Menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) memberikan peluang sekaligus tantangan hebat bagi kampus untuk mengembangkan kiprahnya. UNDIP telah mengarungi deras arus nomenklatur tersebut dengan lihai.
Disela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenristekdikti yang pada 3-4 Januari 2019 lalu menjadi hajatan besar bagi UNDIP, Prof Yos Johan Utama selaku Rektor berkisah kepada Redaktur Pewara Dinamika, Ilham Dary Athallah, seputar bagaimana PTNBH dilaksanakan pada masa kepemimpinannya. Kampus ini telah beroperasi sebagai PTNBH semenjak memperoleh status pada Desember 2015, dan menuntaskan administrasi pada Januari 2017.
Keberadaan perubahan signifikan dalam otonomi kampus, proses administrasi akademik, dan pelaporan keuangan, memberikan kesempatan yang menurutnya layak diperjuangkan bagi setiap kampus. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kata kunci yang kerap diasosiakan dengan PTNBH, adalah fleksibilitas dan otonomi. Berdasarkan pengalaman UNDIP, bagaimana rasanya menjadi PTNBH? Apakah kata kunci tersebut benar?
Benar. Dan UNDIP telah memperoleh gelar PTNBH pada Desember 2014, di masa kepemimpinan Prof. Sudharto. Kebebasan sebagai bagian dari fleksibilitas, dan otonomi, memang basis yang ditawarkan status ini. UNDIP telah melakukan tambahan kewenangan tersebut ketika proses administrasi selesai pada Januari 2017.
Namun, dua privilege (keistimewaan) tersebut juga harus datang dengan pertanggungjawaban yang tinggi. Oleh karena itu, ada tiga kata kunci sebenarnya, bukan hanya dua. Otonomi dan fleksibilitas dilakukan dengan tanggung jawab, misalnya lewat menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan menteri.
Dalam penetapan tarif, kami sebagai PTN Badan Hukum wajib berkonsultasi dengan menteri. Tarif biaya pendidikan ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa. Itulah bentuk tanggung jawab.
Dan oleh karena itu, rasa menjadi PTNBH sebenarnya sejalan dengan tema rakernas kali ini. Mewujudkan riset, teknologi, dan pendidikan tinggi yang 1) terbuka, 2) fleksibel, dan 3) bermutu.
Apa pencapaian yang bisa dicapai UNDIP dengan keberadaan PTNBH?
Per 2018, seiring Dies Natalis ke 61, kami mengusung Internasionalisasi, sinergis, dan kseleratif dalam rangka menuju 500 Besar Universitas Kelas Dunia. Upaya yang telah UNDIP lakukan dalam tahun-tahun terakhir sebagai PTNBH, juga memperlihatkan hasil menggembirakan.
Jika dilihat dari hasil pemeringkatan di Kemenristekdikti, posisi Undip secara nasional meningkat.
Pada tahun 2015, Undip berada pada posisi 10. Tahun 2016, posisi 9. Tahun 2017, pada posisi 6 dan Undip berada pada posisi 5 nasional pada tahun 2018.
Di samping itu, berdasarkan penilaian lembaga pemeringkatan internasional, posisi UNDIP juga cukup membanggakan. Misalnya untuk tahun 2018 pada ranking Greenmetric, UNDIP berada pada ranking enam se-Indonesia dan 103 dunia. Adapun untuk ranking QS, UNDIP berada pada posisi 8 di Indonesia, 240 Asia dan 801 dunia. Selanjutnya untuk ranking Scimago yakni berbasis publikasi di Scopus, UNDIP menduduki posisi pertama se-Indonesia
Terkait dengan fleksibilitas, apa yang berbeda dalam kerangka akademik? Adakah prodi baru yang dibuka UNDIP, atau ditutup?
Secara legal formal, UNDIP sudah punya wewenang terkaittata kelola pengambilan keputusan secara mandiri; hak mengelola dana secara mandiri, transparan dan akuntabel; wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen serta tenaga kependidikan; wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; serta wewenang membuka dan menyelenggarakan serta menutup program studi (prodi).
Itulah kenapa pada 2017 lalu, kita mulai terima dan langsungkan proses pembelajaran fakultas baru: Fakultas Vokasi. Ini bukan Sekolah Vokasi, karena isinya adalah program studi sarjana terapan, D4. Prodi yang kami buka adalah Rekayasa Kimia Industri, Rekayasa Otomasi, dan Perancangan Mekanik.
Kalau terkait otonomi keuangan?
Masih kita kembangkan dan mantapkan terus. Agustus 2018 lalu kita mengadakan Workshop Tata Kelola Keuangan PTNBH se Indonesia. Atas fleksibilitas itu juga, UNDIP menganggarkan 50 miliar untuk riset. Sekitar 25% dari anggaran kampus ini.
Rakernas ini juga bisa jadi momentum sosialisasi implementasi peraturan-peraturan baru. Harapannya otonomi berjalan beriringan dengan kepatuhan pada hukum.
Dan aturan perpajakannya?
Ini yang masih terus menjadi perhatian kami. Dalam pidato di Rakernas, Bapak Menteri (Menristekdikti, Prof. Mohamad Nasir) telah mengadukan keberatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan menyampaikan kepada Bapak Presiden (Joko Widodo). Karena selama ini, PTNBH dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga ada PPh Badan, dan ada juga PPh progresif untuk para civitas. Untuk pajak badan misalnya, sekitar 5-15%. Sisa anggaran SILPA, juga kena pajak lagi. Jadi pajak dosen lebih tinggi dari sebelum berstatus PTNBH. Padahal, uang tersebut kan bisa dimanfaatkan untuk keperluan riset.
Idealnya, layaknya disebutkan oleh Bapak Menteri, PTNBH tidak dikenakan status wajib pajak. Karena memang pengelolaan kami kan berprinsip nirlaba, bukan bertujuan mencari profit.
Himbauan sementara, PTNBH menunda pembayaran pajak PPh Badan pasal 21. Sampai permohonan Bapak Menteri kepada Ibu Menteri Keuangan, ada kepastian dikabulkan atau tidak. Karena selama ini status hukumnya juga belum begitu terang. Hanya surat edaran Dirjen Pajak.
Untuk kampus yang sedang memproses atau mengejar status PTNBH, apa yang bapak sarankan?
Keberadaan perubahan signifikan dalam otonomi kampus, proses administrasi akademik, dan pelaporan keuangan, memberikan kesempatan yang menurut saya layak diperjuangkan bagi setiap kampus.
Tapi, perubahan administrasi itu hanya satu batu pencapaian. Pencapaian hakikinya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan wewenang tersebut, ekosistem pendidikan tinggi harus kita bangun supaya kita akan menjadi bermutu.
Menghadapi disruptive innovation lewat transformasi internal sekaligus kolaborasi pihak eksternal. Lewat action bagaimana yang terbaik dalam operasional, serta efektif dalam organisasi dan birokrasi.
Saran saya, mari selalu meningkatkan mutu dan meningkatkan riset. Saya ingat waktu Bapak Menteri (Menristekdikti, Prof. Mohamad Nasir) meresmikan Laboratorium Bloomberg (di FEB UNDIP). Beliau menyebutkan kalau setiap kampus anggarkan 10 miliar saja setidak-tidaknya untuk riset, seperti UNDIP, maka riset Indonesia bisa take off. Indonesia harus siap untuk itu, dengan memanfaatkan medium-medium yang ada. PTNBH salah satunya.
No Responses