Sosok: Afif Ghurub Bestari, M.Pd. – Gembira dalam Karnaval

 SOSOK

Tempat Tanggal Lahir: Ngawi, 23 Mei 1970

Riwayat Pendidikan

SDN Karang Tengah 4 Ngawi

SMPN 1 Ngawi

SMAN 3 Ngawi

S1 Pendidikan Seni Rupa IKIP Yogyakarta, 1996

S2 Teknologi Pembelajaran UNY, 2016

Jabatan:

Dosen Pendidikan Tata Boga dan Busana (2005-sekarang)

Pembina UKM Karnaval FT UNY

Bagi Afif, kegembiraan karnaval tak hanya hadir dari meriahnya acara dan senda gurau yang mengelilingi gelaran. Karnaval juga bisa mempersatukan bangsa, sekaligus ladangnya bersama tim untuk menghaturkan prestasi bagi almamater.

————–

Kurang lebih 40 tahun yang lalu, Afif Ghurub Bestari masih duduk dan mengenyam asam garam pendidikan di taman kanak-kanak. Sejak saat itupula, Afif sudah menjadi anak karnaval. Menggunakan baju buatan ibu serta aksesoris yang ia buat seorang diri, termasuk ukiran logam, Afif melenggok indah sembari menyapa warga Ngawi.

Pada saat itu, jalan raya seakan karpet merah baginya dan teman-teman karnaval. Sedangkan alon-alon tempat finish dan penyerahan penghargaan, adalah panggung terbesar yang pernah ia miliki. Bukan hanya besar secara ukuran. Tapi besar karena kenangan, serta kesempatan yang diberikannya. Kesempatan untuk keberanian Afif kecil, yang hingga 40 tahun kemudian masih menekuni bidang yang ditekuninya tersebut. Dengan penuh semangat, dan kegembiraan yang hadir dari setiap sudut-sudut kemeriahan karnaval.

18 medali yang disabet Tim Karnaval Fakultas Teknik (FT) UNY binaan Afif di Filipina pada Agustus lalu, 13 diantaranya emas, menunjukkan asa tersebut masih ada. Satu penghargaan, The Best Overall Multitalented Artist, juga disabetnya sebagai penghargaan pribadi yang menasbihkan dirinya sebagai seniman terbaik dalam gelaran World Art Camp Olympiade.

Bagi Afif, hari itu ia bergembira. Layaknya hari-hari lain karnaval yang senantiasa meriah, dan menghadirkan kegembiraan bagi setiap insan yang menyaksikannya.

Tapi yang berbeda pada hari itu dibandingkan dengan 40 tahun lalu, adalah dengan siapa dan untuk apa ia bergembira. Dahulu, Afif bergembira bersama warga Ngawi. Namun kali ini, dan dalam setiap pertunjukan bersama Tim Karnaval FT UNY, ia bergembira bersama segenap almamaternya. Demi membanggakan bangsa, dalam tiap pertunjukan dan pencapaian tingkat dunia yang dilakoninya.

Anak Bandel yang Berjiwa Seni

Samar-samar, Afif masih ingat bahwa dirinya relatif bandel. Afif di bangku taman kanak-kanak adalah siswa yang gemar bolos. Hanya ada dua hal, yang bisa menarik Afif menampakkan batang hidungnya di sekolah: lomba menggambar, dan karnaval. Dalam melakoni dan mempersiapkan keduanya, Afif bahkan rela berpanas-panasan. Semua karena kegemarannya untuk melakukan jiwa seni, terlepas dari sifatnya yang relatif bandel dibanding teman-teman sekelasnya.

“Memang hitungannya saya bandel, tapi kalau karnaval dan lomba gambar, termasuk latihan, saya pasti masuk. Panas-panasan di lapangan untuk latihan karnaval, wah saya seneng banget,” kenang Afif kala ditemui tim Pewara Dinamika di Fakultas Teknik.

Jiwa seni yang seakan mengalir dalam darah Afif, tak bisa dipungkiri berangkat dari lingkungan keluarganya yang menggandrungi hal serupa. Kakek Afif, adalah seorang penjahit yang mahir menggambar pola-pola pakaian. Mulai dari pakaian sederhana layaknya seragam sekolah hingga pakaian dengan tingkat kerumitan kompleks layaknya kebaya ataupun jas, dapat dituntaskannya dengan cantik.

Ibu Afif, kemudian mewarisi bakat dan minat sebagai penjahit. Takdir mengantarkannya berjodoh dengan seorang sastrawan, yang kemudian mengarungi hidup bersama hingga melahirkan Afif di Ngawi pada 23 Mei 1970.

