pergantian tahun 2017 ke 2018 membawa keberuntungan tersendiri bagi UNY. Dinyatakan masuk peringkat ketiga versi 4 Internal Colleges and Universities (4ICU), perkembangan UNY sedemikian pesat. Ia satu- satunya kampus eks. IKIP yang duduk mentereng di sana. Status ini menjadi prestasi sekaligus kebanggan tersendiri.
Penerimaan 89 orang mahasiswa internasional UNY tahun 2018.
Warta lain turut bermunculan. Selain 4ICU, UNY juga masuk urutan ke-12 sebagai kampus terbaik menurut Top 25 Universities in Southeast Asia 2018. Selisih satu angka dengan Singapore Management University (13) dan Chulalangkorn University (14). Kabar baik ini lekas disambut bangga oleh Wakil Rektor I, Margana. Menurut profesor kampus ungu tersebut prestasi itu menyiratkan rekam jejak dan perjuangan UNY yang begitu total dan solid.
Margana meneropong kesungguhan UNY untuk meningkatkan kualitas akademik harus terus dijaga dan dikembangkan. Dorongan kuat untuk bekerja sama ialah kunci utama menuju arah itu. Bagi Margana, di tengah kontestasi global yang begitu kuat, standar kualitas sudah semestinya didasarkan atas kebutuhan internasional. Menyoal posisi itu ia kemudian akan memproyeksikan program akademik di ranah mancanegara.
Sosialisasi program dan profesi bagi mahasiswa mancanegara menjadi prioritas UNY di kawasan ASEAN. Modal eksternal itu juga didukung kualitas sarana dan prasarana UNY yang sudah terstandardisasi internasional. Margana melihat kesempatan ini sebagai perimbangan antara citra dan kualitas. “Di samping terus mengenalkan UNY, kita juga harus meningkatkan mutu pendidikan.”
Eskalasi kualitas akademik masih diprioritaskan Margana pada 2018. Ia ingin UNY naik peringkat. Baik di level nasional maupun internasional. Setidaknya, bagi Margana, rangking yang telah disabet terus dipertahankan. “Yang perlu perjuangan itu menjaga prestasi dan posisi,” jelasnya.
Tahun 2018 Bidang Akademik memiliki ketentuan bagi tiap lulusan agar menjadi sarjana plus. Selain punya ijazah, ia diharapkan memiliki sertifikasi kompetensi. “Misalnya sertifikat keterampilan khusus seperti tari, musik, rupa, jurnalistik, teknik, akuntansi, dan lain sebagainya,” ujar guru besar linguistik ini. Sertifikat ini dikeluarkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Agar mendapatkan sertifikat itu mahasiswa harus lolos uji kompetensi. Masing-masing Prodi, karenanya, akan memiliki Tes Uji
Kompetensi (TUK) bidang tertentu. Adanya sertifikat ini diharapkan agar lulusan UNY diakui secara profesional di dunia kerja.Terutama menyangkut keahlian khusus. Bila ijazah memberi pengakuan universal, sertifikat kompetensi mencitrakan kecakapan partikular.
Status akreditasi A UNY mesti menular secara integral. Prodi yang berstatus belum A akan didorong supaya naik predikat. “Kita masih harus mempercepat akreditasi. Dari 102 Prodi, sebanyak 60 Prodi terakreditasi A,” ujarnya.
Margana menargetkan tahun 2018 minimal lima Prodi naik predikat. “Sekalipun yang diakselerasi bisa 15 Prodi. Tapi kan semua butuh proses.” S-1 hingga S-3 sama-sama diutamakan. Margana berharap konsentrasi pengembangan akademik dilakukan secara seimbang. Semua diprioritaskan Margana dalam peningkatan akademik agar tak berat sebelah.
Akreditasi berpengaruh terhadap penyelenggaraan Program Profesi Guru (PPG). Pemerintah mengutamakan Prodi berstatus A sebagai pelaksana PPG tiap bidang. “Tahun 2017 kami mengusulkan 37 Prodi pendidikan sebagai penyelenggara. Sekarang sudah ada 27 Prodi terakreditasi A. Yang 10 masih B. Tahun ini semoga bisa semua,” ungkap Margana.
