KISAH SANG JAWARA:
KOMBAVA – Turunkan Demam dengan Kekayaan Nusantara
Orang bilang tanah kita tanah surga. Sehingga bagi Shilvi Woro Satiti dan timnya, sudah selayaknya semua warga surga ini hidup sehat. Daun kupu-kupu menjadi pilihannya. Keputusan hebat yang diganjar oleh Dewan Juri PIMNAS dengan Medali Emas Presentasi
Dari ratusan ribu tanaman obat yang bisa dimanfaatkan di negeri kita, ada jenis daun yang disebut daun kupu-kupu atau dalam Bahasa Latin disebut Bauhinia variegata. Jenis ini belum banyak dimanfaatkan dan selama ini hanya tumbuh sebagai tanaman liar yang bisa tumbuh tanpa perawatan khusus.
Sebagai salah satu negara tropis yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya, tak terkecuali tanaman, hati Shilvi merasa teriris. Ada banyak tanaman yang berpotensi diolah, namun negeri ini menjadi salah satu pengimpor bahan baku obat terbesar di dunia.
Inilah yang menjadi perhatian mahasiswa UNY yaitu Shilvi Woro Satiti dan Anissa Fitria dari prodi Kimia Fakultas MIPA serta Fahayu Priristia prodi Akuntansi dan Anindya Muliawati prodi Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi. Dengan bimbinan Prof. Nurvina Aznam, mereka menggagas obat penurun panas demam dari daun kupu-kupu dalam bentuk gel.
Riset tersebut, kemudian mereka juluki dengan nama “KOMBAVA”. Kependekan dari Kompres Bauhinia Variegata, sebagai gel kompres herbal dan solusi penurun panas demam pada anak. Memastikan kekayaan hayati di negeri yang dalam banyak kesempatan dijuluki sebagai tanah surga, bisa dimanfaatkan satu persatu.
“Kita manfaatkan akhirnya daun kupu-kupu menjadi kompres. Kekayaan nusa yang luar biasa,” tutur Shilvi.
Kandungan Flavanoid
Keberhasilan Shilvi bersama tim dalam mengolah daun kupu-kupu tersebut, bermula dari keasyikannya meneliti kandungan kimia dalam tanaman. Ternyata, daun kupu-kupu didapatinya mengandung flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, alkanoid, dan polifenol yang sangat bermanfaat bagi kesehatan seperti obat demam.
Jika diolah lebih lanjut dengan komposisi ekstraksi yang berbeda, bahan-bahan serupa bahkan bisa dijadikan antibakteri, pelancar buang air besar (obat pencahar), hingga obat batuk. . Apalagi dengan ketersediaan daun kupu-kupu yang melimpah dengan manfaat yang beragam, maka perlu dilakukan inovasi untuk memanfaatkannya sekaligus melihat peluang pasar untuk menawarkan produk baru gel kompres herbal dengan bahan baku dari alam.
Keunggulan dari hasil keluaran ekstrak tersebut, adalah produk menggunakan bahan alami hasil pengujian serta aman bagi kulit. Sekaligus mengandung antibakteri, nyaman, praktis, dan harga terjangkau. Dan yang paling penting, dapat dipastikan aman bila digunakan sebagai obat luar.
“Karena itu, ekstrak daun kupu-kupu dapat dimanfaatkan sebagai obat penurun panas demam pada anak,” ujar Shilvi.
Annisa Fitria sebagai salah satu anggota tim, juga mengungapkan bahwa pembuatan plester gel dipilih karena kepastian keamanan lewat penggunaannya obat luar. Jika diolah lebih lanjut melalui penelitian dan standar keamanan yang mendalam, tanaman ini bisa juga dijadikan obat herbal untuk dikonsumsi.
“Namun khasiatnya juga tak kalah baik, semuanya kandungan serupa. Baik tropikal (dioles) ataupun dikonsumsi. Namun yang pasti, pembuatan gel penurun panas demam ini juga mudah dan sederhana,” ungkap Annisa
Kemudahan dan proses sederhana dalam pembuatan plester gel, telah diujicoba Annisa bersama tim dalam banyak kesempatan. Proses tersebut dapat diawali dengan mengekstraksi daun kupu-kupu. Caranya, daun direndam etanol lalu ditutup aluminium foil selama 3 hari. Kemudian disaring dan menghasilkan fitrat 1 dan ampas 1. Ampas 1 diberi etanol dan ditutup aluminium foil selama 2 hari, kemudian disaring dan menghasilkan fitrat 2 dan ampas 2. Lalu filtrat 1 dan 2 dicampur, diuapkan dengan waterbath dan terbentuk ekstrak kental.
Alur proses pembuatan gel, 1 persen ekstrak daun kupu-kupu dilarutkan pada air panas bersuhu 50 derajat celcius, ditambah Na-CMC, gliserin, propilengrikol dan air lalu diaduk secara kontinyu. “Hasilnya akan berbentuk gel, simpan dalam suhu ruang selama sehari,”kata Anissa.
Langkah terakhir, pembuatan kompres gel daun kupu-kupu. Gel seberat 3 gram ditimbang, lekatkan pada plester dan beri penutup plastik. Gel kompres herbal daun kupu-kupu siap digunakan dan dipacking dalam kardus.
Membawa Optimisme
Dikatakan Anindya Muliawati bahwa kompres herbal daun kupu-kupu ini diberi nama Kombava yang merupakan akronim dari Kompres Bauhinia Variegata. “Kami optimis dengan Kombava ini” katanya.
Hal itu karena bahan bakunya mudah ditemukan dan dibudidayakan, tidak menggunakan bahan kimia berbahaya, meningkatkan nilai ekonomis daun kupu-kupu serta belum pernah digunakan sebelumnya untuk kompres gel penurun panas demam. Akhirnya, karya tersebut berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan tahun 2018.
Tak hanya berhenti disana, proses penelitian yang lebih komprehensif pasca pendanaan juga membuat tim bimbingan Prof. Nurfina Aznam tersebut melenggang ke gelaran puncak PKM: Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional. Ia bergabung dengan total 15 tim dari seluruh UNY, dan 400 lebih tim dari penjuru Nusantara. Hasil akhirnya tak mengkhianati proses. KOMBAVA muncul sebagai juara.
Atas pencapaian tersebut, tim Kombava layaknya dikutip dari Instagram @kombava2018 mengungkapkan rasa syukur sekaligus terima kasihnya kepada Universitas Negeri Yogyakarta. Utamanya kepada tim PKM Center, bapak ibu dosen pendamping, teman-teman seperjuangan yang membantunya sepanjang proses riset, serta panitia PIMNAS 31.
Pencapaian yang dipetik oleh Kombava, juga dipandang bukan sekedar meraih gelar juara. Tetapi bagaimana proses dalam mencapai titik tersebut mampu menjadikan setiap insan yang tergabung dalam tim KOMBAVA menjadi lebih baik. Karena semua pencapaian, adalah ketetapan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
“Selamat dan jangan sudahi perjuangan pimnas di tahun ini. Lakukanlah karena Allah dan untuk menjadi orang yang bermanfaat,” pungkas tim Kombava sekaligus menekankan bahwa hasil riset tersebut akan terus berjuang untuk memenuhi tugas dan idealisme paripurnanya. Menurunkan demam bagi semua warga surga Indonesia, dengan kekayaan alamnya sendiri.
No Responses