Terdampar di UNY, Melesat jadi Mapres Nasional

 SOSOK

Pandangan mata Rifaldy Fajar, kala itu sama merahnya dengan tampilan pengumuman yang ia saksikan di layar gadget-nya. Ia kecewa. Karena hasil proses seleksi yang ia ikuti, baik SNMPTN, SBMPTN, dan beberapa ujian mandiri lainnya, sama-sama menyatakannya tak lolos di jurusan favorit sejuta umat yang juga jadi impiannya: Jurusan Pendidikan Kedokteran.

Tapi getirnya pengalaman itulah yang membuatnya terdampar di Matematika UNY, hingga kemudian melesat menjadi Finalis Mahasiswa Berprestasi Nasional 2017

 

Kepada Redaktur PEWARA DINAMIKA, Ilham Dary Athallah, putra Bulukumba dari pasangan Fajar dan Elfiani ini kemudian berkisah tentang masa kecil dan jatuh bangunnya mendaftar kuliah, untuk menjadi teladan bagi para mahasiswa baru. Termasuk, bagaimana ia yang dalam awal perjalanannya merasa tersesat, akhirnya mampu menggondol trofi dari penjuru dunia bersama UNY.

 

Kenapa awalnya begitu memimpikan masuk Kedokteran?

 

Saya memang suka saja jurusan kedokteran. Tapi jangan dikira saya sejak kecil paling menonjol secara akademis, saya biasa saja. Sampai sekarang pun masih biasa saja. Namun, memang ayah sayalah yang menanamkan sifat gigih dan idealisme pada saya, karena sebagai polisi beliau punya banyak sekali pengalaman dan sangat menginspirasi.

 

Apa momen masa kecil yang kemudian menanamkan kegigihan pada benak Rifaldy?

 

Nasihat-nasihat orang tua kemudian termanifestasi dalam pertarungan saya di beberapa perlombaan. Saya ikut OSN Fisika, kalah di tingkat provinsi. Tapi bangkit lagi ketika SMA. Aktif di bidang penelitian, hingga salah satu penelitian saya tentang panen laut Sipakatau dan Malempu, budaya lokal Bulukumba, akhirnya juara 1 di Pekan Ilmiah Remaja Tingkat nasional yang diselenggarakan LIPI di Bontang.

 

Bagi saya, momen spesial itu bukan hanya karena saya juara. Tapi juga karena saya baru pertama kalinya naik pesawat, dan menjadi titik balik saya untuk terus berkarya lebih giat. Setelah itu, saya ikuti beberapa lomba penelitian ilmiah lain. Sebagian kalah dan sebagian alhamdulillah memperoleh gelar juara. Salah satunya, dapat perak dari LKIR yang memberikan saya rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), untuk diterima di Teknik Nuklir UGM tanpa tes.

 

Sudah pasti diterima di Teknik Nuklir UGM, lalu kenapa memutuskan untuk menolak tawaran tersebut?

 

Freepass itu dulu cara menggunakannya dengan isian SNMPTN. Jadi LIPI mengarahkan bahwa kalau saya mengisi Teknik Nuklir UGM di salah satu pilihan, maka saya pasti diterima. Dan akhirnya saya isi demikian. Pilihan pertama, Kedokteran UGM, sesuai cita-cita saya. Pilihan kedua, Teknik Nuklir UGM, yang pasti diterima walau saya kurang begitu cocok di hati.

 

Namun, di akhir masa pendaftaran, saya tiba-tiba saja berubah pikiran. Pilihan kedua saya ganti menjadi Kedokteran Unhas Makassar. Kalau ditanya kenapa, saya sampai sekarang juga ga ngerti kenapa bisa mengubah pilihan teknik nuklir. Tapi keputusan menolak tawaran itu ya karena saya mengejar passion menjadi dokter.

