Sebuah Sumpah Pengikat Persatuan

 LAPORAN UTAMA

Selamat datang kembali pembaca Pewara Dinamika yang budiman. Akhirnya kami bisa menyapa kembali pembaca sekalian, di tengah hiruk pikuk aktivitas Oktober yang padat, dengan ragam rangkuman berita serta informasi hasil racikan dapur redaksi.

Bulan Oktober senantiasa punya kaitan erat dengan pemuda. Hampir seabad lalu, peristiwa yang merintis tonggak berdirinya sejarah bangsa terjadi. Sebuah sumpah pengikat persatuan para pemuda yang berkumandang pada 28 Oktober 1928 telah mampu menggerakkan bangsa yang sempat terjajah, menjadi bangsa yang bangkit, melawan, lalu akhirnya merdeka dan berdikari. Kelindan inilah yang membuat redaksi Pewara Dinamika memutuskan mengangkat pemuda sebagai tema pada bulan Oktober ini.

Pemuda yang kami sorot adalah para pemuda dan pemudi Kampus Karangmalang beserta peran dan prestasi mereka yang menambah deretan panjang pencapaian nasional maupun internasional keluarga besar Universitas Negeri Yogyakarta. Lewat segunung talenta yang mereka miliki, para pemuda UNY telah mampu memenuhi ucapan Ir. Soekarno—Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan aku guncangkan dunia. Dengan beragam torehan prestasi sekaligus sumbangsih dalam berbagai organisasi, mereka telah berhasil mengguncangkan dunia.

Sejatinya, bila kita berbicara terkait soal pemuda, mau tidak mau kejadian historis Sumpah Pemuda akan turut tersaring dalam benak. Peristiwa akbar yang menggerakkan persatuan bangsa di bawah satu nama, Bangsa Indonesia, telah wara-wiri dijadikan epitome pergerakan pemuda. Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; berbahasa satu, bahasa Indonesia—tiga kalimat kunci ini dijamin mampu membikin gelegak nasionalisme mendidih dalam darah siapa pun.

Namun, seiring dengan Revolusi Industri 4.0. yang merangsek kian kuat, para pemuda masa kini dilansir begitu akrab dengan segala hal instan dan jamak yang melupakan pentingnya proses dalam mendapatkan sesuatu. Memang, era digital yang serba cepat ini menuntut siapa saja bergerak lebih lekas dan membuat urgensi untuk mengikuti gerak zaman makin mencekik. Akibatnya, jalan pintas dirasa lebih menolong untuk meraih tujuan akhir, dengan atau tanpa mendapatkan apapun sebagai pembelajaran dalam proses pencapaiannya.

Adalah Asian Games yang meski hajatnya telah usai, masih menyimpan gegap gempita cukup masif. Pada perhelatan akbar dunia olahraga tersebut, tak sedikit dari civitas akademika UNY yang ikut berkecimpung meramaikannya. Tak sekadar meramaikan, tentu, mereka pula turut kembali pulang membawa medali sekaligus pengalaman berharga. Dari mulai peserta, pelatih, dan sukarelawan yang membantu melancarkan jalannya acara, kami kupas dalam edisi kali ini.

Tak berhenti pada Asian Games, semangat inklusif yang digelorakan lewat Asian Para Games juga turut kami hadirkan. Banyak cerita yang disimpan di balik pesta olahraga difabel paling besar tersebut. Selain itu, kami juga mengulik dari sisi aktivisme yang dilakukan pemuda UNY. Dari skala paling dekat, kami menyuguhkan laporan tentang Ketua Badan Eksekutif Mahsiswa (BEM) serta buah pikirnya, serta perjalanan BEM itu sendiri sebagai wadah pemikiran pemuda di zamannya dalam tubuh UNY. Kami juga menjangkau semangat Sumpah Pemuda dalam pandangan berbagai pegiat pendidikan Kampus Karangmalang.

Rubrik-rubrik lain juga tidak lupa kami tampilkan. Rubrik Resensi, Cerpen, Puisi, dan Pojok Gelitik dihadirkan untuk memenuhi dahaga apresiasi estetika sidang pembaca. Rubrik Opini, dan Bina Rohani juga hadir sebagai tandem pemikiran pembaca sekalian.

Akhirnya, kami dari tim Pewara Dinamika mengucapkan selamat menikmati sajian seputar pemuda dan kepemudaan UNY, yang kian melengkapi bulan pemuda ini. Selamat Hari Sumpah Pemuda, Selamat mengobarkan semangat untuk terus membanggakan negeri. Tabik.

No Responses

Comments are closed.