Menggeluti jagat seni sejak dini. Berawal dari sanggar tari, Dhilla kemudian menjajaki ranah paduan suara. Terakhir menang audisi Gita Bahana Nusantara. Mengantarkannya ke istana negara.
Nama lengkapnya Fara Dhilla Dewantari. Belakanganmahasiswi Pendidikan Seni Musik ini dikenal sebagai pelantun lagu pop dan dangdut. Masuk jagat permusikan memang bukan kecelakaan tapi sejak dalam kandungan. Orang tuanya seniman tulen. Mamanya seorang penari dan pesinden. Sebelum TK, Dhilla, panggilan akrabnya, rajin diajak manggung. Berawal dari sinilah ia terdidik kesenian tari, musik, dan karawitan.
Pendidikan informalnya dimulai dari sanggar. Lingkaran seni di keluarganya mendorong Dhilla kecil dititipkan ke sana seraya dilatih kesenian tari. Tanpa disadari, ia terbiasa mempertajam wiraga, wirasa, wirama, dan wirupa—semacam empat unsur dasar dalam seni tari.
Pas sering belajar nari, aku juga pernah manggung sama mama. Kalau nggak salah kelas dua atau tiga SD apa ya. Dulu cerita tarinya tentang pemburu kijang. Aku jadi kijang mama jadi pemburunya,” kenangnya sambil tersenyum.
Sewaktu SD pernah menang lomba. Uniknya, kepada sang ibu, Dhilla tak mau minta sepeda layaknya bocah kebanyakan. Malah meminta wayang kulit. Unik memang. Kalau bukan “darah seniman” barangkali permintaan itu tak terbesit sama sekali.
“Aku minta Wara Sembadra. Soalnya sejak kecil kan udah diajarin suka wayang. Jadi paling inget minta wayang aja,” tuturnya.
Wara Sembadra dalam kosmologi pewayangan merupakan seorang dewi. Perangainya tenang, anggun, dan lembut. Sosok ini dianggap figur ideal putri Jawa. Meski acap disimbolkan penuh keanggunan, Wara Sembadra memiliki karakter tegas. Bisa demikian ketika di situasi tertentu. Bergantung kepada kahanan yang sedang dihadapi.
“Bagiku sosok ini tu keren. Enggak kayak yang lain. Dia itu perempuan yang kuat dan bijaksana,” ujarnya.
Orang tua Dhilla merupakan guru pertamanya dalam menjelaskan karakter wayang. Walau mulanya masih belum menangkap, semakin besar akhirnya semakin memahami. Ternyata wayang yang ia kenal memuat nilai-nilai kemanusiaan.
Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkunjung ke Wonogiri, Dhilla diajak menemani pentas sang ibu. Pengalaman itu masih membekas kuat di memori Dhilla. Waktu itu dirinya berada di kelas VII SMP.
Sejak pagelaran seni kolosal tersebut gadis yang juga sudah mengajar les musik ini mulai menyimpulkan satu hal. Berkesenian acap bertalian dengan orang banyak. Musik, tari, dan pertunjukan adalah komponen yang padu bahkan saling melengkapi.
selengkapnya baca di majalah pewara edisi januari 2021
No Responses