Sedangkan Nenek Afif, juga memiliki darah seni yang begitu kental. Ia seorang pembatik. Mulai dari batik tulis hingga batik cap, bisa dibuatnya dengan lihai. Batik lukisan sang nenek, dengan rajutan penuh cinta dari sang ibu, kemudian kerap dipakainya kala mengikuti karnaval.

Itupun dilengkapi dengan logam yang telah diukirnya seorang diri menjadi aksesoris elok layaknya kancing baju ataupun pernak pernik lain. Termasuk, dilengkapi dengan hiasan tas dengan logam maupun kain perca yang juga hadir dari tangan dinginnya. Jiwa seni tersebut sungguh disyukuri Afif, sebagai warisan tiga generasi yang tak ternilai harganya.

“Itu bertahap, saya kelas 3 SD kira-kira pukul logam jadi aksesoris gitu. Kalau menghias tas, kelas 2 SD. Sedangkan ikut karnaval dan buat aksesoris kecil, itu sejak TK. Berkeliling jalan hingga ke alon-alon. Saya sangat bersyukur,” kenang Afif.

Sebagai siswa SMPN 1 Ngawi, bakatnya semakin diasah tajam. Ia mendapatkan pelajaran tentang busana, dan mulai menggambar ilustrasi-ilustrasi busana. Awalnya menjiplak gambar sang ibu yang kerap ia lihat. Namun lama kelamaan, berkreasi sendiri dengan goresan pensilnya diatas kertas pola.

Walaupun demikian, proses menggambar busana tidaklah berjalan mulus dan tiba-tiba berhasil. Afif sempat cekcok dengan sang Ibu yang membantunya menjahit baju. Alasannya, baju yang dijahit sang ibu berbeda dengan bayangan Afif.

“Jadi kita sempat eyel-eyelan lucu begitu. Saya anggap Ibu tidak paham pola yang saya buat. Tapi ibu nganggepnya gambar saya memang begitu, sesuai dengan hasil baju yang ia jahit,” kenang Afif sembari terkekeh.

Akhrinya, sang ibu menantang Afif untuk ikut lembaga kursus jahit. Padahal saat itu, ia baru menginjak kelas 1 SMP. Berbeda dengan para temannya belajar, yang kebanyakan sudah di usia kerja. Tapi toh dalam prosesnya, Afif senang. Menganggap hal tersebut sebagai tantangan yang mengasyikkan.

Seiring berjalannya waktu, Afif juga turut membantu ibu dan kakeknya menjahit. Pada beberapa kesempatan, pelanggan ibunya bahkan kerap membanding-bandingkan pola yang dibuat Afif ketimbang milik ibunya.

“Itu kita bercanda-bercanda saja. Kadang dilulu, wah gambar Afif bagus ya. Lebih bagus dari milik ibu,” kenang Afif sembari terkekeh lagi.

Menekuni Pendidikan Busana

Bakat Afif terus diasah seiring berjalannya waktu. Hingga suatu saat selepas Afif menuntakan studinya di SMAN 3 Ngawi, ia ingin melanjutkan kuliah di jurusan Seni Rupa UNY. Walaupun seisi keluarganya memiliki darah dan kemahiran seni, tapi toh nyatanya keputusan tersebut mendapatkan pertentangan dari keluarganya.

Ayah Afif menganggap seniman akan relatif sulit untuk mendapatkan hidup layak dan berkecukupan nantinya. Kendati demikian, Afif justru menganggap bahwa hal tersebut adalah tantangan. Sekali lagi, ia ingin mengalirkan darah seninya untuk membuktikan. Bahwa seniman juga mampu hidup berkecukupan.

Akhirnya, diterimalah ia pada Prodi Pendidikan Seni Rupa IKIP Yogyakarta pada tahun 1989. Serta tak lama kemudian, menempuh studinya hingga akhirnya tuntas di tahun 1996. Disinilah Afif menempa diri sekaligus menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi. Dalam penulisan tugas akhir tersebut, sebuah tantangan lagi-lagi dicobanya untuk membuktikan sekaligus mengembangkan diri.

Saat itu, ia memilih tema gambar busana untuk skripsinya. Sebuah pilihan yang dianggap tidak wajar, karena pada umumnya tugas akhir milik sang kawan hanya berisi aplikasi pembelajaran di suatu sekolah. Ataupun paling banter, berkaitan dengan seni rupa murni.

