Jika Jakarta dan Palembang sedang kedatangan tamu istimewa, atlet peserta Asian Games XVIII, maka Yogyakarta, dalam sepekan ju- ga kedatangan ribuan tamu dari 136 perguruan tinggi se-Indonesia. Mereka adalah 1528 mahasiswa unggulan dari 136 perguruan tinggi, yang berkompetisi dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Na sional (PIMNAS) ke-31 Tahun 2018 di Universitas Negeri Yogyakarta.
PIMNAS merupakan perhelatan resmi Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementeriaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dalam bidang penalaran untuk memper lombakan karya ilmiah mahasiswa secara nasional. Temu ilmiah mahasiswa ini pertama kali dilaksanakan di Universitas Indonesia pada tahun 1988, dan pada tahun 2018 Universitas Negeri Yogyakarta menjadi tuan rumah.
Pertanyaannya sejauh mana PIMNAS erdampak bagi kemajuan riset Indonesia? Lantas bagaimana pula dampak bagi Yogyakarta sebagai tuan rumah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari lihat kondisi bangsa Indonesia. Kini Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, setelah RRT, India, dan Amerika Serikat. Data Departemen Perdagangan AS, melalui Biro Sensusnya tahun 2014 mencatat penduduk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mencapai 1,355 milyar, diikuti India sebesar 1,236 milyar, dan Amerika Serikat sebesar 318.892 juta jiwa. Indonesia jumlah penduduknya mencapai 253.609 juta jiwa, bersaing ketat dengan Brazil yang mencapai 202,65 juta jiwa. Diyakini jumlah ini terus bertambah, bahkan pada tahun 2030 s.d 2035 diperkiran jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 360 juta. Fantastis!
Oleh banyak ahli pada tahun inilah bangsa Indonesia diperkirakan akan hidup dengan jumlah penduduk produktif lebih banyak dibanding jumlah penduduk non produktif, di saat yang sama sumber daya alam makin menipis. Di titik inilah kreativitas dan inovasi amat signifikan dalam mengambil peran memajukan bangsa. Dengan begitu posisi penyelenggaraan PIM NAS, sebagai forum inovasi dan kreativitas mahasiswa sangatlah signifikan. Terlebih, forum ini dilaksanakan di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota kreatif dan inovatif. Hanya saja sudah menjadi rahasia umum pula bahwa hasil-hasil riset, kreativitas, dan inovasi peneliti (mahasiswa) sering berhenti pada lomba-lomba.
Pasca kompetisi, hasil riset tersebut jarang sekali ditindaklanjuti dan sinkronkan dengan ke- butuhan masyarakat dan industri. Jadilah hasil riset menumpuk di lembaran- lembaran kertas. Padahal, jika mau serius un- tuk menyambut bonus demografi dan ter- utama revolusi industri 4.0 maka tidak ada alasan untuk tidak mengimplementasikan hasil-hasil kreatif itu. Setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menjadikan hasil inovasi dan kreativitasnya bisa terus bermanfaat. Pertama, terus menanam kan sikap tidak merasa puas; kedua, terus mencari peluang pembiayaan riset; ketiga, meningkatkan kemampuan kecerdasan interpersonal; dan keempat, terus kompetitif.
Pertama, dunia riset dan inovasi adalah sesuatu yang terus bergerak. Ia tak berhenti pada satu titik. Dengan begitu, dalam situasi apapun tidak ada alasan berhenti setelah lomba. Sikap tidak merasa puas untuk mendorong peneliti terus kreatif dan inovatif dalam memecahkan setiap persoalan sains yang dihadapi.
Kedua, dunia riset tidak jarang membutuhkan logistik yang sukar dipenuhi oleh seorang peneliti. Bahkan, beberapa riset harus dibiayai oleh perusahaan-perusahaan besar. Kemampuan peneliti untuk terus mencari donatur amat penting. Kemampuan bahasa dan hasil kebermanfaatan riset menjadi kunci utama dalam mencari pembiayaan hasil riset.
Ketiga, kecerdasan interpersonal tidak sekadar kemampuan dalam memahami orang lain. Anderson membagi dalam tiga tingkatan kecerdasan ini. Satu, social sensitivity yang melahirkan sikap empati dan prososial.
Kedua, social insight, yakni kemampuan mencari solusi atas interaksi sosial. Sikap ini melahirkan kesadaran diri, keterampilan dalam memecahkan masa-
lah, paham situasi dan etika sosial.
Ketiga, social communication, yakni kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Dengan begitu kecerdasan in terpersonal memberi kemampuan signifi kan untuk mampu membangun jaringandan meyakinkan bahwasanya hasil risetnya bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan industri.
Keempat, sikap terus kompetitif memberi ruang kepada peneliti untuk dapat survival dalam situasi apapun. Era disrupsi saat ini secara tiba-tiba mampu menggeser bahkan menyingkirkan eksistensi individu ataupun institusi yang telah mapan. Kemunculan kendaran online, toko online, pembelajaran online, dan pelbagai inovasi lainnya menjadi bukti kehadiran era ini.
Akhirnya, saya berharap momen ilmiah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Daerah Istimewa Yogyakarta harus djadikan inspirasi untuk bersama-sama menjadikan ikon perjuangan menggunakan gagasan, inovasi, dan kreativitas sehingga PIMNAS dapat juga dimaknai sebagai alan membangkitkan inovasi anak bangsa.
No Responses