 

Dan mungkin, alasan saya juga karena terlalu optimis. Sehingga tak mengira akan ditolak dalam dua pilihan tersebut. Tapi, saya tidak menyesali pilihan untuk menanggalkan Teknik Nuklir.

 

Setelah ditolak dalam SNMPTN, Apa yang dilakukan Rifaldy?

 

Tetep idealis, masih ingin ke kedokteran. Sehingga ikut seleksi SBMPTN, ambil lagi jurusan kedokteran di UI dan UGM. Inipun nekat, karena saya sudah jarang belajar. Terlebih lagi, sekolah sudah libur selepas ujian nasional dan saya tidak ikut bimbingan belajar. Jadi, saya hanya belajar dengan buku soal SBMPTN, yang saya beli satu minggu sebelum tes.

 

Dan hasilnya sesuai dugaan. Tidak diterima. Tapi saat itu saya masih benar-benar ingin masuk kedokteran. Sehingga saya daftar ujian mandiri SIMAK UI. Walau sempat dilema. Karena kala itu, Kemdikbud menyatakan saya lolos sebagai finalis lomba esai tingkat nasional. Pada 21 Juni 2014, saya harus terbang ke Jakarta dan mengikuti rangkaian perlombaan selama empat hari. Padahal, keesokan harinya saya harus mengikuti tes SIMAK UI yang diselenggarakan di Makassar.

 

Saya cukup lama merenungi pengumuman itu. Saya tetap ingin keduanya. Akhirnya saya menghubungi panitia dan bernegosiasi, agar diizinkan untuk dapat berangkat terlambat. Dan akhirnya diizinkan.

 

Namun, izin ini justru jadi bumerang bagi saya yang kemudian mempersiapkan keduanya. Konsentrasi saya terpecah, sehingga saya harus menerima kekalahan dalam lomba esai sekaligus kandas dalam ujian mandiri SIMAK UI.

 

Tiga Kali ditolak Kedokteran UI, UGM, dan UNHAS. Itukah yang membuat Rifaldy akhirnya memutuskan masuk Matematika UNY?

 

Tidak langsung ke Matematika UNY. Penolakan itu memang membuat saya tersadar, bahwa mungkin saya tidak berjodoh dengan Kedokteran. Akhirnya saya coba berbagai jurusan lewat jalur-jalur tes yang masih dibuka. Termasuk, mendaftar seleksi beasiswa di Universitas Sains Malaysia dan sempat diterima sebagai mahasiswa Universitas Musamus Merauke.

 

Tapi, ketika saya mencoba mendaftarkan diri ke UNY dan dinyatakan lolos via jalur seleksi mandiri prestasi, saya fokus ke UNY. Karena, waktu itu saya diterima di Pendidikan Fisika. Dan sejak SMP, saya juga sudah akrab dengan OSN Fisika dan memang ingin belajar di Kota Yogya yang terkenal dengan slogan kota pelajar.

 

Namun, ketika saya daftar ulang di FMIPA UNY untuk kelengkapan berkas, saya harus ikut tes buta warna. Disitulah saya baru mengetahui, untuk pertama kali dalam hidup saya, bahwa saya punya kelainan buta mata parsial.  Bagi saya, gagal diterima dalam seleksi pendaftaran kampus sudah hal biasa dan seakan sudah langganan. Tapi kalau dinyatakan buta warna parsial, saya sangat shock dan terpukul waktu itu.

 

Setelah dinyatakan Buta Warna Parsial, apa yang terjadi?

 

Di situlah saya baru menerima tawaran untuk masuk ke Matematika FMIPA. Memang tawaran itu biasanya diberikan bagi mahasiswa yang gagal di tes buta warna. Karena dianggap secara akademis mampu, walau ada kekurangan fisik.

 

Walaupun, tawaran itu tetap saya terima dengan berat hati. Karena, saya merasa bahwa saya belum menekuni betul matematika. Dan pengalaman saya semenjak kecil, matematika ini bukan mata pelajaran yang mudah. Tapi karena jalur tes lain sudah banyak yang tutup, ya sudah saya jalani saja. Mungkin ini memang jalan Tuhan, yang memang mengarahkan saya untuk seakan terdampar di sini (Matematika UNY).