“Jadi, belum banyak yang ambil seni rupa terapan. Padahal dunia pendidikan, ini keyakinan saya, harus dekat dengan masyarakat. Cara mendekatkannya, ya salah satunya dengan terapan,” ungkap Afif.

Pilihan yang kemudian menjadi tantangannya tersebut, sebenarnya bukan gagasan murni Afif. Oleh dosen pembimbingnya, ia memang ditantang demikian. Sekaligus melakukan pameran ilustrasi busana, sebelum ia diizinkan melakoni ujian skripsi.

Alhasil guna menuntaskan tantangan tersebut, ia harus bolak-balik Yogyakarta-Jakarta beberapa kali. Tujuannya, untuk kursus desain busana di lembaga milik desainer terkenal, Harry Darsono. Hingga akhirnya berhasil membuat pameran ilustrasi desain busana.

Namun alih-alih sekedar menggelar pameran, banyak orang justru memesan kepadanya untuk membuat baju dari desain tersebut. Sejak itulah, ia makin dekat dengan dunia busana. Selepas lulus, ia mencoba melamar pekerjaan sebagai pegawai di produsen pakaian.

Pada awalnya, ia melamar sebagai pegawai biasa. Namun setelah menilik karya dan menemui Afif, ia justru diminta sebagai tutor. Mengajar kepada orang-orang yang akan dipekerjakan di perusahaan tersebut, tentang seluk beluk pembuatan busana. Alasannya, sang pimpinan memandang Afif telah memiliki karakter dalam desain busana.

“Jadi saya sudah memiliki gaya desain. Kalau nanti masuk perusahaan dan melakukan desain, karakternya akan berubah. Selain itu, mereka anggap ekspertis yang saya miliki, kok sayang kalau sekedar jadi pegawai. Sehingga akhirnya dijadikan tutor,” kenang Afif.

Keseharian mengajar pegawai baru, kemudian berujung pada pendaftaran diri sebagai dosen di UNY pada sekitar tahun 2005. Dari proses pendaftaran itu, ia diberi dua pilihan. Menjadi dosen seni rupa FBS, linier dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, atau menjadi dosen Pendidikan Teknik Busana dan Teknik Busana di FT yang sejalan dengan ekspertis dan kiprahnya dalam berkarir.

Pendidikan Teknik Busana dan Teknik Busana, pada saat Afif mendaftar kuliah di tahun 1989, belumlah sepenuhnya ada. Ia masih menjadi bagian dari S1 PKK Tata Busana. Barulah pada 1997 keduanya menjadi prodi tersendiri, lalu pada 2005 saat Afif mendaftar berganti menjadi bagian dari Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana (PTBB).

“Disitulah saya diminta memilih. Tapi karena saya dekat dengan dunia busana, dan selalu suka untuk bekerja dan mengerjakan bidang yang saya senangi, akhirnya pilih teknik busana,” kenang Afif.

Mendidik “Anak Karnaval”

Dalam perjalanannya, Afif tak hanya didapuk sebagai pengajar dalam studi busana. Ia diminta menjadi pembimbing untuk praktik pertunjukan busana, dalam salah satu kegemaran masa kecilnya: karnaval.

Semua itu bermula pada 2 Juni 2008, disaat UNY diminta oleh Dinas Pariwisata DIY untuk mengikuti Jogja Fashion Week. Dikumpulkanlah anak-anak yang berminat dalam kebusanaan, untuk menjadi “anak karnaval” sepertinya. Afif kemudian belajar secara otodidak untuk membuat, sekaligus belajar dari banyak pihak tentang penyelenggaraan dan desain baju karnaval.

“Termasuk belajar dari pengalaman saya membuat baju, dan dari teladan orang tua saya. Hingga saya dewasa saat ini, saya juga masih merasa sebagai Anak Karnaval. Dan saya selalu memanggil teman-teman tim karnaval, sebagai Anak Karnaval pula,” ungkap Afif yang menganggap para murid-murid binaannya kerap seperti anak sendiri.

Ketekunan tersebut berbuah hasil gemilang. Baru saja pertama kali mengikuti karnaval, UNY langsung menyabet gelar juara satu. Lima tahun kemudian, dan lima kali mengikuti gelaran tersebut, UNY terus menjadi Juara 1 Jogja Fashion Week. Lima kali berturut-turut.

Itulah mengapa, Dr. Mochamad Bruri Triyono selaku Dekan Fakultas Teknik mendorong tim karnaval menjadi UKM Fakultas pada November 2015. Sang dekan juga terus menantang tim karnaval, agar berkompetisi keluar negeri. Suatu hal yang memang sudah diimpikan Afif sejak lama.

