Setahun Menakhodai, Sekarung Progres Tercapai

 LAPORAN UTAMA

Momen 54 tahun UNY menandai rekam jejak prestasi dan progres program. Dipenggawai Sutrisna bentangan konsep dan prioritas kerja dimanifestasikan secara kolektif. Kerja bersama menjadi kunci utama.

Setengah abad lebih empat tahun UNY eksis di tengah masyarakat lokal, nasional dan internasional. Usia yang tak lagi muda tapi belum begitu sepuh. Sepanjang lintasan waktu, kampus kependidikan negeri di Yogyakarta ini, dipertautkan oleh spirit yang sama, yakni memfasilitasi dan mengembangkan jagat pendidikan di ranah perguruan tinggi. Telah banyak yang UNY torehkan. Selain prestasi berskala internasional, pengabdian, pengajaran dan penelitian tak henti-hentinya dihela.

Kerja sama antarkolega menjadi kunci utama. Pucuk kepemimpinan dari rektor hingga jajaran tingkat program studi disolidkan secara masif. Pada titik demikian, Rektor UNY (2017-2021), Sutrisna Wibawa, membawa sejumlah amanah itu. Tanpa koordinasi horizontal dan vertikal, alih-alih kemajuan didapatkan, malah yang terjadi justru kemunduran. Membawa cita-cita kolektif ini bukan perkara mudah tapi bukan pula mustahil. Ini karena Sutrisna punya jurus jitu melalui jargon Smart and Smile yang telah melegenda di antara civitas akademia UNY.

Sutrisna membagi prioritas program kerja berdasarkan jangka pendek dan menengah. Ia dasarkan perencanaan itu secara inheren dengan visi-misi. Tentu visi-misi ini telah diterjemahkan dari induknya, yaitu Kemendikbud dan Nawacita Presiden Joko Widodo. Di situ terbentang tarik-menarik dialektis antara pemerintah Indonesia dan Rektor UNY.

Navigasi ini, menurut Sutrisna, dimaksudkan agar program prioritas yang dibawanya tak lepas konteks.

Tahun lalu, ketika masih baru menjabat. Sutrisna mengatakan kedudukan IPTEKS dalam pengembangan program universitas sedemikian penting. Namun, Sutrisna mengkreatifi dengan menyisipkan variabel olahraga. “Jadi, sasaran kita bukan hanya IPTEKS, melainkan IPTEKSOR (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni, dan Olahraga),” ujarnya. Posisi olahraga ini dianggap profesor filsafat Jawa itu sebagai salah satu ikon unggulan yang dimiliki UNY. Ini dibuktikan dengan keberadaan fasilitas olahraga yang dinilai jempolan di Indonesia.

Rektor UNY menegaskan tiap program harus didasarkan atas nilai-nilai filosofis. Nilai itu antara lain ketakwaan, kemandirian, dan kecendekiaan. Pertama, Sutrisna hendak membawa UNY melalui dorongan religius. Semua agama dan keyakinan warga UNY Sutrisna dukung. Tentu dengan konsisten dan menghormati praktik agama lain.

Selain religiositas, Sutrisna menekankan kemandirian. “Baik dosen, pegawai, maupun mahasiswa, mereka hendaknya mandiri dalam berpikir dan bertindak,” ungkapnya. Independensi ini merujuk pada profesionalisme dalam bekerja. Sutrisna menerjemahkan kemandirian itu sebagai bentuk inisiatif yang dilakukan dalam ranah individu dan komunal.

Setelah takwa dan mandiri diterapkan, Sutrisna mengharapkan warga UNY mempraktikan pribadi yang cendekia. Poin terakhir ini sesuai dengan peran UNY sebagai kampus yang menjunjung tinggi ruh ilmiah dan bertanggungjawab. Konsekuensi logis butir ini, menurut Sutrisna, “Akan terdidik karakternya. Sebetulnya itu semua fondasi pendidikan karakter yang digalakan UNY.”

Bagi Sutrisna, ketercapaian program mesti jelas indikatornya. Untuk itu, selama setahun memimpin, ia mengacu pada cetak biru yang semula telah dirumuskan bersama.

“Saya polanya pekerja. Bukan pewacana. Saya tidak ingin mewacanakan sana-sini tapi tidak dilakukan,” tuturnya. Karena itu, Sutrisna cenderung langsung merealisasikan target dan tujuan sehingga lekas dikerjakan.

Dilansir dari Indikator World Class University (WCU) UNY versi RJP 2015-2025, terdapat tujuh sasaran strategis yang diperjuangkan Rektor UNY beserta pimpinan: (1) peringkat ke-1 universitas kependidikan versi webometrik; (2) peringkat ke- 6 universitas di Indonesia versi webometrik; (3) peringkat ke-17 terbaik ASIA Tenggara versi THES; (4) peringkat ke-250 terbaik ASIA versi THES; (5) peringkat ke- 750 terbaik dunia versi THES; (6) tersebarluaskannya keunggulan UNY; dan (7) peningkatan pendapatan UNY melalui income generating activities (IGA).

