Suasana sejuk upacara kemerdekaan pagi itu, sama sejuknya dengan pesan persatuan bangsa yang hendak dibawakan oleh UNY.
Dengan baju adat dari penjuru negeri dikenakan penuh rasa bangga, dan dalam derap langkah mengapresiasi betapa kayanya Indonesia sebagai negeri yang bhinneka. Suku Akit hingga Asmat, Kerinci maupun Betawi, semuanya bersatu dalam bingkai NKRI.
Bingkai itu kemudian terminiaturkan sempurna di halaman rektorat UNY kampus Karangmalang, Kamis (17/08/2017). Ratusan mahasiswa dari berbagai daerah seluruh Indonesia, bersama dengan seluruh tenaga pengajar dan tenaga kependidikan UNY, menghaturkan rasa hormat dan syukurnya pada Sang Saka Merah Putih. Sembari menegaskan apresiasi atas perjuangan para pendahulu kita dalam merebut kemerdekaan, yang sepanjang sejarah menuliskan, tak pernah berlangsung dengan mudah.
“Apresiasi itulah yang coba kita tampilkan dengan mengenakan baju adat dalam upacara bendera. Bahwa miniatur Indonesia hadir dan senantiasa lestari di UNY, dan kita semua siap terlibat untuk mempertahankan keberagaman ini dalam bingkai NKRI,” ungkap Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., Rektor UNY, disela-sela upacara bendera tersebut.
Dari UNY, Kerja Bersama Untuk Jawab Tantangan Bangsa
Pemakaian baju adat dan pelaksanaan upacara bendera bagi UNY, tak terhenti hanya di tataran simbolik seremonial. Bagi Sutrisna, menjadi civitas UNY dan memaknai kemerdekaan berarti harus siap untuk menjawab tantangan bangsa yang sangat kompleks. Salah satunya, adalah ikatan kebhinnekaan yang masih perlu dijaga dan dipupuk lebih baik lagi. Sehingga langkah pengenaan baju adat untuk menunjukkan bahwa keberagaman dapat ditunjukkan lewat upacara bendera, hanya salah satu langkah kecil dari apa yang diharapkan dapat dicapai UNY.
Salah satu tantangan yang juga diungkapkan dalam sambutan Menristekdikti, yang dibacakan Sutrisna dalam upacara tersebut, adalah persoalan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Selain tenga kerja Indonesia mayoritas berpendidikan rendah, mereka yang berpendidikan tinggi pun tak semuanya terlatih dan memiliki kemampuan mumpuni. Banyak di antara mereka yang dalam proses pembelajarannya hanya mengejar nilai atau bahkan sekadar lulus. Alih-alih keahlian teknis, yang dapat berkontribusi nyata bagi kesejahteraan dirinya sendiri maupun masyarakat.
Guna menjawab tantangan ini, rektor UNY mengungkapkan bahwa kampusnya berkomitmen untuk senantiasa mengembangkan kurikulum dengan cara pemanfaatan jaringan alumni untuk memberi masukan atas keahlian apa yang dibutuhkan di dunia kerja, sekaligus menggenjot pembentukan Sekolah Vokasi UNY. Cita-cita ini kemudian dapat dikataliskan dengan upaya penelitian dan inovasi yang senantiasa diupayakan untuk meningkat lewat penyediaan insentif bagi para peneliti UNY yang memublikasikan karyanya.
“Dan di sinilah slogan HUT RI ke 72, kerja bersama, kita terapkan secara konkret. Bagaimana kita sebagai akademisi, bekerja bersama untuk menghasilkan inovasi terbaik,” ungkap Sutrisna.
Selain itu, perkembangan teknologi dan globalisasi juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Walaupun di atas kertas menghasilkan keluaran positif dan mewujud sebagai manifestasi kemajuan zaman, kualitas sumber daya manusia yang kurang baik akan membuat bangsa ini tak mampu bersaing dengan negara lain. Terlebih lagi, apabila kita kerap meributkan hal-hal yang tidak penting di media sosial dan dapat menyulut perpecahan serta konflik.
“Itulah masalah kita kini. Layaknya yang disebutkan dalam sambutan Menristekdikti, media sosial yang seharusnya bisa digunakan untuk hal baik, layaknya menjalin pertemanan dan menyebarkan pengalaman positif, justru digunakan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menebar kebencian, hujatan, hasutan, informasi hoaxs, serta paham radikal,” ungkap Sutrisna cemas.
Sebagai lingkungan akademis, UNY menurut Sutrisna tetap harus turut berkontribusi untuk menangkal hal tersebut dengan cara mengimbau dan mendidik anak-anak bangsa yang ada di dalamnya dengan sebaik-baiknya. Karena untuk memerangi radikalisme, pengetahuan dan pendidikan yang baik diyakini lebih manjur dibanding senjata dan peperangan. Ini semua juga sejalan dengan langkah UNY untuk memberikan apresiasi berupa piagam serta uang pembinaan, bagi insan akademis berprestasi dalam peringatan kemerdekaan pagi itu.
