Oleh: Rony K. Pratama
Editor: Budi Mulyono
“PIMNAS menempa mahasiswa seluruh Indonesia untuk menenun dan merayakan tradisi ilmiah. Lebih dari seribu mahasiswa berkompetisi secara sehat. Kata Via Vallen: menang berprestasi, kalah jangan frustrasi”
Sorot mata itu begitu tajam karena fokus menembak balon-balon beraneka warna. Kuda-kuda diperkokoh, tangan kiri mengepal gagang panah, tangan kanan menarik busur ke belakang. Mohamad Nasir, Menteri Risetdikti, bersiap melepaskan busur panah ke balon-balon itu. Dimulai hitungan ketiga, anak panah dilesatkan Nasir. Sementara pemanah lain, yaitu mahasiswa UKM Panahan, juga menembak ke titik serupa. Dor. Balon itu meletus.
Tembakan panah Nasir ke balon adalah wujud simbolis dibukanya Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-21. Tahun ini UNY mendapat kepercayaan sebagai tuan rumah. Dipilihnya kampus berstandar internasional di kota budaya ini sudah dirembuk setahun sebelumnya manakala PIMNAS digelar di Makassar. UNY didapuk lantaran dinilai siap secara sarana maupun prasarana. UNY merupakan kampus kedua di Yogyakarta setelah UMY (PIMNAS tahun 2012) yang dipercaya pemerintah sebagai lokasi kompetisi saintifik tingkat mahasiswa bergensi.
Riuh tepuk tangan dan yel-yel masing-masing perwakilan Perguruan Tinggi menggelegar di GOR UNY. Kamis, 30 Agustus 2018 seakan menjadi saksi monumental digelarnya lomba prestisius level nasional itu. Nasir tak sendiri sebagai pihak dari pemerintah pusat yang membuka secara seremonial. Ia ditemani Intan Ahmad, Dirjen Belmawa. Nasir diapit Sutrisna dan Intan. Ketiga penggawa itu menyambut dengan antusias 1.523 mahasiswa dari 135 perguruan tinggi di Indonesia.
Menurut Nasir, PIMNAS tahun 2018, dikatakan paling banyak sepanjang sejarah. Segi kuantitatif itu dipertegasnya dengan kenaikan kualitas judul PKM tiap kategori. Jumlah dan mutu PKM yang dibuat mahasiswa membuat Nasir optimis masa depan Indonesia karena diperkaya oleh karya-karya cendekiawan mumpuni. “PIMNAS kali ini sangat selektif sebab pesertanya sangatlah banyak,” katanya.
Selaku orang nomor wahid di tingkat regulasi pemerintah khusus mengurusi perguruan tinggi, Nasir berharap agar PKM yang hendak dibentangkan tak mandek di tataran tekstual. Ia menggenjot para mahasiswa supaya menindaklanjuti karya ilmiahnya ke tahap praksis. Tentu proses itu akan ditopang pemerintah sebagai payung PIMNAS.
“Kami memiliki bidang inovasi yang siap menampung tiap karya yang terseleksi untuk diwujudkan secara nyata,” ungkapnya seraya mengepalkan tangan. Inovasi PKM, bagi Nasir, begitu berarti bagi khalayak luas dalam rangka pembangunan nasional. Di bawah Pemerintah Jokowi, lanjut Nasir, pelbagai kreativitas ilmiah di PIMNAS mendapat atensi maksimal untuk dikembangkan lebih lanjut.
Jor-joran pembukaan PIMNAS di GOR UNY menjadi bukti keseriusan tuan rumah. Sri Paduka Paku Alam X, Wakil Gubernur DIY, mengapresiasi betul penyelenggaraan itu. Ia menandaskan di podium agar PIMNAS memberi senoktah pemikiran konstruktif bagi negeri. Paku Alam memberi ilustrasi kalau kegiatan berbasiskan inovasi serupa sumbangan pemikiran penting bagi Indonesia di hari depan. “Untuk itu, kegiatan ini saya harapkan agar diteruskan ke tahap singeri kepada institusi atau lembaga lain. Sinergi bisa mendatangkan keuntungan karena produk industri akan bermanfaat di lapangan,” ucapnya.
