Apalah arti sebuah nama? Tanya Shakespeare, sembari meyakini bahwa bunga mawar tetaplah berbau wangi walaupun tak dinamai demikian.
Jika Shakespeare masih hidup hari ini, hati kecilnya mungkin bertanya dalam suatu kesempatan: Apa yang dicari-cari UNY dalam target jurnal terindeks Scopus?
Toh sebuah ungkapan atas pemikiran, ide, dan gagasan, jika merunut pada logika demikian, juga tetaplah suatu hal yang mulia. Apapun mediumnya, walau tak dimuat dalam jurnal yang terindeks Scopus.
Prof. Margana, Wakil Rektor I UNY, kemudian menekankan bahwa alasan UNY menggiatkan Scopus adalah tentang kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi sesama. Sebuah pemikiran yang dituliskan dalam jurnal internasional menurutnya, terlebih lagi yang terindeks Scopus, akan membuat pemikiran tersebut menjadi diskursus serta diskusi kelompok epistemik yang ekspertis di bidangnya. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari impact factor yang ditimbulkan oleh artikel-artikel ilmiah tersebut. Dari bagaimana sebuah ide dijawab, disokong, bahkan dikritisi, dengan ide dari pemikir lain yang kemudian saling memperbaiki dan melengkapi.
“Sehingga dari situlah, apalagi Dikti juga mengejar Scopus, kita sebagai kelompok akademik tidak boleh alpa untuk ikut serta dalam proses pengembangan keilmuan ini. Kalau nggak ya, ketinggalan to kita,” ungkap Prof. Burhan Nurgiyantoro, Kepala Pusat Berkala Ilmiah UNY, mengamini pendapat Prof. Margana. Seraya menegaskan bahwa sorak-sorai untuk mengejar Scopus yang ada saat ini di UNY bukanlah sekedar euforia, tapi berlandaskan perjuangan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan berbasis kecendekiaan yang telah lama dirintis UNY.
Perjuangan Membina Pra-Scopus
Perjuangan untuk menggalakkan produktivitas jurnal internasional, kemudian diawali dengan sosialisasi para pimpinan universitas secara langsung ke seluruh fakultas yang ada di UNY. Prof. Sutrisna Wibawa sebagai Rektor UNY secara langsung hadir untuk menyampaikan visi misi pimpinan, yang salah satunya menegaskan target UNY untuk masuk dalam peringkat 500 QS di tahun 2025. Dalam sosialisasi tersebut, pakar di bidang kejurnalan serta pakar IT juga dihadirkan untuk memberikan pencerahan sekaligus praktek langsung seputar sistem penjurnalan.
“Termasuk, target kita untuk mulai masuk pemeringkatan QS di akhir tahun ini atau tahun depan, kita ungkapkan. Selama ini kita belum ada dalam peringkat itu, karena minimal untuk terdaftar sebuah institusi pendidikan harus punya 400 artikel,” ungkap Margana.
Selepas seminar digalakkan, UNY kemudian membentuk kelompok pembinaan pra-Scopus dengan angkatan (batch) sesuai dengan periode pembuatannya. Margana mengungkapkan, bahwa batch pembinaan dibentuk biasanya setiap dua bulan sekali, serta terdiri atas berbagai bidang keilmuan.
Para mahasiswa S3, mulai akhir tahun ini, bahkan diwajibkan untuk menulis setidak-tidaknya satu artikel jurnal internasional sebagai syarat kelulusan. Sedangkan mahasiswa S2, dianjurkan dan direkomendasikan untuk mengikuti langkah tersebut. Para guru besar pun juga dituntut oleh Kemristekdikti untuk lebih giat menulis, karena ada peninjauan ulang gelar guru besar yang diselenggarakan rutin.
“Jadi batch ini isinya bukan hanya dosen-dosen dan guru besar. Tapi juga mahasiswa S3 dan S2. Ada juga mahasiswa S1 yang sudah joint dengan dosen menulis artikel, atau memang suka-suka atas motivasi sendiri menulis paper berkelas. Jadi memang ada tuntutan kita berkontribusi aktif, dan kita fasilitasi secara komplit dan konstruktif,” ungkap Burhan.
