Wawancara Khusus – Prof. Yohana Susana Yembise – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
LEAD: Perempuan punya potensi besar yang selama ini belum bisa dimaksimalkan untuk kemajuan bangsa. Lembaga Perguruan Tinggi Kependidikan (LPTK), punya kesempatan besar untuk turut andil memastikan pendidikan hadir untuk perempuan di masa Revolusi Industri 4.0
——-
Kepada Redaktur Pewara Dinamika, Ilham Dary Athallah, Prof. Yohana Susana Yembise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkisah tentang bagaimana peran perempuan dalam kemajuan bangsa bisa terus ditingkatkan di tahun 2019 dan masa-masa yang akan datang. Disela-sela Seminar Nasional Peran Wanita dalam Mendidik di Rektorat UNY pada Senin (23/04/2018), Yohana juga merefleksikan bahwa apa yang selama ini belum dimaksimalkan dari potensi perempuan, bisa diubah dengan andil dunia pendidikan yang menjadi jiwa LPTK.
Dalam seminar, ibu menyebutkan bahwa LPTK bisa mencetak kartini-kartini baru. Bisa dijelaskan mengapa?
Kita sebagai ibu-ibu, dan perempuan-perempuan hari ini, adalah kita yang melanjutkan cita-cita daripada R.A Kartini dalam situasi yang berbeda. Bidang yang berbeda pada waktunya, yang sesuai dengan perubahan di masa itu.
Dulu, perubahan yang dihadapi Kartini adalah kemerdekaan. Perjuangan hak wanita. Hari ini, perubahan itu hadir dalam bentuk revolusi industri. Membutuhkan kartini-kartini yang siap dengan kemampuan dan karakter untuk menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Salah satunya, memimpin sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Kapasitas yang ada di LPTK, adalah pendidikan. Jebolan LPTK adalah para pendidik. Mereka punya kapasitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seiring posisi para perempuan yang ada di kampus ini sebagai mereka yang telah tercerdaskan. Mereka (mahasiswi) akan jadi kartini-kartini baru. Tugas besar bangsa ada di pundak mereka.
Apakah kesempatan mencetak kartini baru hanya dipunyai LPTK?
Kartini sesuai kapasitasnya. Institut teknologi tentu mencetak perempuan-perempuan hebat di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Peran perempuan di bidang STEM juga perlu ditingkatkan, selama ini masih kurang karena adanya persepsi bahwa itu domain laki-laki, padahal perempuan terlibat sangat terkait jika kita ingin cepat menangkan revolusi industri 4.0.
Tapi yang bisa mencetak pendidik, memang sesuai tupoksinya, adalah LPTK. Dan saya tahu ini karena sebelum Bapak Presiden menugaskan saya menjadi menteri hingga akhirnya keluar dari dunia pendidikan, saya juga dilahirkan dari rahim LPTK. Saya guru besar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih.
Mereka kartini baru dari LPTK, berkiprah di dunia pendidikan, akan bisa memaksimalkan potensi perempuan di negeri ini dengan cara memaksimalkan potensi mereka dalam mengajar sekaligus memaksimalkan potensi murid perempuan yang mereka ajar. Perannya juga sangat vital untuk memastikan perempuan punya akses dalam melibatkan dirinya di era revolusi industri ini.
Apa potensi perempuan yang menurut ibu belum terpenuhi sejauh ini?
Terkait dengan belajar. Kita punya pilar-pilar penting dalam Sustainable Development Goals. Perempuan belum berada di garis aman, terkait pendidikannya yang minim. Karena pendidikan kurang, perempuan bermasalah.
Terkena kekerasan dalam rumah tangga, anak-anak menjadi mangsa predator, pelecehan seksual, pencabulan. Ini terjadi karena perempuan masih punya porsi minim dalam relasi sosial. Porsi minim, akibat pendidikannya selama ini juga minim karena secara sistematis terbentuk demikian.
Kementerian (PPPA) senantiasa berusaha mewujudkan banyak perempuan untuk ikut terlibat dalam pembangunan. Hal ini terkait fakta bahwa perempuan itu masuk semua lini bisa: ekonomi, sosial, posisi strategis politik pemerintah, ini satu hal konsen kami semua. Khusus di pemerintah daerah, baru 17% sekiranya perempuan di parlemen dan di eksekutif. Walikota dan Bupati baru sekitar 86 dari 516 yang perempuan. Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, masih kurang dari perempuan. Banyak perempuan masih stuck jadi Kaprodi Jurusan.