“Tapi kita kan hanya bermimpi. Pak Dekan dengan arahan dan kemauan yang besar, mendorong kita untuk start di internasional. Tepatnya di tahun 2013,” kenang Afif.

Akhirnya, tim karnaval UNY melakukan debut internasionalnya di Viva Vigan Binatbatan Festival of Arts 2013, serta Boklan and Glass Mosaic Competiton 2013 di Filipina. Target awalnya sekedar menjadi finalis ataupun juara salah satu bidang lomba. Tapi hasilnya, ia memperoleh gelar Grand Champion. Juara umum yang mengejutkan dunia, sekaligus mengharumkan nama bangsa.

“Bakat, keahlian, dan skill luar biasa diantara tim kita. Dorongan dari Pak Bruri senantiasa kita syukuri,” kenang Afif.

Karnaval demi karnaval tingkat dunia kemudian kerap dilakoni oleh Tim Karnaval. Bagi Afif, semuanya sangat berkesan dan menjadi perjalanan hidup yang tak ternilai harganya. Di Filipina pada tahun-tahun berikutnya, Afif juga didapuk sebagai juri pada World Costume Festival.

Pada tahun 2016, masih di Filipina, Tim Karnaval kembali menyabet juara umum dengan status sebagai undangan dari Wali Kota Vigan. Undangan yang hadir karena pada 2013 lalu, berhasil menjadi juara umum pada gelaran serupa.

Dan dua tahun kemudian, dalam World Art Camp Olympiade di Filipina, UNY kembali ditasbihkan sebagai juara umum. Secara kumulatif meraih 13 medali emas, tiga medali perak dan dua medali perunggu.

UNY meraih Best design costume sketching, best booth installation, best costume photoghraph, dan best design for bodyform architecture.

Ada pula best costume bodyform architecture, best cooperation team, best fashion costume photograph, best modeling costume performance, best technology costume production, best innovative costume design dan best costume illustration.

“Medali perak untuk bidang fugure sketching carcoal, displaying photograph, acrylic figure painting dan dua perak untuk design costume sketching dan booth photograph,” kata Afif.

Selain medali, Afif secara individu mendapat penghargaan khusus best overall multitalented artist. Menjadikannya seniman terbaik, dalam olimpiade yang diikuti 10 negara mulai Thailand, Brazil, Mesir, Turki, Myanmar, USA, Jepang, Belgia, Filipina dan Indonesia.

Sepanjang perlombaan, kreativitas tinggi dituntut terus terjaga. Sedangkan, bahan yang di gunakan lukisan mural terbesar di Gloria fantasyland dan bahan pelengkap lain dari panitia yang diberitahu lima menit sebelum lomba.

“Ada pula kami diminta membuat figure sketching dengan model dari sana dan disediakan waktu hanya 30 menit menggunakan pensil serta acrylic painting, dengan melukis model menggunakan cat acrylic dalam waktu 30 menit,” ujar Kusminarko Warno, salah seorang senior di Tim Karnaval UNY.

Kedepan, Afif bersama tim karnaval telah memasang kuda-kuda untuk kompetisi lokal sekaligus olimpiade serupa yang akan digelar di Thailand pada tahun 2022. Untuk memastikan keberlanjutan pembinaan di tim karnaval, proses belajar tak boleh berhenti. Terlebih seiring dengan perkembangan zaman, mode dan gaya busana juga senantiasa berevolusi. Makin sulit dan makin menantang.

Sehingga, perlu untuk terus belajar kepada siapa saja. Termasuk kepada yang lebih muda, Afif juga tak segan untuk saling bertukar ilmu dan berdiskusi. Hal serupa diharapkan juga dilangsungkan oleh semua anak karnaval, sembari memupuk keberanian untuk menghadapi tantangan dan terus berprestasi.

“Kunci kesuksesan adalah terus mau belajar. Saya sendiri juga tak segan, belajar dengan yang lebih muda. Tunjukkan kreatifitas, hasil karya nyata, dalam realita. Kalau cara saya, harus berani keluar hingga menjadi sekarang ini. Berani mencoba hal-hal baru, bahkan ketika diragukan,” pungkas Afif.

Author: 

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Semua tulisan di laman pewaradinamikauny.com, telah diterbitkan di Majalah Pewara Dinamika, Universitas Negeri Yogyakarta. Untuk membaca versi lengkap dari setiap artikel dengan gambar ilustrasi dan infografis, baca versi (.pdf) majalah yang bisa diakses dan diunduh melalui bilah menu "Download Majalah".

No Responses

Comments are closed.