 

Apa yang kemudian dilakukan Rifaldy untuk beradaptasi di Matematika UNY?

 

Dengan kembali seperti awal, gigih dan idealis. Saya harus mampu beradaptasi dengan sebaik-baiknya sembari menekuni apa yang saya pelajari. Termasuk, terus mengembangkan bakat saya di bidang karya tulis. Sehingga tepat satu minggu selepas OSPEK, saya mulai mendaftarkan diri di berbagai perlombaan yang infonya saya dapat di internet. Selain saya juga sudah menjadi anggota dalam beberapa organisasi, dan belajar untuk materi perkuliahan setiap malam sembari sholat tahajud.

 

Tapi, waktu itu saya benar-benar kalap. Uang bulanan pemberian orang tua saya ludes untuk mendaftarkan diri ikut lomba. Sampai-sampai, saya hanya minum air untuk mengganjal perut dan tidak bisa beli makanan apapun di warung. Tapi itu semua worth it, karena akhirnya saya bisa jadi finalis di Makassar, dan di tahun pertama saya sudah juara beberapa kompetisi matematika dan karya tulis tingkat nasional, serta jadi finalis karya tulis di Malaysia.

 

Jika melihat catatan, Rifaldy juara dua mahasiswa berprestasi tingkat fakultas di tahun 2015. Bagaimana bisa?

 

Penilaian mahasiswa berprestasi sudah memiliki tahapan terukur dan petunjuk teknisnya tersendiri. Ada penilaian prestasi, kepribadian, tes bahasa inggris, dan karya tulis. Jadi, caranya untuk semua yang ingin mengejar mahasiswa berprestasi, ya memperjuangkan yang terbaik di bidang-bidang itu.

 

Dan itulah yang membuat saya juara Mapres tingkat fakultas, walau juara satu dan tiga dalam kompetisi tersebut angkatan 2012. Saya sendiri yang angkatan 2014. Memang ada, satu-dua pihak yang kurang begitu berkenan dengan prestasi saya. Menganggap itu kurang elok, dan masih terlalu prematur untuk jadi mahasiswa berprestasi. Tapi saya komitmen untuk membuktikan bahwa saya layak untuk mendapatkan anugerah tersebut.

 

Dan akhirnya kapan hal itu terbukti, menurut Rifaldy?

Saya tidak punya jawaban untuk itu. Tapi saya punya target seratus trofi. Ini angka yang selalu saya kejar. Mungkin belum sebanyak itu yang kini saya peroleh. Tapi dari semangat itu, saya diberi kesempatan untuk menjelajahi ragam daerah dan negara di berbagai belahan dunia layaknya Mesir, Taiwan, hingga Korea Selatan. Dan menggondol prestasi dari pengalaman itu untuk dipersembahkan bagi keluarga dan almamater.

 

Pengalaman tersebut juga kemudian mengantarkan saya pada beberapa berkah yang tak saya bayangkan sebelumnya. Saya menerima beasiswa aktivis nusantara, lolos sebagai finalis mahasiswa berprestasi tingkat nasional, dan tetap dapat memiliki waktu untuk aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa sembari menjadi pembicara di beberapa tempat untuk menyebarkan inspirasi.

 

Apa tahapan paling sulit dalam seleksi Mapres Nasional, dan bagaimana kiat untuk menjadi Mapres?

 

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, semua langkah menjadi mahasiswa berprestasi telah ada panduannya dan terukur. Tinggal bagaimana kita memaksimalkan masing-masing poinnya untuk menapaki jalur seleksi dari tingkat program studi, fakultas, universitas, hingga pemilihan finalis tingkat nasional.

