Cinta adalah satu di antara topik yang selalu menarik untuk dibicarakan. Mungkin karena hampir semua orang membutuhkan cinta dan bahagia ketika dicintai. Wajar jika seorang pemenang penghargaan nobel sastra asal Kolombia, Grabriel Garcia Marquez menciptakan sebuah novel tentang cinta yang diberi judul Love In The Time of Cholera atau Cinta Sepanjang Derita Kolera menurut versi terjemahannya. Merujuk pa- da kondisi negeri saat ini yang juga sedang ditimpa wabah (sekarang Corona, sementara dulu Cholera), agaknya membaca Love In The Time of Cholera menjadi kebetulan yang relevan. Meskipun wabah kolera dalam Love In The Time of Cholera hanyalah menjadi setting cerita yang sangat tidak dominan, namun derita kolera dalam Love In The Time of Cholera juga sempat disinggung sedikit ketika Florentino Ariza mengira Fermina Daza sedang melaku- kan isolasi mandiri karena lama tidak terlihat. Corona sendiri juga membuat beberapa pasangan suami-istri harus rela berpisah selama beberapa waktu untuk menghindari penyebaran virus yang hingga saat ini masih enggan berlalu.
Tulisan ini tidak akan menguraikan tentang relevansi Cholera da- lam sastra dan Corona dalam real ita, namun lebih menitikberatkan pada pesan-pesan tentang percintaan khas Gabriel Garcia Marquez yang cenderung logis dan manis. Pembuka tentang Cholera dan Co- rona semata-mata bertujuan untuk membuktikan kebetulan yang relevan ini, sehingga membaca Love In The Time of Cholera bisa terasa lebih nyata. Beberapa resep percintaan ala Gabriel Garcia Marquez meliputi cara mendekati seorang gadis, lelaki yang dapat memasuki kerajaan cinta, tolok ukur perempuan yang laik un tuk dikagumi, hingga cara mengam- bil sebuah keputusan.
Resep pertama dari Gabriel Garcia Marquez adalah cara mendekati seorang gadis yang sering dipahami adalah harus menyenangkan hatinya, padahal orang pertama yang harus disenangkan bukan orang yang dicintai, tapi sosok yang paling dekat dengannya. Hal ini disampaikan oleh Transito Ariza kepa- da putranya yang sedang mendekati Fermina Daza bahwa orang pertama yang harus dimenangkan hatinya bukan Fermina Daza, tetapi bibinya (Escolastica). Semua gerak-gerik Fermina Daza berada dalam kendali bibinya, sehingga mendapatkan hati bibinya adalah kunci utama un- tuk memasuki hati Fermina Daza. Memang tujuan utama adalah hati Fermina Daza, namun tanpa kunci rumah, semua upaya hanya akan berakhir sia-sia. Oleh sebab itu, orang terdekat dari target utama adalah jembatan yang akan menghubungkan pemburu dengan targetnya.
Resep selanjutnya adalah sosok pria yang didambakan seorang wanita menurut Gabriel Garcia Marquez yaitu pria yang memiliki spirit teguh dan mampu menjamin keamanan yang dibutuhkan untuk menghadapi kejamnya kehidupan. Pria yang lemah tak akan pernah mampu memasuki kerajaan cinta. Lagi-lagi resep ini disampaikan Transito Ariza kepada putranya, Florentino Ariza yang sedang bergelimang muntahan di suatu teluk kecil karena mabuk yang berlebihan sebab dilanda rasa cinta yang teramat dalam. Ungkapan Transito Ariza merupakan pengingat kepada para pecinta yang mudah galau dan melampiaskannya dengan tindakan-tindakan seorang pengecut bahwa rasa sakit harus dilawan dengan tekad yang benar-benar kuat agar sang kekasih yakin terhadap kemampuannya dalam menjaga dan melindungi.
Sebagai sebuah novel tentang cinta, Gabriel Garcia Marquez tak hanya menyajikan kisah cinta yang romantis dan mengundang tangis. Gabriel Garcia Marquez juga menyisipkan pesan-pesan satire terhadap para manusia sok suci yang hanya bisa menasihati tanpa pernah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari hingga ungkapan-ungkapan satire terhadap realita sosial. Dengan ketebalan buku yang hampir serupa ‘kamus satu miliar kata’, Love In The Time of Cholera laik dijadikan koleksi perpustakaan pribadi yang dapat dinikmati beberapa halamannya setiap pagi. Karena bertema tentang cinta, maka setebal apapun tak akan pernah menjadi masalah. Sebab cinta adalah kata yang akan tetap dibawa oleh umat manusia sampai ke alam baka. AKHMAD IDRIS
No Responses