Predikat Akreditas A telah diraih UNY. Angin segar menyuburkan ranah-ranah lain. Sutrisna kemudian berfokus pada wilayah akademik yang diharapkan meningkat kualitasnya. Salah satu titik tembaknya adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). “Terus terang, perguruan tinggi memprioritaskan pengajar meraih gelar akademik doktor dan guru besar,” katanya. Kenyataannya justru berbeda. Menurut Sutrisna, UNY baru memiliki 27% doktor. Angka ini jauh di bawah perguruan tinggi lain. “Idealnya 70% dan ini kalau mau bagus,” tuturnya.

Menjembatani problem akademik dapat dilakukan melalui membuka kesempatan seluas-luasnya bagi dosen untuk melanjutkan studi doktor. Terutama dosen yang berusia di bawah 40 tahun. Selain jumlah doktor yang masih di luar harapan, UNY baru memiliki 6% guru besar. Angka ini Sutrisna jadikan catatan ke depan. “Paling tidak kita memiliki profesor sebanyak 15% supaya lazim seperti standar perguruan tinggi lain,” ungkapnya.

Sementara itu, guru besar yang pensiun, diharapkan tetap mengajar. Menjadi profesor emeritus. “Jadi, mahasiswa bisa belajar kepada
para ahli. Tapi regulasi emeritus itu jurusan yang mengajukan,” tambahnya.

Musliar Kasim, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), menyebut Indonesia baru memiliki 250.000 doktor. “Itu di tahun 2012 dan akan terus digenjot hingga seratus ribu doktor,” jelasnya. OECD (Organization for Economic Cooperation & Development) menyebutkan pada tahun 2014 Amerika Serikat meluluskan 67.449 doktor. “Selanjutnya diikuti 28.147 (Jerman), 25.020 (Inggris), dan 24.300 (India),” dilansir dari amp.weforum.org.

Identitas akademik berbanding lurus dengan daya produktivitas sebuah karya. Untuk melejitkan jumlah riset dan publikasi yang terindeks, Sutrisna punya strategi secara sistemik. Antara lain memberi kesempatan besar bagi dosen untuk memublikasikan karya ilmiahnya melalui sistem terbimbing.

“Saya menciptakan sistem ini agar para dosen siap dan pantas dipublikasikan ke jurnal terindeks,” ucapnya. Artikel saintifik yang terpublikasi kelak mendapat insentif dari universitas.

Wakil Rektor I, Margana, mengatakan sistem bimbingan pra-scopus ini dilakukan dalam rangka mendorong kualitas dan kuantitas publikasi internasional. Ia mengharpkan agar selain menulis di forum dunia, karya para dosen itu juga didaringkan agar bisa diakses jamak orang. “Semua karya dosen harus ter-online-kan. Termasuk mereka wajib memiliki akun google scholar dan research gate sehingga karyanya terindeks,” harapnya.

Setengah tahun kepemimpinan Sutrisna gagasan futuristik sekolah vokasi diwacanakan. Ia dimulai dari perumusan dan analisis kebutuhan. Meski baru sebatas konsep, Sutrisna telah menegaskan hendak membangun sekolah vokasi di Kulon Progo. Ia mengatakan bahwa kebutuhan sekolah vokasi itu merupakan respons atas kebutuhan zaman. Menurutnya, terobosan demikian sesuai dengan konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mendorong keterampilan praktis sebagai modal utama. Tentu ini yang paling dibutuhkan.

Putut Wirjawan, Pimpred Bernas, mendukung upaya rektor itu melalui penyosialisasian sekolah vokasi ke masyarakat. “Saya melihat bahwa UNY menempati peran strategis dalam membangun SDM dan profesional. Terutama calon mahasiswa yang akan menempuh pendidikan vokasi,” paparnya di depan forum media pertengahan Mei 2017. Putut menambahkan kedudukan UNY di Yogyakarta begitu strategis bagi atmosfer pembelajaran. “Apalagi Indonesia dulu dibangun dari Yogyakarta.

Kita ingat Soekarno dan Hatta pernah memindahkan ibu kota Indonesia di Yogyakarta. Jadi, kita harus mengulang semangat itu,” tegasnya. Ia berharap agar terjalin sinergi antarelemen antara UNY, masyarakat, dan media. Tanpa ketiga komponen itu, menurut Putut, “Tujuan luhur akan susah dicapai.”

Senada dengan Putut, Octo Lampito, Ketua Dewan Kehormatan PWI Yogyakarta, melihat upaya UNY untuk mendirikan sekolah vokasi itu diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan di DIY.

“Bayangan saya, Jogja itu daerah termiskin di Jawa, namun usia harapan hidupnya juga tinggi.
Kita bisa berharap banyak dari sekolah vokasi itu,” katanya. Octo memberi lima poin mata kuliah untuk dipertimbangkan lebih lanjut: negosiasi, kerja tim, kepemimpinan, pemecahan masalah, serta etos kerja dan karakter.

No Responses

Comments are closed.