SALAM sejahtera dari segenap jajaran redaksi Pewara Dinamika untuk sivitas akademika Universitas Negeri Yogyakarta. Pada bulan keempat tahun 2018 ini kami melihat jadwal serangkaian acara menjelang Dies Natalis UNY pada bulan Mei yang sedemikian padat. Bulan April, seperti yang kita ketahui, tak terlepas dari seremoni nasional maupun internasional. Salah satu seremoni yang kami ulas di edisi kali ini bertemakan Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
KIP berangkat dari dorongan besar akan demokratisasi informasi. Semua orang tentunya punya hak asasi yang sama untuk mengakses sekaligus menikmati informasi. Narasi besar mengenai KIP, dengan demikian, didasarkan atas semangat itu. Meskipun terkesan sederhana, perjuangan untuk menggolkan KIP itu relatif panjang dan panas. Ia dimulai sejak Reformasi 1998 dikibarkan. Ujungnya, pada 2008, Undang-undang Nomor 14 tentang KIP akhirnya diketokpalu.
Begitu banyak informasi saling sengkarut di era disrupsi. Keadaan ini membuat manusia terkondisikan untuk tergantung padanya. Namun, di luar sana, ketika otoritarianisme negara membatasi informasi, di Indonesia, kita patut bersyukur. Kenapa? Karena Republik Indonesia telah keluar dari tempurung hegemonik itu. Masyarakat Indonesia bisa leluasa menikmati informasi dalam rangka mengembangkan konstruksi pengetahuan yang dimiliknya. Ini anugerah besar era Revolusi Industri 4.0.
Konsekuensi logis KIP mendorong UNY untuk membuka katup birokrasinya kepada khalayak. Siapa pun itu, tanpa pandang status sosial, agama, maupun ras, boleh mengakses informasi yang dimiliki kampus kependidikan di Karangmalang. Tentu dengan catatan tambahan: Digunakan sesuai nilai tanggung jawab dan kejujuran. Pada titik inilah kami melihat tema KIP begitu urgen untuk diangkat khusus.
Selain tema besar, seperti biasa, kami menyajikan berita teraktual tiap fakultas dan lembaga di bawah payung UNY. Warta itu kami harapkan sebagai tindakan untuk menjunjung tinggi nilai monumental. Bukankah tiap acara, meski telah lewat, ia masih relevan sebagai pelajaran historis? Dorongan demikian mendasari kami untuk terus menggayung berita bulanan.
Rubrik lain seperti fiksi dan nonfiksi tetap disajikan sebagai ekspresi intelektual sekaligus artistik. Opini ditulis sesuai lingkup keilmuan khusus yang diharapkan mampu menjawab problem termutakhir. Sedangkan sastra, baik rubrik Cerpen, Puisi, maupun Pojok Gelitik, diharapkan menjadi stimulus primer agar manusia tetap menghargai produk seni kebahasaan. Keduanya, dengan demikian, diharapkan memberi inspirasi bagi sidang pembaca.
Potret peristiwa yang diwujudkan dalam bentuk kolase foto dimunculkan pada tiap rubrik agar memberi sentuhan visual dan bukti otentik sebuah acara. Foto tentu merupakan hasil kreasi manusia yang proses pemotretannya meniscayakan selera privat fotografer. Akhir kata, selamat membaca. Salam.
No Responses