“Publikasi jelas,” tegas Margana, “dan akan terus menjadi concern kami.” Bimbingan pra-Scopus yang dicetuskan Rektor UNY sejak tahun lalu akan terus digencarkan. Pembinaan artikel ilmiah terbaik, mulai dari penerjemahan hingga insentif, niscaya digenjot. Ini karena perhatian dosen untuk publikasi internasional tahun 2017 semakin meroket tiap bulannya. Senada dengan dorongan publikasi jurnal terindeks, tahun ini UNY mengadakan 28 seminar internasional yang terintegrasi. “Seminar ini diorientasikan untuk dosen, mahasiswa, peneliti, dan umum. Mereka diharapkan produktif usai mengikutinya,” harapnya. Margana menyebut strategi seminar dan publikasi ini sebagai kesungguhan UNY terhadap student mobility dan staff mobility.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) tak luput dari perhatian. HAKI berpaut erat dengan produktivitas dan kualitas publikasi dosen. Jika karya ilmiahnya mengandung kebernilaian empiris sekaligus kebaruan praktis, potensi dipatenkan semakin besar. “Selama tahun 2017 sudah terdapat 350 judul yang dipatenkan. Tahun ini kami menargetkan 350 judul,” tuturnya. Selama menjabat sebagai Wakil Rektor I, Margana optimis menggolkan 1000 HAKI dan 1000 buku. “Visi saya one lecture, one book. Kita kan punya 1060 dosen. Jadi, hal itu sangat mungkin,” ujarnya. Tekad Margana menginduk pada salah satu poin visi-misi Rektor UNY mengenai pencitraan akademik.
“Tahun ini harus lebih kencang lagi risetnya. Karena itu, kita akan dikenal di dunia internasional. Bukan sekedar membangun reputasi dan popularitas, melainkan juga terkenal karena kontribusi kita bagi dunia akademik,” kata Prof. Dr. Sutrisna Wibawa.
Kesenjangan antara produktivitas menulis dan beban mengajar disiasati Margana. Masalah klasik ini ia jawab dengan memutuskan agar dosen mengajar maksimal 16 SKS. “Ini supaya dosen bisa membagi waktu secara maksimal. Baik meneliti maupun mengajar,” jelasnya.
Peringkat internasional membuka keran bagi status universitas. Seperti prioritas program Sutrisna pada setahun pertama, PTN BH tetap menjadi fokus ke depan. Menurut Margana, “Tahun 2017 mengkaji, 2018 merumuskan dan mengakselerasi, tahun 2019 kita menargetkan UNY masuk Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).” Prasyarat utama status ini antara lain 70% Prodi harus terakreditasi A.
Kesempatan UNY masuk PTN BH semakin besar. Apalagi posisi UNY telah diperhitungkan di tingkat nasional dan internasional. Pada posisi itu, respons UNY terhadap era disrupsi juga positif. Ini membuktikan bahwa status PTN BH memungkinkan perguruan tinggi bersikap cari menghadapi disrupsi ala Revolusi Industri 4.0.
Rochmat Wahab, mantan Rektor UNY (2009-2017), telah menyoal PTN BH dari segi teoretis melalui artikelnya berjudul Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN) Ditinjau dari Perspektif Filosofis dan Sosiologis. Menurutnya, otonomi kampus berdampak pada kedewasaan manajerial. Kecenderungan universitas untuk selalu bergantung ini, menurut Rochmat, perlu diubah agar lebih produktif.
“Kondisi demikian tidak berarti pemerintah melepaskan tanggung jawabnya karena dalam batas tertentu pemerintah juga masih ikut bertanggung jawab dalam mengatasi persoalan yang dihadapi PTN BH dengan diwujudkan pada pemberian subsidi yang relatif masih cukup tinggi.”
Rochmat juga memberi sinyal supaya universitas terus meningkatkan daya adaptabilitas. Nilai ini berpaut erat dengan kesungguhan kampus dalam menghasilkan kualitas pendidikan maupun penelitian yang mampu bersaing di level internasional. “Tradisi kualitas dalam kondisi ini diharapkan menjadi bagian kultur kampus yang sangat penting,” paparnya.
No Responses