Tuntutlah Ilmu Sampai Bergelar Doktor

 LAPORAN UTAMA

Dosen UNY diharapkan melanjutkan studi hingga menyabet gelar doktor. Untuk jihad mengembangkan kapasitas keilmuannya, sekaligus pemeringkatan kampus. UNY berkomitmen mendanai studi lanjut tersebut.

Menuntut ilmu ialah hal mulia. Disampaikan oleh Prof. Ajat Sudrajat selaku Guru Besar Pendidikan Agama Islam UNY dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial, kemuliaan tersebut hadir layaknya termaktub dalam Hadist Riwayat Ahmad. Bahwa mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, ibarat seorang yang berjihad di jalan Allah.

Kemuliaan tersebut disebutnya juga berlaku bagi para pengajar di UNY. Yang mana menuntut ilmu, justru bukan sekedar kewajiban agama. Ia juga kewajiban sebagai akademisi. Dan bisa menjelma sebagai jalan jihad untuk pengembangan keilmuan dan pemeringkatan kampus.

“Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan misalnya, dapat membuat inovasi terbaru berupa karya. Sedangkan karya-karyanya berguna untuk kepentingan orang lain dan menyelesaikan masalah kehidupan,” ungkap Ajat kepada Pewara Dinamika di Ruang Dekan FIS, Senin (21/01/2019).

Oleh karena kemuliaan tersebut, segenap dosen UNY menurutnya harus bersatu padu untuk terus mengembangkan keilmuannya. Sejalan dengan arahan Rektor UNY Prof Sutrisna Wibawa dan asa menjadi World Class University, kebijakan terbaru mendorong seluruh dosen untuk menuntut ilmu sampai gelar doktor. Mereka yang diatas 45 tahun akan diberikan izin belajar, dan pendanaan untuk studi lanjut tersebut akan dibiayai setidak-tidaknya 50% oleh universitas.

“Harapannya, dosen UNY bergelar S3 yang saat ini hanya 35%, bisa melejit setidaknya 50 sampai 60% dalam empat tahun. Tidak bisa tidak, dan Pascasarjana kita telah menunggu untuk pengembangan keilmuan dan pengajaran,” instruksi Sutrisna dalam Rapat Evaluasi di Auditorium UNY, Jumat (25/01/2019).

Dipacu oleh Pemeringkatan QS

QS University Ranking, sebagai acuan UNY dalam meraih asa sebagai LPTK berkelas dunia pada tahun 2025, mempunyai setidak-tidaknya 11 indikator utama. Mulai dari repurtasi akademik (academic repurtation), kualitas mahasiswa (faculty student), hingga indikator yang terkait dengan kepegawaian, publikasi, hingga kerjasama penelitian maupun pertukaran pelajar berbasis transfer kredit.

Masing-masing indikator tersebut, memiliki rentang nilai nol hingga seratus. Dalam indikator Academic Repurtation sebagai salah satu komponen yang memiliki persentase pengaruh penilaian hingga 30% misalnya, UNY menyabet nilai 12,0.

Namun dalam indikator terkait kepegawaian berupa jumlah staf akademis bergelar doktoral (Staff with a PhD), UNY hanya bisa memperoleh nilai 1,1. Padahal indikator ini juga memiliki kontribusi cukup signifikan dalam penilaian, yakni 5%.

“Jadi nilainya nol sampai seratus, kita hanya dapat 1,1. Masih jauh dan banyak yang harus kita kerjakan,” ungkap Sutrisna.

Nilai yang masih relatif rendah tersebut, kemudian bisa ditilik balik dari masih rendahnya jumlah dosen yang bergelar S3. Per 31 Desember 2018, tercatat jumlah dosen bergelar S3 sekitar 35% dari jumlah keseluruhan dosen. Pada saat Sutrisna awal menjabat Mei 2017 lalu, jumlah tersebut masih di angka 27%.

Jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lain, angka tersebut disebut Prof. Margana selaku Wakil Rektor I UNY masih dibawah rata-rata. Ia kutip dari laman Forlap Ristekdikti, LPTK lain seperti Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dengan 550 dosennya yang bergelar S3, menempatkan rasio dosen S3 kampus tersebut di angka 45%. Sedangkan kampus tetangga Universitas Gadjah Mada, memiliki 1.327 dosen bergelar S3 dengan rasio 37%.