 

Di tingkat nasional, 134 mahasiswa perwakilan universitas seluruh Indonesia awalnya akan disaring terlebih dahulu menjadi 18 finalis. Melalui persyaratan administratif berupa karya tulis dan prestasi, yang dikirimkan terlebih dahulu. Dalam tahapan final, nanti ada penilaian prestasi, karya tulis, bahasa inggris, serta kepribadian.

 

Bagi saya waktu itu yang cukup menantang adalah Tes Bahasa Inggris. Karena saya merasa belum maksimal, ketika mendapatkan mosi acak berupa dukungan wanita untuk melayani di rumah alih-alih wanita karier. Dalam sesi public speaking, kami memang seharusnya siap dengan mosi apa pun. Itu salah satu hal yang jadi pelajaran berharga buat saya.

 

Apa kemudian tips yang bisa dilakukan mahasiswa baru untuk berprestasi?

 

Selalu efisien waktu dan melakukan manajemen yang baik atas kegiatan kita. Serta jangan menganggap perjuangan menjadi berprestasi itu sulit dan menyiksa. Saya kurang sepakat jika ada yang bilang bahwa kita harus keluar zona nyaman untuk sukses. Justru menurut saya, pencarian zona nyaman dan passion menjadi penting agar kita bisa semangat dan bahagia ketika memperjuangkan suatu hal.

 

Pengembangan passion itu, sebenarnya bisa dirunut dari masa lalu kita. Apa yang sejak kecil membuat kamu semangat melakukannya. Misal saya, sejak SMA sudah ikut karya ilmiah. Dikembangkan itu dan dilakoni dengan senang hati. Nanti ketika Ospek, biasanya digelar Expo UKM. Teman-teman mahasiswa baru bisa datang dan lihat-lihat. Tanyakan apa yang dilakukan dan bagaimana bisa berprestasi dalam UKM itu. UNY punya banyak ruang bagi kita para mahasiswa untuk menyalurkan bakatnya secara produktif.

 

Bagi yang belum berjodoh dengan UKM maupun organisasi kemahasiswaan, juga jangan bersedih. Tetap semangat, optimis, jujur, dan berkembanglah sesuai passionmu masing-masing di mana pun itu. Menjadi relawan atau melakukan hal-hal yang produktif bagi pengabdian masyarakat juga suatu hal yang mulia.

 

Tapi di samping itu semua, kita harus selalu ingat. Bahwa sekeras apa pun mimpi, perjuangan, dan harapan kita, segala takdir tetap di tangan Tuhan. Dan menjadi tugas kita untuk berserah diri kepadanya.

 

Yang terakhir, jika Rifaldy bisa memutar waktu dan akhirnya diterima di kedokteran, akankah kesempatan itu diambil?

 

Saya tidak suka berandai-andai. Bagi saya, Tuhan telah menggariskan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya dan kita hendaknya senantiasa bersyukur. Bagi saya, justru yang penting adalah kewajiban kita untuk selalu bermimpi setinggi langit. Karena kalau jatuh dari mimpi tersebut, pepatah bijak menyebutkan bahwa kita masih terhempas diatas bintang-bintang.

 

Itulah yang saya alami. Saya jatuh, gagal menjadi mahasiswa kedokteran, juga tidak juara mahasiswa berprestasi. Tapi Alhamdulillah Tuhan memberikan saya kesempatan menjadi finalis mahasiswa berprestasi nasional, dan terus diberi kesempatan untuk membagikan inspirasi kebaikan pada banyak orang. Semangat selalu!

 

 

Rifaldy Fajar

Bulukumba, 20 April 1996

SMA 1 Bulukumba, Matematika FMIPA UNY

Prestasi: Emas Egypt Invent (Mesir), Emas IYIC (Seoul), Emas IIIC (Taiwan), Finalis Mahasiswa Berprestasi Nasional 2017.

Organisasi: Pengurus UKM Penelitian, Kepala Departemen PKM BEM KM UNY 2017

No Responses

Comments are closed.