“UNY menggondol predikat premier dari akreditasi internasional ASIC. Sutrisna Wibawa bahagia tapi tak bertepuk dada. Mempertahankan prestasi seraya menguatkan konsolidasi demi menggolkan capaian global berikutnya”
Medio tahun 2019, UNY menenteng Akreditasi A. Belum cukup sampai situ. Sekarang mulai menjajaki level internasional. Tiap Program Studi (Prodi) dipersiapkan matang untuk menggondol predikat itu. Persiapan berkas sampai rancangan strategi dan siasat dihela. Bahu-membahu antara pimpinan, dosen, dan mahasiswa dimungkinkan. Ini kerja kolektif yang mesti ditandaskan.
Sekitar lima ribu perguruan tinggi di Indonesia, sekitar 150 kampus telah terakreditasi A. UNY di antara universitas yang menyabet predikat itu. Secara rinci, sebanyak 66 Prodi berstatus A, sementara 102 lainnya sedang digodok. Capaian ini di luar ekspektasi. Semacam hoki di puncak perayaan 55 tahun, yang baru diselebrasikan bulan Mei lalu. Sutrisna Wibawa, Rektor UNY, bahagia melihat ketercapaian itu. Ia tak lantas menepuk dada. Dengan sigap, Sutrisna meneropong anak tangga berikutnya.
Capaian A belum setarikan napas dengan predikat akreditasi internasional. Sutrisna kemudian bertekad mengajukan akreditasi internasional untuk tiap Prodi yang telah siap ke Accreditation Service for International Schools, Colleges & Universities (ASIC). Sebanyak 11 Prodi diajukan ke sana. Seraya menunggu hasil, kini UNY juga menyiapkan pula ke Accreditation Agency for Degree Programs in Engineering, Informatics/Computer Science, the Natural Sciences and Mathematics. Langkah demikian diorientasikan supaya UNY makin menuju koridor internasional.
Selang beberapa hari penantian, UNY menuai hasil. “Sekarang ini akreditasi internasional dari ASIC sudah keluar dan kampus kita mendapat predikat premier atau unggul. Tugas setelahnya adalah mempertahankan hasil tersebut,” jelas Sutrisna. Menurutnya, internasionalisasi Prodi menjadi kenicayaan, di tengah wacana Revolusi Industri 4.0. dan Masyarakat 5.0., yang telah menghadang di depan mata.
Senada dengan Sutrisna, Margana, Wakil Rektor I, menjelaskan konsekuensi logis dari predikat premier adalah tiap Prodi harus menyesuaikan kurikulum. “Berarti perubahan kurikulum hendaknya dilakukan. Selain mengacu pada kebutuhan internasional, perubahan kurikulum juga dilakukan dalam rangka penyesuaian antara link and match,” ucapnya. Kurikulum yang masih berlaku, menurutnya, mengacu pada Kurikulum 2014, sedangkan sekarang sudah 2019. “Mohon perubahan ke Kurikulum 2019 tersebut dikawal,” katanya pada pembukaan Diskusi Kelompok Terpumpun, FMIPA, Rabu, 19 Juni silam.
Margana juga menandaskan kalau kurikulum teraktual hendaknya memuat kesiapan materi berbasis Revolusi Industri 4.0. dan Masyarakat 5.0. Hal itu berikutnya disamakan dengan visi-misi universitas. “Betapapun kita perlu menyesuaikan zaman sekarang dengan Masyarakat 5.0. dan transformasi Revolusi Industri 4.0. karena sekarang ini dunia internasional sedang sama-sama menghadapi perubahan besar itu. Tapi sebagai bahan kajian kurikulum, kita harus juga merujuk credit profile. Supaya kelak diterapkan dalam label-label mata kuliah yang terintegrasi visi dan misi UNY,” tambahnya.
Kampus mantan IKIP yang telah bersalin rupa menjadi universitas ini juga terus terbuka bagi pelbagai kemungkinan kerja sama. Margana menyentil soal penamaan mata kuliah. UNY dikatakannya harus berakrobat dengan LPTK lain dalam rangka penyamaan nama mata kuliah. Kebijakan tersebut ditegaskan agar dapat dilakykan kolabrasi kurikulum antarkampus. Di level internasional, kebijakan itu juga mampu mendongkrak eksistensi UNY. Khususnya menawarkan mata kuliah di tiap Prodi yang dianggap Margana lebih “seksi” dan “marketable” di mata universitas luar negeri.
Keterbukaan kurikulum yang hendak dilakukan usai survei ASIC memosisikan UNY menjadi perguruan tinggi berdaya saing global. Transfer kredit, gelar ganda, dan kolaborasi kurikulum adalah beberapa contoh. Ditambah lagi kini UNY telah menyabet perguruan tinggi klaster satu. “Posisi demikian makin mengakomodasi UNY dalam merespons perkembangan zaman,” tutur Margana.
Sekilas Tentang ASIC
ASIC, lembaga independen akreditasi internasional itu, digandrungi jamak perguruan tinggi di Indonesia. Termasuk UNY, ASIC dipilih sebagai pensurvei kredibel, sehingga diketahui sejauh mana kualitas sebuah kampus itu. Ia serupa penilai perkembangan universitas: apakah memenuhi standar internasional atau sebaliknya. Kalau belum, aspek apa saja yang mesti dikembangkan. Sesimpel itu.
ASIC ini berbasis di Britania Raya. Ia inheren dengan United Kingdom Govenment’s Home Office UK Border Agency. Tugasnya menilai suatu perguruan tinggi agar mendapatkan lisensi sesuai standar global. ASIC berdiri sejak 2007 dan kini telah mengakreditasi sebanyak 148 kampus di Britania Raya. Sementara 80 universitas di luar Inggris juga pernah dinilai. Sebanyak 15 perguruan tinggi dari Amerika Serikat.
Dilansir dari asic.org.uk., ASIC menilai kualitas kampus bukan sekadar pengajaran, melainkan juga sistem administrasinya. Porsi pembelajaran di kampus memang menjadi titik utama, khususnya mata kuliah yang ditawarkan. Seperti dinyatakannya, “We are here to help our school, college and university partners in their constant pursuit of excellence.”
Standar pendidikan yang prima bagi mahasiswa menjadi fokus utama ASIC. Standar ini pula ditandaskan ASIC mesti memenuhi welfare dan good practice. Kedua hal tersebut niscya terwujud bila pengajaran yang profesional, kualifikasi akademik yang mumpuni, serta pengalaman pembelajaran yang positif dimungkinkan sebuah kampus. UNY secara total dan militan mengejawantahkan sasaran straregis itu.
No Responses