“Dan diharapkan dari seremoni dan apresiasi itu, semua civitas dapat tergenjot untuk kerja bersama. Itu yang UNY coba bawakan, dan mari senantiasa kita perjuangkan,” pungkas Sutrisna.
Balon tanya jawab
Kemerdekaan bisa dimaknai beragam oleh setiap insan negeri ini. Dan sebagai miniatur Indonesia yang menampung beragam putra-putri terbaik negeri untuk meneguk ilmu dalam mata air pengetahuannya, mahasiswa UNY juga punya perspektifnya masing-masing. Ini kata mereka tentang bagaimana memaknai kemerdekaan.
Fendy Tri Hatmoko, FT
Juara II Mahasiswa Berprestasi Diploma UNY tahun 2017
Sleman, DI Yogyakarta
Memaknai kemerdekaan diri yang paling penting menurut saya dapat dilakukan dengan introspeksi. Menilik apa yang telah kita lakukan sepanjang usia kita, dan apa yang telah kita lakukan untuk sesama dan bagi bangsa. Misal saya punya ilmu tata boga, setiap kemerdekaan saya merenung bagaimana ilmu ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Eka Cahayaningrum, FIK
Juara II Mahasiswa Berprestasi Sarjana UNY tahun 2017
Kediri, Jawa Timur
Kemerdekaan itu bagi saya sebuah perjuangan. Sebagai anak muda dan akademisi, tugas kita untuk berjuang tidak sirna. Yang ada justru kita harus berjuang lebih keras lagi karena menjadi tumpuan masa depan bangsa, dengan cara terus berprestasi. Misal saya sebagai atlet, perjuangan kita latihan dan berkompetisi yang terbaik bukan hanya mengantarkan kita ke atas podium. Tapi juga mengumandangkan lagu kebangsaan dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih, di berbagai belahan dunia.
Rifaldy Fajar, FIP
Finalis Mahasiswa Berprestasi Nasional 2017, Juara I Sarjana UNY
Bulukumba, Sulawesi Selatan
Bagi saya, memaknai kemerdekaan itu bisa berlangsung dengan menginspirasi. Apa pun caranya. Cari passion dan zona nyaman kita, lalu kembangkan kemampuan dalam hal tersebut sebaik-baiknya. Jika perjuangan itu dilakukan dan dikembangkan terus-menerus, disertai optimisme serta doa kepada Tuhan, niscaya prestasi tertinggi akan tercapai. Yang penting selalu mencoba, selamat niat kita baik, pasti nanti dapat berdampak positif bagi kita dan lingkungan sekitar. Bahkan bangsa dan negara!
Hasdiyanto, FE
Juara I Mahasiswa Berprestasi Diploma UNY 2017
Purworejo, Jawa Tengah
Kemerdekaan itu akan benar-benar bermakna ketika kita turut mampu menyukseskan program pemerintah. Bekerja bersama, alih-alih kita saling berdebat tak menyelesaikan masalah. Misalnya, upaya mengentaskan kemiskinan yang terus digalakkan pemerintah, saya memutuskan ikut serta lewat membangun bisnis konveksi. Yang tidak hanya menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, tapi kebahagiaan bagi anak-anak muda yang beli produk saya.
Putri Renya, FBS
Sopran Paduan Suara Mahasiswa UNY
Flores TImur, NTT
Selama kita tidak membedakan satu sama lain, itu makna merdeka bagi saya. Toleransi, penghormatan antarinsan, serta saling mendukung dan mengapresiasi budaya dan latar belakang masing-masing, itulah makna kebinekaan yang hakiki. Dan budaya positif itu bisa kita pupuk sejak masih duduk di bangku perkuliahan. Merdeka!
Billy Johannes Collin Manulang, FBS
Youtuber
Serang, Banten
Kemerdekaan, kalau Billy sih jawabnya, bagaimana kita menghadapi tantangan negeri yang belum baik ini dengan sebaik-baiknya. Misal ekonomi, politik, radikalisme, yang belum begitu baik hari ini. Semasa kita masih mampu berjuang dan semangat menghadapi tantangan itu, di situlah kemerdekaan sejati akan hadir dalam jiwa tiap tiap diri kita. Semangat oke!
Nandha Lailah Syahfitri, FT
Mahasiswa Baru
Mojokerto, Jawa Timur
Gak perlu muluk muluk sih memaknai kemerdekaan bagi mahasiswa. Hanya selalu ingat saja, di kampung halaman ada orang tua yang bekerja sangat keras untuk menyekolahkan kita. Dan kadang kangen sama kita kalau misal kita lama tidak memberi kabar. Belajarlah yang baik dan tekun agar orang tua di rumah bangga. Serta jangan sampai bolos kuliah!
No Responses