Mengangkat potensi aset perempuan 126 juta penduduk Indonesia, bergerak maju dan dilihat setara dengan 140 juta penduduk Indonesia lainnya yang dilahirkan sebagai laki-laki, adalah potensi yang perlu kita angkat. Pendidikan bisa jadi awal yang baik untuk memenuhi potensi ini.
Caranya?
Secara umum, perempuan harus diberi akses. Berikan akses perempuan untuk peroleh pendidikan. LPTK bisa membuka akses itu, menyediakan kurikulum, mendidik gurunya. Bahkan lebih spesifik lagi, mendidik guru perempuan lebih banyak untuk mendorong kesetaraan gender.
Akan tetapi dalam memberi akses itu, atau dalam kacamata perempuan sebagai pihak yang mendapatkan akses, jangan lihat laki-laki sebagai musuh kita. Ajak bersama-sama bergerak untuk memberi kesempatan.
Pendidikan keguruan di LPTK tidak bersentuhan langsung dengan ranah STEM. Bagaimana cara pendidik perempuan peran?
Keterlibatan seperti yang saya sudah terangkan, sesuai dengan kapasitasnya. Secara umum definisi revolusi industri memang kemajuan teknologi yang besar disertai dengan perubahan sosial ekonomi dan budaya yang signifikan. Era ini diwarnai dengan kecerdasan buatan yang era super komputer rekayasa, genetika, teknologi nano, mobil otomatis inovasi yang perubahan yang terjadi dengan kecepatan eksponensial yang akan mengakibatkan dampat ekonomi industri, pemerintahan, dan juga politik. Situasi tersebut membuat dampak perubahan besar di masyarakat.
Contoh sederhana televisi radio suda tidak banyak dipakai sebagai sumber informasi dan hiburan sudah amkin lama ditringgalkan. Sebaliknya semakin banyak konsumen yang beralih ke media sosial youtube, instagram, dan sebagainya.
Namun, bukan berarti revolusi industri ini hadir tanpa sebab. Mereka para laki-laki, bisa menciptakan dan terlibat di bidang STEM karena punya akses. Di negara maju, STEMnya pesat karena semua laki-laki dan perempuan terlibat. Itulah mengapa Indonesia kalau mau mengejar, harus full power. Perempuan dan laki-laki yang berkapasitas, majukan STEM.
Cara agar mereka bisa majukan STEM, beri ruang seluas-luasnya di tingkat pendidikan sejak paling rendah. Studi dari UNESCO telah menunjukkan bahwa nilai akademis perempuan lebih baik, diterima di kampus lebih banyak dibanding laki-laki, tapi partisipasi kerjanya lebih rendah. LPTK harus pastikan perempuan dapat akses mendidik dan dididik.
Selama ini prodi keguruan banyak diminati perempuan. Apakah ini bisa mendukung kesetaraan gender?
Memang paling banyak yang menjadi guru Indonesia, yang tertarik adalah perempuan dibanding laki-laki. Tapi dukungan pada kesetaraan gender hanya bisa terjadi kalau mereka yang studi mahal untuk bayar anak perempuan sekolah itu, tidak berakhir di pekerjaan domestik. Gunakan ilmu untuk mendididik. Saya sangat memohon UNY mengingatkan mahasiswi agar jangan seperti ini.
Saya memang belum bisa memberi arahan spesifik, bagaimana cara mengingatkan perempuan agar tetap berkiprah di lapangan kerja. Secara umum, partisipasi perempuan bekerja hanya 55%. Laki-laki? 85%.
Bisa saja, perempuan lebih tertarik pada laki-laki. Tapi yang paling penting, mulai sekarang, mulai tahun depan, lakukan perubahan. Perempuan tetap bisa menjalankan kodrat kita dengan tetap menggunakan aset ilmunya.
LPTK telah membuka kesempatan akses untuk anda, serta memungkinkan anda untuk membuka akses bagi perempuan yang lain. Gunakan sebaik-baiknya untuk membuka kesempatan bagi perempuan berkarya, dengan cara anda berkarya pula sesuai dengan bidangnya.
No Responses