Selepas batch pembinaan terbentuk, para penulis jurnal akan dikumpulkan untuk koordinasi sekaligus mengenal satu sama lain anggota batchnya. Sehingga dapat berdiskusi secara aktif, dan bertukar pikiran secara konstruktif. UNY juga memfasilitasi program diskusi tersebut dengan menyediakan ruangan dan akomodasi makan siang serta uang saku. Sehingga di awal-awal program batch, beberapa peneliti bisa menghasilkan artikel jurnal dalam waktu hanya beberapa minggu, karena telah lama memiliki ide dan mendalami penelitian tersebut. Hanya saja, Prof. Edi Purwanta, Wakil Rektor II UNY mengungapkan, bahwa karena dulu insentif yang disediakan UNY belum sebesar dan semasif saat ini, maka semangat publikasi para akademisi UNY belum begitu maksimal.
“Karena kebanyakan memang sudah punya ide dan penelitian. Hanya saja belum dituliskan, karena belum ada insentifnya. Setelah kita beritahukan jurnal terindeks Scopus insentifnya belasan juta, wus langsung itu pembuatan artikel-artikel bergelora,” ungkap Edi.
Dalam pembuatan artikel ilmiah, UNY juga membebaskan pilihan bahasa yang digunakan para akademisinya untuk menulis. Baik bahasa Inggris, maupun bahasa Indonesia. Dengan harapan bahwa esensi keilmuan dan ide yang dibawa oleh civitas akademika penulis jurnal, tidak terhambat maupun terganggu hanya karena pilihan bahasa.
Setelah artikel selesai ditulis, maka akan ada tim penerjemah dari Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UNY yang siap menerjemahkan artikel tersebut secara cepat dan sistematis. PPB UNY dalam menyokong program pembinaan Pra-Scopus telah merekrut tujuh lulusan S2 Sastra Inggris terbaik dari UNY, untuk ikut serta dalam menerjemahkan karya-karya yang masuk.
“Walau mereka fresh graduate, tapi mereka lulusan cumlaude pasca semua. Anak-anak terbaik kita. Kita (UNY) juga yang langsung menawari mereka pekerjaan, kami butuh anda untuk UNY,” ungkap Margana.
Review dan Seminar On The Spot
Proses penulisan tak hanya berhenti disana. Artikel yang telah ditulis kemudian perlu untuk ditilik kembali dengan peer-reviewer untuk mendapatkan masukan serta revisi agar mampu menghasilkan buah pemikiran yang lebih komprehensif. Namun jika biasanya proses revisi tersebut berlangsung laksana revisian skripsi, dimana mahasiswa datang beberapa minggu sekali dan mendapatkan revisi oleh para dosen. Atau bahkan tidak daat bertemu dan berkomunikasi untuk revisi via email yang bisa berlangsung berbulan-bulan. Dalam pembinaan pra-Scopus, UNY mengambil terobosan berupa “review on the spot”
Dalam proses review on the spot tersebut, reviewer yang biasanya dipilih UNY dari guru-guru besar internal maupun pakar dalam dan luar negeri sesuai bidang yang sedang ditulis dalam masing-masing jurnal, diundang ke UNY untuk bertemu langsung dengan para penulis selama satu minggu penuh.
Para reviewer biasanya dihadirkan di Ruang Rapat Sidang Timur maupun Ruang Sidang Senat yang berada di Rektorat UNY, untuk tatap muka dan berdiskusi langsung dengan sosok yang dimbimbingnya. Uang lelah, akomodasi, serta makan besar juga disediakan dalam pertemuan tersebut untuk memfasilitasi sekaligus memberi semangat bagi para penulis.
“Jadi langsung ketemu, hadap-hadapan. Satu reviewer seringnya bahkan satu penulis. Seminggu full mereka tatap muka, menungguin para penulis untuk revisian. Kalau ada yang perlu ditanyakan, langsung tanya. Langsung coret-coret revisi. Sehingga prosesnya cepat sekali,” ungkap Margana.
