Mewarisi Etos Werkudara, Merakyat Laksana Semar

 LAPORAN UTAMA

Profesor ilmu filsafat Jawa sekaligus Rektor UNY Prof. Sutrisna Wibawa siap membawa perubahan. Ia berprinsip mengakar ke bumi, menghujam ke langit. Membawa lokalitas Yogyakarta ke kancah internasional.

SUTRISNA mengidolakan Werkudara dan Semar sejak tinggal di Sokoliman, Karangmojo, Gunungkidul. Keduanya dijadikan panutan hingga kini. Werkudara mengajarkan keteguhan hati, sedangkan Semar soal kepemimpinan. Marta Hadi, ayahnya, tak absen menceriterakan epos pewayangan itu. Ayahnya seorang guru SD Sokaliman dan sekaligus penutur kisah yang handal. Darinya Sutrisna belajar betapa wayang bukan hanya dongeng fiksi, melainkan juga teladan yang sarat nilai moral.

Maret lalu, M. Nasir, Menristekdikti, melantik Sutrisna Wibawa sebagai Rektor UNY (2017-2021). Sejak Sutrisna menang mutlak (77 suara) pada 29 Desember 2016, ia lekas bekerja cepat. Baginya jabatan itu amanah. Ia tak mau ambil risiko. Karena itu, ia mulai mematangkan konsep UNY selama lima tahun ke depan. “Pada kondisi itu saya menerjemahkan konsep etos Werkudara,” katanya.

Sutrisna tipe pemimpin visioner. Ia melihat peluang dan potensi UNY tak sakadar wilayah lokal dan nasional, melainkan juga regional serta internasional. Ia mengakui bahwa pencapaian itu diperlukan kerja keras dan cerdas secara kolektif. “Itu saja tidak cukup. Kita harus fokus, meskipun pada praktiknya akan menemui kendala. Yang penting tak terganggu kanan-kiri,” tuturnya.

Pada program Rektor 2017-2012 Sutrisna menyambut optimis Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ia melihatnya sebagai kawah candradimuka: tempat potensial untuk menempa diri. Butir kedua MEA disebutkan Kawasan Berdaya Saing Tinggi. Sutrisna memaknainya dalam konteks pengembangan kualitas mahasiswa UNY di tingkat regional. Kunci elementer menujunya, kata Sutrisna, ialah konsisten pada strategi awal—seperti termaktub pada Grand Design Pengembangan WCU UNY.

MEA adalah kawah candradimuka. Tempat penggemblengan SDM UNY di ranah regional. Sutrisna bersikukuh tetap memantapkan tiga landasan visi, yakni takwa, mandiri, dan cendekia sebelum para mahasiswa turun untuk bersaing di ASEAN. Seperti isi serat Dewa Ruci, Werkudara melakukan perjalanan hidup. Ia berguru kepada alam supaya menemukan jati diri sangkan dan paran (dari mana hendak ke mana). Dalam konteks UNY, para mahasiswa belajar dan berproses di sana. Luarannya, mereka menjadi manusia yang berdaulat.

Turun Melayani

GAYA kepemimpinan putra Wonosari itu merakyat. Sebagai rektor terpilih, ia tak berdiri di menara gading. Sutrisnya percaya bahwa memimpin itu menggerakan. Karena itu, ia tak segan menyimak masukan konstruktif dari bawah. Model seperti itu ia dapatkan dari kontemplasinya terhadap tokoh Semar. “Semar ini kan sebenarnya dewa dari langit yang turun ke bumi,” ujarnya.

Smart and Smile dipilih Sutrisna sebagai moto pelayanan. Tapi ia bukan diambilkan dari etimologi Semar, yaitu haseming samar-samar—antara senyum dan tangis tak begitu jelas. Sutrisna berangkat dari pengertian sederhana arti smart (cerdas), sementara smile (ramah dan santun). Lebih jelas, ia menyampaikan analogi tamu. “Kalau ada tamu, kita jangan diam. Lakukanlah apa yang bisa dilakukan. Harus peka. Itu kan cerdas,” ungkapnya.

Pada konteks birokrasi, Sutrisna menekankan bentuk kecerdasan yang tak melulu ihwal pencapaian kasat mata. Akan tetapi, ia harus menyentuh sisi kemanusiaan melalui pendekatan yang hangat. “Siapa pun jangan dikecewakan. Mereka berhak mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya,” terangnya. Demikian pula sikap smile kepada siapa pun. Sutrisna menggarisbawahi bahwa sebagai orang Timur sudah seharusnya berlaku sopan.

Sutrisna mempunyai siasat khusus ketika memposisikan dirinya di tengah civitas akademika UNY. Selama menjabat ia hendak menerapkan model kepemimpinan transformasional, partisipatif, dan kolegial. Pertama, kata Sutrisna, “Kami akan mengandalkan visi yang telah disusun. Visi itu merupakan jalan mencapai sasaran.” Selaku pemimpin, ia tak sekadar memberikan instruksi verbal, tapi juga contoh konkret. “Jadi, pimpinan itu harus bisa menginspirasi yang dipimpin,” tegasnya.

Citra bimbingan semacam itu diidealkan Sutrisna. Tak dinyana ia terkenal sebagai pribadi yang tekun saat bekerja.Sukirjo, Bagian Keuangan dan Akuntansi, mengakui itu saat Sutrisna menjabat sebagai Wakil Rektor II. “Pak Tris sendiri membawa UNY saat ini menjadi lebih baik. Banyak pengembangan fisik. Itu karena beliau tekun menjalin komunikasi dan jaringan,” tulisnya, seperti dilansir Bersama Tiga Rektor: Biografi Sutrisna Wibawa dan Herminarto Sofyan.

Sementara itu, Sutrisna tak luput menekankan nilai partisipatif. Ia tak pandang bulu terhadap siapa pun. “Kita harus memberi kesempatan pada warga UNY untuk ikut serta. Tentunya sesuai bidang yang diminati,” katanya. Semua itu didasari atas sikap saling menghargai agar berkembang serentak.

Prinsip kolegialitas juga sudah barang tentu Sutrisna terapkan. Baginya, etika kesetiakawanan itu telah dipelajari saat aktif di Pramuka, baik tatkala di SPG maupun IKIP. “Pendekatan ini berada di tengah. Atas ke tengah. Bawah ke tengah. Jadi, tidak top down. Tidak pula bottom up,” pungkasnya.

No Responses

Comments are closed.