Tak pernah ada garis finis untuk Rahma Annisa. Setiap pertandingan dan rute lari yang ia lewati adalah satu lagi perjalanan baru untuk Rahma memacu diri. Asa tersebut membuat semangat perjuangannya selalu membara. Setelah Medali Emas POMNAS berhasil ia sabet, Pekan Olahraga Nasional di Papua menjadi target berikutnya.
***
Senin (23/09), Rahma mencatatkan sejarah. Rahma Anisa mahasiswi PJKR FIK UNY berhasil meraih emas dalam cabang atletik Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XVI diJakarta. Selain mendapatkan emas, rekor waktu dan poin kejuaraan yang dicatatkan Rahma secara kumulatif juga meloloskannya limit PON Papua. Ia akan mengibarkan panji-panji Yogyakarta disana.
Mahasiswi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Fakultas Ilmu Keolahragaan ini, bahkan menyabet dua medali sekaligus di POMNAS. Yaitu medali emas atletik pada Pomnas XVI Jakarta pada nomor lari 400 meter, dan medali perak lari 400 meter lari gawang. Resep keberhasilannya terletak pada keengenan untuk takut, terus berkarya, dan berusaha memberikan yang terbaik untuk orang orang yang selalu memberikan support terbaiknya. “Menjadi mahasiswa FIK UNY memberikan peluang yang besar untuk berprestasi”, ungkapnya.
Ilmu dari kampus disertai dengan latihan dan doa, menjadi kombinasi mujarab. Rahma adalah satu lagi bukti bahwa juara diciptakan, bukan dilahirkan.
Diasah di Wonosobo
Penciptaan Rahma menjadi atlit bertalenta jawara, sudah bermula sejak kecil. Dara kelahiran Wonosobo 13 Maret 1999 ini menghabiskan masa kecilnya di kota kelahirannya. Tepatnya di Desa Binangun, Kabupaten Wonosobo.
Bersekolah di SDN 3 Binangun, Rahma dikenal sebagai anak yang relatif aktif. “Pencilaan, petakilan kata teman-teman dan guru. Jadilah diminta ikut lomba lompat tinggi, lompat jauh, di masa SD,” kenang Rahma.
Ajang lompat jauh dan lompat tinggi itulah yang jadi pengalaman Rahma di dunia atletik. Lomba saat itu digelar di tingkat desa. Ia menyabet gelar jawara dan mewakili desanya di tingkat kecamatan.
Bakat atletik tersebut sempat diragukan oleh Umaryadi dan Jumini, kedua orang tua Rahma. Hal itu menurut Rahma sangatlah wajar. Karena belum diketahui betul apakah olahraga memang benar-benar bakat Rahma, atau sekadar menyalurkan energinya yang berlebih.
Namun seiring waktu, orang tua memahami. Bahkan mendukung karena saat sudah bersekolah di jenjang SMP, siswi SMPN 3 Watu Malang ini mulai mengenal lomba lari. Baik itu lomba lari 100 meter, hingga lomba lompat seperti yang Rahma lakoni saat masih SD, menjadi panggungnya menyabet pundi-pundi medali.
Bahkan saat Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) di tingkat kabupaten, Rahma bisa menyabet gelar jawara di bidang lari walaupun hanya dilatih sejak H-3 lomba. Prestasi di bidang serupa terus ia lanjutkan kala menjadi siswi berseragam putih abu-abu di SMAN 2 Wonosobo.
“Jadi dikira ini karena saya pencilaan saja. Jadi inginnya kedua orang tua mempertajam akademik. Namun setelah saya aktif lomba dan berlatih, mereka mendukung perkembangan saya,” kenang Rahma.
Terus Fokus Berlatih
Kegembiraan dalam menekuni olahraga kemudian dilanjutkannya di jenjang perkuliahan. Keberlanjutan ini sebenarnya juga sebuah kebetulan. Rahma mulanya hendak mengikuti Pendidikan Kepolisian ataupun Tentara. Ia dan kedua orangtuanya sama-sama sepakat dengan hal ini.
Akhirnya, mendaftarlah Rahma ke Politeknik Angkatan Darat. Namun dalam perjalanan seleksi, ternyata lokasi ujian cukup jauh dari rumah. Rahma diminta ikut seleksi ke Tegal.
“Wonosobo tegal sangat jauh bagi saya yang belum pernah pergi jauh saat itu. Sekitar empat jam dan tidak ada kereta atau bis yang langsung,” kenang Rahma.
Akhirnya, mendaftar kuliah menjadi pilihan. Ia mencoba mendaftar di tempat-tempat yang relatif dekat. Yaitu Purwokerto, Semarang, dan Yogyakarta. Di UNY, ia diterima di jurusan PJKR melalui jalur prestasi.
“Saya mencoba juga di kampus lain dan di SBMPTN. Namun akhirnya saya pilih UNY karena saya suka olahraga dan Yogyakarta memang dekat,” kenang Rahma.
