Prof. Ainun Naim (Sekjen Kemristekdikti), Kurikulum 4.0

 Wawancara Khusus

Prof. Ainun Naim, Sekretaris Jenderal Kemristekdikti

Rintis Kurikulum Berorientasi Revolusi Industri 4.0!

Pasar hari ini membutuhkan sumber daya manusia dengan beragam keterampilan. UNY harus ambil peluang dengan rintis kurikulum berorientasi Revolusi Industri 4.0. Tidak boleh ketinggalan zaman!

 

“Karena teknologi yang kita kuasai, akan mampu membantu kita secara berdampingan. Tanpa menyingkirkan kita.”

 

“Nah di kita masalahnya, anak yang berijazah saja belum fasih betul (seputar teknologi) .Hanya mahir di teorinya. Apalagi yang belum mengenyam bangku pendidikan.”

 

—————–

 

Kepada Redaktur Pewara Dinamika, Ilham Dary Athallah, Prof. Ainun Naim selaku Sekjen Kemristekdikti berkisah tentang pesatnya perkembangan zaman. Hal ini diungkapkannya dalam Seminar Persiapan Kuliah yang terselenggara pada Jumat (25/01) di Auditorium UNY.

 

Agar UNY tak ketinggalan, perhatian pada literasi data, teknologi, dan kemanusiaan mutlak diperlukan. Hal ini perlu disiapkan lewat penyesuaian kurikulum, memilih bibit terbaik lewat jalur-jalur seleksi yang ada, hingga pelaksanaan pembelajaran dan penyediaan fasilitas perkuliahan yang mumpuni.

 

Dalam mempersiapkan kuliah, apa yang menurut bapak tantangan zaman yang harus diperhatikan UNY?

 

Banyak pakar yang kerap sebut tantangan zaman itu bentuknya kemajuan teknologi, persaingan pasar, dan beragam percepatan di dunia yang makin serba digital ini. Tapi bagi saya pribadi, fokus perhatian sudah selayaknya kita pusatkan.

 

Bukan sekedarnya perkembangannya, tapi bagaimana kita masih bergantung dengan pertembangan itu. Kita bukan hanya tidak memimpin kemana arah teknologi dikembangkan, tapi juga harus mengakui bahwa kita belum mampu sepenuhnya mengikuti, bahkan belum banyak yang paham dan menguasai apa itu perkembangan revolusi industri 4.0.

 

Ini yang harus diperhatikan oleh UNY dan saya kira seluruh perguruan tinggi sebagai Lembaga Pendidikan. Kita bergantung pada suatu sistem yang belum kita kuasai, dan bisa saja perilaku kita nanti disetir bahkan disingkirkan oleh perkembangan ini.

 

Cara menyikapinya?

 

Pasar hari ini membu

 

Apatuhkan sumber daya manusia dengan beragam keterampilan. Oleh karena itu kampus, termasuk UNY, harus ambil peluang dengan rintis kurikulum berorientasi Revolusi Industri 4.0.

 

Apa saja komponen kurikulum berorientasi revolusi industri 4.0?

 

Peran yang paling besar adalah Kognitive Capabilities. Isi kapabilitas tersebut antara lain: technical skills, kognitive abilities, content skills, dan system skills.

 

Lihat dari keempat keterampilan kurikulum berorientasi revolusi industri 4.0 itu. Seputar IPK dan hafalan akademik bahkan taka da. Ini terkait studi dari World Economic Forum, 44% pekerjaan nantinya semakin fleksibel secara demografi dan sosial ekonomi.

 

Tidak lagi bergantung pada IPK, seperti misalnya Nadiem pemilik Gojek yang pernah bilang kalau ia lebih banyak mempekerjakan karyawan dengan IPK antara 2,5 hingga 3 karena pekerjaan mereka di lapangan lebih bagus. Karena penguasaan ilmu tidak lagi diikatkan pada nominal hasil IPK, tapi pada kemampuan dia menerapkan ilmu itu ke lapangan, sebagai technical skills. Dengan dilengkapi tiga skills lainnya.

 

Kenapa kemampuan kognitif?

 

Karena peran kognitif dan sosial tadi yang paling diperhitungkan. Bagaimana kita menguasai skill, inovasi, dan bisa mengeksekusi. Tanpa ijazah Teknik Informatika pun, kalau bisa coding, bisa masuk Google katanya.