Selepas review selesai, proses selanjutnya adalah menjurnalkan artikel tersebut. Para penulis diharapkan mengirim karyanya via email ke publikasi@uny.ac.id, untuk kemudian dinilai dan ditimbang oleh tim Pra-Scopus yang terdiri atas koordinasi Wakil Rektor I, Bidang Akademik, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), serta Pusat Berkala Ilmiah UNY. Tim tersebutlah yang nanti akan menilai dan menimbang artikel jurnal tersebut, untuk kemudian diarahkan masuk ke jurnal apa. Biaya submit artikel ke dalam jurnal, juga ditanggung sepenuhnya oleh UNY.
Namun, ada juga langkah untuk memuat artikel tersebut dalam bentuk prosiding terindeks Scopus. Proceeding adalah artikel-artikel yang dipaparkan dalam seminar internasional, dan kemudian dibukukan serta termuat dalam Scopus. Untuk menambah prosiding terindeks ini, UNY juga menggelar beragam seminar internasional on the spot di kampus. Sehingga para akademisi UNY dapat memaparkan tulisannya di hadapan publik, dan bersaing dengan akademisi dari penjuru dunia yang juga hadir dalam seminar tersebut.
“Jadi seminar sebagai momentum. Mahasiswa kita, dosen kita, langsung memaparkan idenya di UNY on the spot,” ungkap Margana.
Dalam Seminar 4th International Conference on Research, Implementation and Education of Mathematics and Science (ICRIEMS) misal. Seminar yang digelar FMIPA UNY selama dua hari tersebut, diungkapkan oleh Margana, menghasilkan 17 artikel prosiding dari civitas UNY yang terindeks Scopus.
Baru-baru ini, UNY juga menjadi tuan rumah konferensi internasional The Association of Teachers of English as Foreign Language (TEFL) dan Teachers of English as Foreign Language in Indonesia (TEFLIN), yang sedang dalam proses untuk mempublikasikan seratus arikel proceeding terindeks Scopus. Walaupun belum diketahui berapa jumlah artikel yang akan berasal dari karya civitas UNY.
“Bulan-bulan depan juga masih ada seminar internasionalnya Pascasarjana (ISSE dan ICTVT), FIP (InCoTEPD), FBS (ICollate), FIS (ICSSED). Dari INCoTEPD saja, kita mentarget civitas kita untuk 65 artikel proceeding terindeks scopus. Kita fasilitasi biaya pembayaran, pendaftaran, dan insentif. Walau tetap kita kompetitif, tidak mentang-mentang seminar yang gelar UNY, artikel jurnalnya dari UNY semua. Kalau jelek ya tidak lolos,” tegas Margana.
Disamping itu, UNY juga mengakomodasi para civitasnya yang hendak menjadi pemakalah dalam seminar internasional yang digelar di luar negeri. Seluruh biaya mulai dari pendaftaran, tiket pesawat, dan uang saku, akan diberikan UNY dalam bentuk perjalanan dinas
“Tapi harus jadi pemakalah, bukan cuma mendengarkan saja. Kita beri itu insentif dan akomodasi seluruhnya. Dengan harapan bahwa kita juga bisa berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dimanapun itu,” ungkap Edi.
Perjuangan-perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil yang menjanjikan. Sejak program pembinaan pra-Scopus ini digalakkan Prof. Sutrisna semenjak awal menjabat pada April 2017, UNY telah membentuk empat bacth penulisan hanya dalam waktu lima bulan (sampai artikel ini ditulis, September). Dalam lima bulan tersebut, tercatat 90-an artikel jurnal internasional baru telah terpublikasikan oleh civitas UNY, dengan beberapa artikel lain masih dalam proses penyusunan dan pembinaan pra-Scopus.
“Ini baru lima bulan lho ya. Bulan ini (September), sudah 250. Pada April lalu, total akumulasi jurnal seluruh civitas itu 170 buah saja. Oleh karena itu dalam waktu dekat kita optimis bisa 400 artikel dan mampu mulai merintis pemeringkatan Scopus,” pungkas Margana.
No Responses