Penghapusan ujian nasional disinyalir membawa bala bagi sejumlah bimbingan belajar. AKM menandai bangkrutnya perusahaan les-lesan. Apakah benar?
Bimbingan belajar atau Bimbel selama ini hidup di tengah kesuburan Ujian Nasional. Kemesraan mereka segera berakhir setelah Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mencabut UN lalu menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Keputusan itu ditaksir merugikan pihak penyelenggara les-lesan. Eksisnya Bimbel selama lebih dari dua dasawarsa terakhir mau tak mau harus menelan pil pahit.
Pasalnya, UN sudah terlalu dianggap momok bagi sebagian besar memori siswa. Tak terkecuali di mata Mas Menteri itu. Itulah sebabnya, AKM diharapkan menyehatkan iklim pendidikan formal dengan memefokuskan literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Menurut bos GoJek tersebut keduanya akan membuat siswa terampil bernalar lebih sistematis. Terlebih kompetensi yang akan dinilai dianggap relevan dengan kehidupan kontekstual siswa. Asesmen Kompetensi Minimum ini kelak akan dijodohkan dengan aspek ujian lain bernama Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.
Tak ada ritual persiapan khusus menjelang AKM. Kepastian ini diyakinkan Nadiem jauh hari. “Sangat penting dipahami terutama bagi guru, kepala sekolah, murid, dan orang tua bahwa Asesmen Nasional tahun 2021 tidak memerlukan persiapan khusus maupun tambahan yang justru jadi beban psikologis tersendiri. Tidak usah cemas dan tidak perlu bimbel,” ungkapnya saat mengenalkan AKM Oktober silam.
Histeria mendekati UN sebagaimana tahun-tahun sebelumnya tak mungkin menggelayuti para siswa lagi. Ketakutan nilai anjlok sampai gambaran imajiner tak lulus pun sudah terlewat masanya. Nadiem menegaskan tak ada konsekuensi apa pun, baik
terhadap siswa maupun sekolah, bila perolehan nilai kurang memuaskan. Semata-mata karena AKM sekadar berorientasi pada evaluasi capaian pendidikan nasional. Tak lebih dan tak kurang hanya dipakai sebagai cerminan sejauh kualitas pendidikan di Indonesia.
Sejumlah Bimbel mengaku sudah mengencangkan sabuk seusai kebijakan Mendikbud dilontarkan dua tahun sebelumnya. Neutron Yogyakarta, misalnya, menyambut baik AKM. Pihaknya juga menyesuaikan kebutuhan siswa. Selama ia baik dan bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan maka Neutron selalu berada di garda depan. “AKM mempunyai ciri khas mengedepankan nalar dari tingkat pemikiran LOTS ke HOTS. Intinya, menalar adalah metode paling efektif untuk menjawab soal baik itu soal ujian ataupun soal AKM, ujar M. Fajar Fathu Rhohman, salah satu tentor.
Di mata Bimbel, AKM justru lahan potensial. Bimbel mulai menyediakan program pendampingan AKM sebagai pengganti mata pelajaran yang hendak diUNkan. Fokusnya berbeda meski tentu saja memerlukan adaptasi materi, pengajaran, dan strategi pemasaran. Matrix Tutoring sendiri
sudah terang-terangan menyuguhkan program Sukses AKM melalui skema daring maupun luring. Prinsip lembaganya adalah membekali siswa agar bila kelak terpilih sebagai kandidat bisa mengerjakan soal lebih maksimal. Sebab AKM ini tak seluruhnya diikuti siswa. Hanya 30 anak yang dipilih secara acak oleh sekolah.
Selain persiapan untuk siswa, Bimbel juga menyasar para guru. Ganesha Operation (GO) sampai menyelenggarakan Webinar AKM. SMA Negeri 1 Jetis hari pertama bulan Oktober silam menjalin kerja sama dengan GO. Acara itu diikuti oleh guru pengampu, wali kelas, maupun siswa kelas XI. Pihak sekolah merasa perlu persiapan matang supaya AKM terselenggara sukses. “Yang paling penting gurunya dapat mempersiapkan pelaksana AKM,” ungkap bagian kehumasan sekolah bermoto berbasis budaya itu.
Bimbingan belajar umumnya menuturkan akan gayung bersambut apa pun keputusan yang diambil Kemendikbud. Mereka tak kekurangan cara menyesuaikan kegetiran menjadi peluang besar. Denting lonceng kematian les-lesan yang mengemuka seiring dengan implementasi AKM ternyata tak terlalu membawa mimpi buruk. Justru di balik itu tersem- bunyi peluang program-program baru. Memang Bimbel semenjak ber- diri telah akrab dengan ketakpastian semacam itu.
Sekalipun demikian, Nadiem seakan memberikan alarm.“Seperti dibilang tadi enggak semua angkatan tersebut yang kelas 5 SD, 8 SMP, atau 11 SMA akan mengambil AKM. Jadinya
tidak ada gunanya keluarkan uang untuk Bimbel,” tandasnya di hadapan Komisi X DPR Ri November tahun kemarin. Nadiem juga mengharapkan kepala sekolah dan guru tak perlu merisaukan persiapan teknis di lapangan. Ia mengimbau cukup menyiapkan logistiknya.
No Responses