 

Nah di kita masalahnya, anak yang berijazah Teknik dan Sistem Informasi saja masih banyak yang belum fasih betul. Hanya mahir di teorinya. Apalagi yang belum mengenyam bangku pendidikan selevel SMK dan Perguruan Tinggi.

 

Inilah yang harus kita bentuk, di semua bidang studi, kita optimalkan agar anak didik bisa menguasai kognitif dan sosial. Bagaimana teknologi yang ada kita optimalkan untuk pekerjaan dan daya riset kita. Karena teknologi yang kita kuasai, akan mampu membantu kita secara berdampingan. Tanpa menyingkirkan kita.

 

Bagaimana penerapan komponen kurikulum tersebut ditetapkan?

 

Kita punya kebijakan bahwa kampus harus memberikan literasi baru. Diantaranya: 1) literasi data, bagaimana untuk memproses dan menggunakan data, 2) literasi teknologi, dan yang ketiga literasi kemanusiaan. Sehingga kemampuan pemahaman itu komplit di tangan mahasiswa: kuasai data, kuasai teknologi, dan kuasai hubungan kemanusiaan, maka (kita bisa) kuasai revolusi industri 4.0.

 

Contoh dari literasi ini?

Literasi teknologi menyangkut pemahaman terhadap sistem. Bagaimana sistem mekanik bekerja, penggunaan sistem, dan prinsip terkait engineering dan AI yang bisa menyokong masing-masing bidang studi. Kemampuan teknologi ini secara langsung akan berkaitan dengan literasi data. Bagaimana data dihimpun dengan teknologi, untuk kemaslahatan ilmu pengetahuan.

 

Saya lihat di Korea misalnya, diwajibkan seluruh mahasiswa untuk belajar dan mengerti teknologi computing dan programming. Walaupun anda dari jurusan yang secara kasat mata kerap fisik di lapangan, seperti Sport Science, nyatanya bidang studi ini sangat terbuka untuk dikembangkan melalui teknologi. Bagaimana wearable device bisa mendukung optimalisasi tenaga atlit misalnya, atau track aktifitas dan kecenderungan perilaku di lapangan.

 

Kemampuan literasi teknologi dikombinasikan dengan yang ketiga, human literation. Menyangkut kepemimpinan, kerja tim, pemahaman budaya sosial maupun kerja, beradaptasi, lengkap dengan kemampuan kewirausahaan dan integritas tinggi.

 

Dengan demikian, apakah akan dibuat mata kuliah khusus literasi atau Revolusi Industri 4.0?

 

Tidak. Direktorat Jenderal Pembelajaran sudah memberikan edaran bahwa konten tersebut sifatnya dikombinasikan dan berbaur dengan mata kuliah yang ada. Dimasukkan tanpa menambah jumlah SKS.

 

Selain mengintegrasikan dengan perkuliahan, adakah langkah lain yang bisa dilakukan kampus untuk mendidik penguasaan revolusi industri 4.0.

 

Tentunya tidak bisa hanya lewat kelas. Harus holistik. Dari awal masuk saja, universitas harus memilih bibit terbaik lewat jalur-jalur seleksi yang ada. Kampus negeri di Indonesia hingga saat ini masih begitu kompetitif, banyak sekali pendaftar. Saringlah yang berintegritas dan memiliki kemampuan unggul.

 

Dalam melakukan pembelajaran, fasilitas kemudian juga harus mendukung kurikulum. Berarti, laboratorium, ruang kelas, lab computer, dan fasilitas amenities dasar seperti Wifi kampus juga harus diperhatikan.

 

Guna mendukung penyediaan fasilitas, Kemristekdikti juga mendorong universitas untuk berjejaring dan mengembangkan diri. Ada Indonesian Education Research Network (INRENT) yang sudah kita rintis.Di jaringan tersebut, antar universitas bisa berkolaborasi menyediakan kuliah online.

 

Misalnya anak UNY bisa ambil kuliah beberapa mata kuliah di ITB, dan SKS dari perkuliahan tersebut diproyeksikan akan diakui. Kelas nantinya bisa dilakukan daring jarak jauh, atau hybrid berbasis blended-learning, Sesekali bertemu tatap muka dan kali lainnya di kelas.

 

Kerjasama juga dengan internasional. Tulis publikasi internasional, baca,dan pelajari banyak hal dari luar negeri. Serap lalu kembangkan. Saya yakin UNY bisa merintis kurikulum  berorientasi revolusi industri 4.0. Tidak boleh ketinggalan zaman!

No Responses

Comments are closed.