***
Dua hari penuh sportivitas dan intelektualitas, 30-31 Agustus, serasa lekas bagi 440 kelompok PKM. Mereka terdiri atas beragam disiplin tapi tak mengurung diri di kotak eksklusif selama berlaga di arena kompetisi. Banyak kelompok PKM yang menampilkan gagasan kreatif tanpa mengindahkan latar jurusan. Di dalam kelompok mereka bersinergi dan memanifestasikan nilai gotong-royong secara militan.
Tujuh bidang PKM dari disiplin ilmu eksakta sampai humaniora didiseminasikan ke dalam 22 kelas. Jamak dari masing-masing kelompok membawa produk kreatifnya guna penunjang presentasi. Selain memaksimalkan presentasi secara oral dan tampilan visual, mereka seolah-olah mempraktikkan langsung seni retorika di hadapan juri. Di sini jelas menunjukkan spirit PIMNAS, bukan semata soal menang-kalah, melainkan kerja sama hingga apresiasi kepada liyan.
Penantian peserta PIMNAS terbayar lunas. Meski detik-detik pengunguman, jantung mereka berdegap kencang. Sabtu, 1 September GOR UNY ramai kembali. Sejak magrib tiap perwakilan perguruan tinggi—plus massa pendukung—telah memenuhi tribun yang telah ditentukan. Seni tari, musik kontemporer, dan hiburan artistik-kolaboratif lain disajikan sebagai pembuka. Suguhan itu memberi katalis penghilang stres bagi peserta PIMNAS yang sejak masuk GOR UNY terlihat cemas.
Panitia mengumumkan perolehan medali masing-masing bidang PKM. Secara singkat, 10 besar juara PIMNAS meliputi (1) Universitas Gadjah Mada, (2) Universitas Brawijaya, (3) Universitas Diponegoro, (4) Universitas Indonesia, (5) Universitas Negeri Yogyakarta, (6) Institut Teknologi Sepuluh Nopember, (7) Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, (8) Universitas Airlangga, (9) STKIP Muhammadiyah Sampit, dan (10) Universitas Negeri Semarang.
Ainun Na’im, Sekjen Kemristekdikti, memberi penghargaan setinggi-tingginya bagi para juara dan peserta PIMNAS. “Kami menyampaikan selamat kepada para juara. Semuanya adalah juara karena semuanya merupakan pilihan dari mahasiswa dan mahasiswi tiap perguruan tinggi,” tuturnya. Pada kesempatan pidato penutupan, Ainun hendak mendiskusikan di internal mengenai pengembangan PIMNAS.
Ia menjelaskan tingkat partisipasi PIMNAS yang terus meroket. Agar berjalan efektif, Ainun ingin mengembangkan PIMNAS ke tingjkat regional agar mencakup seluruh perguruan tinggi. “Hal ini dilihat karena melihat formasi perguruan tinggi yang terdiri atas negeri dan swasta serta akademik dan vokasional. Namun, ini masih digagas dan dimatangkan lebih dalam,” ujarnya.
Sutrisna dalam kesempatan penutupan menegaskan spirit kebhinekaan yang menjadi tema sentral PIMNAS. “Selain mengucapkan apresiasi tinggi kepada peserta, saya selaku Rektor UNY mengingatkan kembali agar momen PIMNAS tetap harus kembali ke nilai persatuan dan kesatuan sebagai wujud kebinekaan kita,” tandas profesor filsafat Jawa itu.
Rektor UNY mengingatkan kembali, selain pentingnya tradisi ilmiah di PIMNAS, mahasiswa juga harus menjadi manusia Indonesia dengan membumikan nilai toleransi dan tenggang rasa agar terwujud kedamaian antarsesama.
No Responses