“Kolaborasi tari UNY-AU menarik atensi. Lebih dari seratus penari dilibatkan dalam rangka HUT Koharmatau. Seniman dan militer saling melengkapi”
GEMULAI tarian kolaborasi itu memecah Apron Hanggar 5, Lanud Adisutjipto, Yogyakarta. Menceritakan perjuangan prajutit AU di masa revolusi fisik. Dengan tekun mereka memperbaiki pesawat Cureng peninggalan Jepang.
Pesawat itu diketahui rusak parah. 50 penari UNY dan 70 tentara AU dilibatkan bersama. Kerja sama estetis itu saling mengisi. Ilustrasi masa perjuangan tergambar menganga.
Mata penari awas manakala mengelilingi pesawat. Fokus tertuju pada satu titik: kejelian mengotak-atik mesin jumbo. Gerakan ritmis para penari mengantarkan penonton pada klimaks. Pesawat akhirnya dapat diperbaiki.
Mesin dinyalakan, sang saka merah putih disematkan di bagian bawah pesawat. Suasana kembali terhentak sekaligus haru. Pesawat terbang dengan kibaran bendera Indonesia. Penonton bersorak-sorai tanda bangga.
Acara ini diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-54 Komando Pemeliharaan Materil Angkatan Udara (Koharmatau). Seremonial formal biasa dilakukan, namun tahun ini sengaja beda.
Nuansa militer plus kearifan lokal disajikan serentak. Lestantun, koordinator acara, ingin AU tampil maksimal. “Karena cara kehormatan, maka kami sengaja melibatkan mahasiswa Seni Tari UNY.” Sebelum itu AU juga sering mengundang seniman muda FBS untuk manggung.
Bima Satria Wardhana, koreografer FBS, menyanggupi ajakan AU. Selain konsep kolaborasi, para penari sekaligus belajar. “Pengalaman inilah yang sangat berarti bagi kita,” tuturnya. Semua penari angkatan 2016.
Faisal Rahman, salah seorang penari, mengatakan kalau ajakan AU menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Sebelum acara digelar Faisal dan tim mengatur jadwal latihan secara intens. Terutama koordinasti antardua pihak agar mendapatkan kesepahaman konsep.
Menurut Faisal, keberhasilan sebuah pementasan ditentukan oleh intensitas latihan dan komunikasi. Sebanyak empat kali latihan dilakukan penari. “Penari dibagi menjadi tiga tim, yaitu prajurit, awan, dan basir surya, ujarnya. Empat kali latihan dilakukan di masing-masing kelompok dan bersama tentara AU. Pendopo Tedjokusumo dan Aprok Skatek menjadi tempat latihan mereka.
KSAU Marsekal TNI, Hadi Tjahjanto, hadir. Secara simbolis ia membuka selubung pesawat Cureng yang telah melegenda itu. Pesawat buatan Jepang ini hanya ada satu di dunia. Secara teknis , pada 1945, pesawat cureng tak mampu terbang.
“Atas perintah Suryadi Suryadama, didatangkan dua orang teknisi dari Pangkalan Udara Andir Bandung menuju ke Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta,” tulis Tanto, seperti dilansir jogjatribunnews.com.
Dua orang itu diketahui bernama Tjarmadi dan Basir Surya. Setelah diperbaiki tanggal 26 Oktober, pesawat itu diterbangkan sehari setelahnya pada 1945. Pilotnya adalah Agustinus Adisutjipto. Menurut Marsekal Hadi, pesawat Cureng sekadar contoh sejarah. “Yang paling penting dan akan kita teruskan adalah semangat angkatan udara.”
Basil Collier dalam bukunya berjudul Japanese Aircraft of World War II (1979) mengidentifikasi pesawat Cureng. Menurut Basil, nama lain Cureng adalah Yokosuka K5Y. Pesawat ini dibuat biplane (bersayap ganda).
Formasi tempat duduknya hanya dua. Sekutu Jepang menyebutnya Willow. Kaigun, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, menggunakan Yokosuka K5Y tatkala Perang Dunia II meletus. Karena catnya merah ia dijuluki capung merah atau aka-tombo.
No Responses