“Semuanya masih dibawah rata-rata. Idealnya 70% S3 kalau mau bagus, kalau mau World Class University. Itulah kenapa semua kampus di Indonesia berlomba-lomba untuk mendorong studi dosennya,” ujar Margana.

Strategi Peningkatan

Strategi yang dicetuskan Sutrisna sejak awal menjabat, salah satunya adalah menghilangkan kewajiban dosen untuk S3 ke luar negeri. Studi S3 diserahkan kembali kepada dosen untuk memilih universitas serta program studi manapun, sesuai dengan kemampuan dan kemauan.

Jika ingin belajar di kampus-kampus terdekat layaknya Universitas Gadjah Mada dan ISI Yogyakarta, atau kampus-kampus di Jawa Tengah layaknya Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Negeri Sebelas Maret, Sutrisna juga menyambut keinginan dosen tersebut dengan baik. Termasuk jika S3 di Pascasarjana kampus sendiri, Universitas Negeri Yogyakarta.

Karena pertimbangan dosen dalam memilih kampus, menurut Sutrisna bisa jadi beragam. Mulai dari urusan keluarga, hingga keberlanjutan studi, mengajar, karir, dan riset. Yang paling penting memperoleh ilmu sebaik-bai

“Belajar di luar negeri itu bagus dan selalu kami apresiasi betul. Tapi pokoknya, saya menyerahkan pada kemampuan di dosen. Dosen harus bisa menata dirinya: saya mau kemana, silakan. Sesuai ekspektasi motivasi dalam diri yang ingin dikejar. Belajar sebagai panggilan jiwa,” ujar Sutrisna.

Untuk menunjang studi, UNY juga akan membantu biaya SPP hingga 50% jika proses perkuliahan tersebut dilakukan oleh dosen terkait tanpa fasilitasi beasiswa. Melalui jurusan dan program studi, UNY akan melakukan pendataan sekaligus program yang mendorong dosen untuk segera melakukan studi lanjut tersebut.

Akan tetapi, program studi dan peningkatan kualitas dosen ini nantinya hanya berlaku bagi Dosen PNS atau Dosen Tetap Non-PNS yang memiliki Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) dan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Dosen Luar Biasa seiring waktu akan ditiadakan, karena secara nomenklatur tidak tersedia dan penunjukannya tidak dilakukan secara resmi.

“DLB akan ditiadakan karena tidak ada nomenklaturnya dan sulit mencairkan honorarium. Kita akan manfaatkan dan berdayakan dosen yang ada,” ujar Sutrisna.

Dosen dengan kapasitas akademik tersebut, kemudian dapat jadi makin berkembang melalui kerjasama nasional dan internasional yang terus didorong UNY. Melanjutkan apa yang dicanangkan Sutrisna sejak 2017, kerjasama tak boleh lagi sekedar dilakukan dalam bentuk MoU ataupun sit in.

Adi Cilik Pierewan selaku Kepala KUIK menyebutkan, bahwa UNY kemudian mendorong kerjasama kredit transfer. Mahasiswa S1 dan S3 tertentu nantinya diproyeksikan bisa keluar negeri selama satu semester, untuk mengikuti kuliah disana. SKS yang diambil nilainya akan diakui dan masuk dalam transkrip indeks prestasi mereka sebagai mahasiswa UNY.

Sedangkan khusus untuk dosen, saling undang sebagai dosen tamu juga didorong. Dosen UNY bisa mengisi kelas di kampus luar negeri, sedangkan dosen luar negeri mengisi kelas di UNY. Ditambahkan Didik Nurhadiyanto selaku Penanggung Jawab Seminar Internasional, saling undang tersebut juga berlaku untuk seminar internasional. Baik penerbitan, maupun menjadi speaker.

“Jadi dosen UNY menulis dan berbicara di panggung luar negeri, dosen dari kampus luar negeri itu manggung di kita. Dosen-dosen kita juga bertukar ke luar negeri. mereka dapat perspektif, dan diharapkan ujungnya bisa riset bersama,” pungkas Didik.

No Responses

Comments are closed.