Saat mulai mengikuti pembelajaran di UNY, Rahma mulanya bertekad fokus di ranah akademik dan keilmuan. “Fokus kuliah biasa,” demikian ungkapnya. Namun bakatnya tak bisa ditutupi. Beberapa rekannya yang memang aktif sebagai atlit mengajaknya ikut latihan serius. Salah satunya di bidang basket.
“Tapi nggak jadi basket,” kenang Rahma.
Ajakan lain kemudian hadir untuk mengikuti latihan atletik. Rahma diajak ke Stadion Atletik UNY. Ternyata saat mengikuti latihan, Rahma merasa teman dan pelatihnya sangat bersahabat. Coach Ivan selaku pelatih klub atletik disebutnya selalu mendukung dan membuat analisis tajam untuk meramu latihan yang cocok bagi para atlitnya. Sekaligus memberi pengetahuan tentang catatan, keunggulan, sekaligus kelemahan para pesaing.
“Jadilah saya join club “Single Track Project”. Murni karena orangnya enak dan saling support. Coach juga selalu mendukung kami,” imbuh Rahma.
Kompetisi pertama kemudian ia ikuti sekitar pertengahan 2017. Saat ia duduk di semester 3, ada gelaran bertajuk BPD DIY Championship. Lomba itu seperti eksibisi, pertandingan persahabatan. Lari 100 meter seperti zaman sekolah menjadi ajangnya.
Dari pertandingan dan latihan, pelatih kemudian mengendus bakat Rahma yang belum diketahui sebelumnya. Rahma punya nafas dan kekuatan yang lebih panjang. Oleh karena itu lari dengan jarak yang lebih jauh bisa jadi peluang Rahma berprestasi. Akhirnya berfokuslah Rahma pada kompetisi berbasis long sprint. Dengan jarak lebih panjang.
“Disitulah mulai tanding lari 400 meter. Beda dengan dulu hanya 100 meter,” kenang Rahma yang sejak saat itu berlatih di Yogyakarta dan ketika berkompetisi menjadi perwakilan Yogyakarta.
Mengharumkan Nama Yogyakarta
Beberapa prestasi lanjutan juga disabet Rahma. Seperti Kejurnas Jateng Open dimana bersama rekan-rekannya di nomor lari 4×100 meter mereka memperoleh medali emas. Namun di tahun 2017, Rahma tak mengikuti Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional karena sedang cedera panggul.
Rahma istirahat total selama tiga bulan, dan selama 1,5 tahun tidak mengikuti kompetisi apapun sama sekali.
Awal 2019, staminanya sudah pulih. Ia langsung mengikuti kejuaraan mulai dari Jateng Open di Solo, kompetisi terbuka di Semarang, dan Kejurnas Atlet di Ciinong. Catatan waktu lari di Cibinong itu ternyata meloloskannya untuk ikut PON 2020 di Papua. Rahma kembali bersinar.
“Saya langsung tajam setelah pemulihan itu. Setelah lolos PON, saya ke POMNAS. Dengan semangat penuh,” kenang Rahma.
Ia berangkat ke POMNAS karena lolos seleksi portofolio yang dilakukan universitas. Catatan waktunya unggul sehingga ia langsung saja memperoleh kepercayaan untuk ikut POMNAS.
“Tahu-tahu saja itu masuk tim,” ungkap Rahma.
Latihan intensif kemudian ia lakoni sejak awal tahun. Setiap pagi dan sore, Rahma mengasah kemampuan di Stadion Atletik UNY. Waktu jeda hanyalah Sabtu Sore, Minggu Sore, dan dua minggu cuti bersama idul fitri. Selain itu, latihan terus menjadi kewajibannya.
Hasil kemudian tak mengkhianati hasil. Didukung dengan analisis sport scienceyang dimiliki UNY, Rahma bisa memperkirakan berapa catatan waktu lawannya di kompetisi bahkan sebelum pertandingan dilakukan. Oleh karena itu fokusnya bukan mengalahkan lawan. Tapi mengalahkan waktu. Inilah yang mengantarkannya menyabet medali emas.
“Jadi sudah dianalisisi. Musuh yang paling ketat misalnya, UNJ (Universitas Negeri Jakarta), atlitnya akan lari sekitar sekian detik. Saya harus lebih cepat dari itu. Fokus mengalahkan waktu, bukan lawan,” ujar Rahma.
Selepas POMNAS, latihan tetap dilanjutkan Rahma sebagai bagian dari Kontingen DIY untuk PON 2020. Fokusnya adalah mematangkan teknik berlari. Walau official Kontingen DIY belum mengumumkan apa target yang diberikan pada cabor atletik, namun Rahma bertekad mengharumkan nama Yogyakarta dalam ajang yang digelar di Papua tersebut.
“Sekaligus kedepannya, ingin mewakili di ASEAN University. Ingin membawa nama Indonesia. Untuk itu, harus sabar, berlatih keras, dan menikmati proses. Percayalah juga bahwa banyak orang yang akan mendukungmu, selama kita tekun,” pungkas Rahma.
No Responses